New media dalam komunikasi politik indonesia
Dalam kehidupan kita, media sangat penting untuk menunjang komunikasi antar individu atau kelompok. Terlebih dalam komunikasi politik karena merupakan sebagai publisitas politik terhadap masyarakat luas. Tentu dengan tujuan khalayak untuk mengetahui agenda politik agar mendapat simpatisan dan menjatuhkan pilihannya kepada partai tersebut. Siapapun komunikator atau aktivis politik akan berusaha untuk menguasai media. Tak heran, barang siapa yang telah menguasai media, maka dia hampir memenangi pertarungan politik. Semenjak kemajuan teknologi dan informasi yang revolusioner. Media cetak maupun elektronik mengantarkan informasi dengan begitu cepat. Pemanfaatan media untuk mendongkrak popularitas sebenarnya telah marak dan bebas sejak pemilu 1999 dan semakin menguat di pemilu 2004 hingga pemilu 2009. Segala kegiatan atau agenda yang bernuansa politik diangkat oleh media bukan hanya untuk publisitas namun juga mempengaruhi khalayak untuk memilih. Sementara media massa sering disebut sebagai the fouth estate dalam kehidupan sosial ekonomi dan politik. Sebagai suatu alat penyampaian berita, penilaian atau gambaran umum tentang banyak banyak hal. Ia mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institut yang dapat membentuk opini publik. Dan karena itulah media massa juga menjadi kelompok penekan suatu ide atau gagasan, bahkan pencitraan yang ia representasikan untuk diletakkan dalam kontek kehidupan yang lebih empiris.
Saluran komunikasi politik pada pemilu 2014
Saluran komunikasi merupakan sarana yang memudahkan penyampaian pesan. Bisa dalam bentuk lambang pembicaraan seperti kata, gambar, maupun tindakan atau bisa pula dengan melakukan kombinasi lambang hingga menghasilkan cerita, foto juga pemetasan drama. Disini tidak hanya berbicara sebatas media dan saling bertukar lambang, namun manusia pun bisa dijadikan sebagai saluran komunikasi. Lebih tepatnya saluran komunikasi adalah pengertian bersama tentang siapa dapat berbicara, mengenai apa, dalam keadaan bagaimana dan sejauh mana dapat dipercaya. Bukan hanya media massa yang sebagai alat untuk menjalankan proses komunikasi politik. Di pemilu 2014 saja sudah mulai marak kampanye melalui jejaring media sosial.
Salah satu yang membedakan pemilu 2014 dan pemilu sebelumnya secara signifikan: pertama jumblah pasangan colon hanya dua sehingga langsung berhadapan. Kedua para pendukung tidak hanya dari kalangan partai pendukung masing-masing partai, tapi juga dari berbagai kalangan yang terbelah: kaum intelektual, artis, agamawan, aktifis termasuk saluran komunikasi. Ketiga adanya dukungan media massa yang kuat terhadap pasangan masing-masing. Keempat adanya ruang baru sebagai saluran komunikasi politik yaitu media sosial.selain media tv atau media massa sebagai tempat kontestasi pesan-pesan komunikasi politik, media sosial juga menunjukkan hal yang serupa. Sebagai simulasi dari masyarakat diruang virtual, media sosial menunjukkan dinamika komunikasi politik pada pemilu 2014 lalu menjadi semakin terasa kental di tengah-tengah masyarakat. Sikap saling berhadapan masyarakat antara simpatisan dan relawan juga terlihat, bahkan tidak jarang yang saling serang melalui opini dengan mengunggulkan pasangan bahkan mengarah ke kampanye negatif.
Ilmuwan politik Mark Roelofs menyatakan dengan cara sederhana,“ Politik adalah pembicaraan, atau lebih tepat kegiatan politik (berpolitik) adalah berbicara. Ia menekankan bahwa politik tidak hanya pembicaraan, juga tidak semua pembicaraan adalah politik. Akan tetapi hakekat pengalaman politik dan bukan kondisi dasarnya bahwa kegiatan berkomunikasi antara orang-orang.
Maka dengan kehadiran media massa atau media sosial sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan terutama mengenai politik akan mempermudahkan kepada setiap komunikator politik dalam menyampaikan dan memperkenalkan siapa dirinya kepada khalayak dan agenda apa yang akan ia jalankan.
Begitulah berkuasanya media dalam mempengaruhi pikiran, peranan, dan perilaku masyarakat, sehingga Kevin Philips dalam buku responsibility in mass Communication mengtakan, bahwa era sekarang lebih merupakan mediacracy, yakni peemerintahan media, dari pada demokrasi pemerintahan rakyat.
Kekuatan media massa (powerful media) sebagai sarana untuk mempengaruhi khalayak, telah banyak memberikan andil dalam pembentukan opini publik. Kemampuan melipat gandakan pesan-pesan politik di media massa mempunyai dampak terhadap berubahnya perilaku pemilih. Maka, bagi para pelaku politik yang ingin bertarung memperebutkan kursi kekuasaan, akan berusaha memanfaatkan media massa untuk tujuan publikasi dan pembentukan citra. Media dalam bentuk apapun adalah saluran komunikasi seorang kandidat kepada khalayak yang dikatakan efektif dan efisien pada masa kampanye modern saat ini. Ada beberapa media yang sangat penting dalam mempublikasikan agenda politik:
Media telepon:merupakan sarana komunikasi secara lisan satu kepada satu yang lain yang memiliki beberapa kegunaan kontemporer. Media ini kerap digunakan bagi hubungan pribadi jika organisasi kampanye untuk mengumpulkan dana. Hingga saat ini telepon masih digunakan sebagai media suvey tentang opini para pemilih.
Media radio: terdapat resonansi antara radio dan telinga serta pemikiran manusia, resonansi yang menyajikan peluang besar bagi kampanye radio. Di samping itu, radio juga merupakan saluran massa bagi kaum minoritas walaupun dalam perkembangannya kaum mayoritas pun masih belum bisa meninggalkan jenis media satu ini. Meskipun radio tidak menampilkan visual/gambar hidup, namun media satu ini bisa merambah ke lokasi di mana media lain sulit bahkan tak bisa menjangkau lokasi tersebut.
Media televisi (tv): media televisi sendiri bisa dikatakan juga sangat ampuh dalam proses komunikasi politik. Ruang publik yang selama ini menjadi saluran komunikasi adalah media televisi yang terbelah menjadi dua, seperti dukungan yang diwakili oleh Metro TV terhadap pasangan joko Widodo-Jusuf Kalla, dan TV One terhadap pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Hal ini dapat dicermati dari konten berita media tersebut yang kurang berimbang.dimana Metro TV membingkai dengan sedemikian rupa sosok joko widodo. Begitu juga dengan TV One yang menggambarkan sosok yang tegas dan berwibawa dari seorang prabowo subianto. Masyarakat pun sudah jenuh dengan pemberitaan politik yang berat sebelah terhadap kedua stasiun televisi milik politisi yang berada dalam kubu yang berseberangan tersebut Teknik untuk membangun citra sang kandidat pun beragam dari melalui publisitas gratis hingga pada beriklan di televisi yang mesti bayar
Media cetak: Meskipun media elektronik ditambah dengan media inovasi sudah semakin maju, tetap saja media cetak tidak akan ditinggalkan khalayaknya terutama orang tua dan yang hobi membaca. Terdapat dua tipe media cetak yang kerap dijadikan sebagai media kampanye, yakni melalui surat langsung dan surat kabar atau majalah.
Media sosial: media sosial sendiri masih terbilang masih baru, dan media sosial tidak ada hubungannya dengan perusahaan media seperti tv,koran,cetak,majalah. Media sosial digunakan oleh individu yang selalu melakukan pencitran di media sosialnya. Banyak sekali kasus yang melibatkan orang banyak dalam media sosial. Setiap komentar atau like dari followers terkadang mereka saling mengetahui untuk mengangkat isu dari akun yang sedang berkampanye dalam media sosial dan itu digambarkan secara langsung dalam proses pemilihan gubernur DKI jakarta beberapa waktu yang lalu
Di tengah segitiga persaingan memperebutkan uang, pengiklan, dan perhatian publik, media telah mengembangkan dalam berbagai peran. Sebagai sarana media informasi yang dibutuhkan masyarakat, radio dan televisi unggul dalam penyampaian berita yang dilengkapi dengan ulasan penjelas. Kalau media siaran memberi perhatian pada suatu peristiwa lain berkurang. Celah inilah yang kemudian diisi dengan koran. Seringkali koran memberikan banyak hal yang sehingga kealamannya pun terbatas. Celah ini lalu diisi oleh majalah, majalah seringkali meliput suatu yang diberikan oleh media siaran secara lebih panjang dan lebar. Seseorang yang tertarik untuk mengetahui yang lebih banyak tentang suatu yang diberitakan di televisi akan mencarinya di majalah. Jika ia akan lebih mendalaminya, ia akan mencari buku atau film dokumenter. Hal ini juga menandakan bahwa peran media sebagai penafsir informasi serta pentingnya sebagai penyampai informasi. Maka dari berbagai media di atas mempunyai peran yang saling melengkapi dan itu sangat efektif dalam menyampaikan pesan-pesan politik.
Pencitraan Media
Untuk pencitraan itu, media massa sering terlibat dengan pemberian julukan (label) kepada para aktor dan atau kekuatan politik. Dalam konteks ini, para komunikator massa dalam rutinitas serupa dengan lembaga stempel yang member persetujuan (pembenaran) dan ketidaksetujuan dalam tindakan-tindakan politik. Bagi suatu kekuatan politik, sikap sebuah media, entah netral atau partisan adalah menentukan terutama untuk pencitraan opini publik. Sebab, di satu pihak dari ujung komunikasi politik adalah mengenai citra ini, yang banyak bergantung pada cara mengkonstruksi pada kekuatan politik itu. Sedangkan media massa mempunyai kekuatan yang signifikan dalam komunikasi politik untuk mempengaruhi khalayak. alhasil pencitraan yang dilakukan media akan memberikan dampak besar dalam menjangkau khalayak yang banyak.
Media massa adalah faktor penting dalam mengkonstruksi publik. Figur politik mempengaruhi media dan media mempengaruhi representasi pemerintahan. Hal itu bisa dilihat dari popularitas joko widodo tak bisa terhindar karena keterlibatan media dalam mengemas citra sehingga menjadi sekarang ini. Dengan frekuensi diangkat dan diperlihatkan ke publik, media bisa menyihir berjuta-juta manusia untuk mengaguminya. Di kasus lain, juga dialami oleh Prabowo Subianto dengan partai Gerindra nya, saat menjelang pemilu 2014 lalu, sosok Prabowo selalu tampil di media televisi kita bak seorang tokoh yang akan menyelamatkan bangsa ini dari keterpurukan ekonomi dan harga diri bangsa. Tak lama durasi yang dibutuhkan, prabowo saat itu menjadi populis yang dikenal keseluruh pelosok negeri indonesia.
Fase-fase pencitraan
Pertama: representasi dimana citra merupakan cermin suatu realitas.
Kedua: ideologi di mana citra menyembunyikan dan memberi gambar yang salah akan realitas.
Ketiga: citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas, lalu citra bermain menjadi penampakannya.
Keempat: citra tidak ada hubungan sama sekali dengan realitas apapun, ia hanya menjadi yang menyerupai dengan dirinya.
ilmuwan komunikasi massa menjelaskan bahwa pesan politik yang disampaikan oleh media massa bukanlah realitas sesungguhnya, melainkan itu realitas media.yaitu realitas yag dibuat secara sengaja oleh wartawan dan redaktur yang mengelolah peristiwa politik menjadi berita politik melalui proses dan seleksi. Para pemberi suara tidak hanya menjadi sadar akan isu, merumuskan citra atribut politik dan gaya pribadi para kandidat, dan membentuk citra tentang partai politik.
Penutup
Bukan hal yag diragukan lagi, media menempati peran yang sangat strategis dalam menyampaikan pesan-pesan politik terhadap khalayak luas. Karena tak membutuhkan waktu yang panjang untuk sekedar memperkenalkan agenda-agendanya bahkan bisa merubah pilihan sebelumnya tentu dengan strategi yang dimiliki media secara terus-menerus mempengaruhi khalayak. Dari berbagai media yang digunakan, tentu ada kelebihan dan kelemahannya, begitu juga mengandung pengaruh positif dan negatif terhadap khalyak. Maka upaya penyaringan dan control terhadap segala berita yang dimuat di media perlu dilakukan agar tidak salah pilih.
Melalui media para komunikator maupun aktivis politik mudah menghipnotis khalayak dengan citra yang ditampilkan setiap saat melalui media. Berbagai isu dikemas dengan apik untuk mendapatkan tempat di ruang publik sehingga khalayak yang dijadikan sasaran oleh mereka bisa mengenal dan setelah itu memilihnya.
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://rosit.wordpress.com/2009/12/09/media-sebagai-saluran-komunikasi-politik/