Kaki Lasak Goes to Takengon Part 9 End - Seladang Coffee [Jelajah Silampung]
Sudahkah anda ngopi hari ini?
Dulu saat di kampung, ngopi itu identik dengan orang tua. Meski provinsi Lampung penghasil kopi, tapi kala itu tradisi meminum kopi belum populer di kalangan anak muda. Sebagai putra Kalianda - Lampung, saya sudah akrab dengan kopi sejak kecil. Selain menanam cengkeh, coklat, lada, kelapa dan pisang, penduduk Kalianda yang punya kebun, pasti menanam kopi. Termasuk ibu saya di sebuah kebun di kaki gunung Rajabasa. Kopi yang kami tanam adalah kopi jenis Robusta. Saya sudah biasa membantu ibu saya memetik kopi yang sudah masak. Aroma bunga kopi yang harum serta rasa buah kopi segar sudah tidak asing bagi saya. Kopi-kopi tersebut di jemur lalu setelah kering di tumbuk untuk mendapatkan biji kopi. Biji-biji kopi tersebut di sangrai, di tumbuk dan di ayak supaya halus. Jadilah kopi bubuk tradisional buatan ibu. Ayah ku adalah pelanggan tetap kopi ibuku. Setiap pagi, segelas kopi selalu terhidang di meja. Kami anak-anaknya hanya curi-curi saja meminum kopi ayah. Kopi yang terhidang ini di minum pagi hingga siang hari. Saat saya pulang sekolah siang hari, saya paling suka nyolek ampas kopi ayah saya lalu saya buat kumis dan jambang. Begitulah rata-rata penduduk kampung saya di Kalianda. Kami akrab dengan kopi, tetapi tidak ada kedai kopi, apalagi aktifitas "nongkrong" di kedai kopi.
Saya mengenal kopi instan sachet saat kuliah. Saya kadang membeli kopi tersebut untuk menemani membuat tugas kuliah. Itupun tidak membuat candu. Dalam 1 minggu belum tentu meminum kopi.
Berbeda sekali sejak tinggal di Banda Aceh. 3 bulan pertama saya tidak nyaman duduk di kedai kopi lebih dari 1 jam. Tapi lama kelamaan jadi biasa. Mainset saya berubah, yang tadinya ngopi itu identik dengan orang tua dan adanya di rumah, di ladang atau saat bertamu, kita tidak lagi demikian. Di Banda Aceh, anak kecil, remaja, orang tua, lelaki dan perempuan, semua menikmati kopi di kedai kopi. Tak heran di sini kedai kopi menjamur. Bahkan kota Banda Aceh berjuluk kota seribu satu warung kopi.
Kopi-kopi Aceh ini sebagian besar berasal dari Aceh Tengah, yaitu dataran tinggi Gayo. Di sanalah kebun kopi Arabica yang terkenal dengan kenikmatannya berasal. Dan alangkah spesial rasanya jika kita minum kopi Arabica di tanah Gayo.
Tak terasa ini adalah bagian akhir cerita Kaki Lasak Goes to Takengon. 8 bagian sebelumnya bisa sahabat baca pada link di bawah ini :
👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇
Kaki Lasak goes to Takengon part 1
Kaki Lasak goes to Takengon part 2
Kaki Lasak goes to Takengon part 3
Kaki Lasak goes to Takengon part 4
Kaki Lasak goes to Takengon part 5
Kaki Lasak goes to Takengon part 6
Kaki Lasak goes to Takengon part 7
Kaki Lasak goes to Takengon part 8
Seladang Coffee - Ngopi di Kebun Kopi
Saya mengenal Seladang Coffee di tahun 2016. Waktu itu kami sedang berada di kota Bener Meriah untuk menonton pacuan kuda tradisional Gayo. Setelah selesai menonton, saya dan rombongan di ajak oleh kawan saya untuk ngopi di Seladang Coffee. Waktu itu kami di jamu langsung oleh bg Gembel (nama aslinya Sadikin) sang pemilik kafe. Selanjutnya, setiap ke Takengon, saya selalu memasukkan agenda untuk ngopi di kafe ini.
Selama ini petani kopi di gayo menjual hasil kopi mereka ke pengumpul dan di ekspor. Mungkin dengan cara membuka kedai maka perekonomian bisa lebih baik. Sebagai daya tarik, kedai kopi di buka di kebun kopi. Ide yang sangat cemerlang. Seladang Coffee berada di jalan lintas Bireuen - Takengon, desa Jamur Ukung, Wih Pesan, Bener Meriah, Aceh Tengah.
Cafe Seladang ini menawarkan sensasi "Minum kopi di kebun kopi". Tapi jangan khawatir, di sini tidak hanya kopi yang di tawarkan, segenap makanan kekinian pun ada, termasuk Es Kepal Milo. Ini nih menunya :
Kami sampai di Seladang Coffee saat magrib tiba, jadi setelah shalat kami langsung istirahat santai sambil minum kopi. Bangunan Seladang Coffee ini sangat menarik, nuansa alam sangat kental. Kayu-kayu di susun menjadi sebuah karya seni. Kain dan ornamen Gayo juga terlihat pada beberapa sudut. Pajangan kopi gayo dan cara bagaimana mengolah kopi bisa juga kita dapatkan di sini. Pondok-pondok kayu tertata di antara kebun kopi. Kami memilih berada di salah satu ruang dengan tungku penghangt. Tempat ini cocok bagi kami yang kedinginan karna belum terbiasa dengan cuaca di Gayo.
Di sinilah perjalan kami berakhir, hingga akhirnya kami harus kembali ke Banda Aceh. Perjalanan Bener Meriah ke Bireuen yang berkelok serta Bireuen ke Banda Aceh yang sibuk alhamdulillah kami lalui dengan lancar. Meski hujan deras mengguyur selama perjalanan.
Terimakasih sahabat semua, Indri Istriku yang sabar menemani perjalanan, Dedek dan Ibal sebagai Driver, Yasir, Oya dan Maryam. Semoga lain waktu kita bisa jalan-jalan lagi ke destinasi yang lain.
Banda Aceh, Selasa 20 November 2018
"Lasaklah ... Sebanyak, Sebisa dan Sejauh Mungkin, Karena Hidup Bukan Diam di Satu Tempat"
Kaki Lasak : The Story, Travel, Photo & Food
Follow Me :
Steemit @kakilasak
Facebook Husaini Sani
Instagram kaki lasak ucok silampung
Whatsapp +6282166076131