story # Hidup Bersama Tinnitus (Living with Tinnitus)
Image Source
Hidup Bersama Tinnitus
Tinnitus bukanlah kiamat!
Hingga hari ini, tak ada hari-hari sepi lagi dalam kehidupanku. Tak ada hening yang hampa suara lagi, karena definisi kata itu sudah menjadi sangat relatif sekali, sekejap be-revolusi sudah jadi peyoratif. Dan ini, ini bukanlah idiomatik sederetan kata-kata puitis, atau semacam metafora, tetapi sebaliknya, ini adalah realita di mana aku harus pasrah menerima kondisi nyata apa yang telah terjadi pada indera pendengaranku.
Kecuali saat aku terlelap, maka suara denging panjang setiap saat selalu aku dengar. Tak akan pernah bisa kuhindari, tak pula guna menutup telinga, karena memang suara bising itu sendiri berada dalam tubuhku. Tepatnya, dia berada di dalam telinga.
Ya, itulah tinnitus.
Dari wikipedia Tinnitus adalah:
adalah telinga berdering, berdesir, atau jenis suara yang tampaknya berasal di telinga atau kepala. Dalam banyak kasus itu bukan masalah serius, melainkan gangguan yang akhirnya menghilang. Namun jarang, tinnitus dapat mewakili kondisi kesehatan yang serius.
Image Source
Tinnitus permanen! Begitu vonis dokter, Oktober 2013 lalu. Itu artinya organ dalam telingaku sudah mengalami kerusakan parah. Denging yang selalu ada di telingaku harus dioperasi dan diterapi secara serius, tidak bisa hanya sekedar diobati hasil dari mengunjungi dokter THT di rumah sakit saja lagi.
Memang tidak ada keluhan-keluhan lainnya. Ini juga masih patut aku syukuri, karena tinnitus yang aku alami merupakan kondisi yang umum dialami oleh penderita tinnitus lainnya, yakni hanya ada denging panjang di dalam telinga serta turunnya kualitas pendengaran.
Mengapa masih mesti bersyukur?
Beberapa kisah kawan yang aku baca , bahkan mengalami tinnitus pada tingkat yang begitu parah, memunculkan depresi pada penderitanya, hingga membuat kualitas hidup yang bersangkutan pun menjadi merosot. Sebagaimana seorang tinnie (ini sebutan "gaul" yang dipergunakan oleh sesama penderita tinnitus) berkisah, bahwa bukan lagi sekedar denging di telinganya, tetapi raungan kecil yang ia dengar, dan itu dialami kedua telinganya. Kondisinya ini sering juga diperparah dengan munculnya sakit kepala, rasa mual dan pusing. Situasi ini begitu menyiksanya, hingga membuatnya pernah sempat berpikir untuk bunuh diri saja.
Image Source
Bagaimana awal aku menderita tinnitus?
2012 lalu, aku bersama anak-anak berenang di sebuah pool renang dekat rumah orang tuaku di Curup, sebuah kota kecil ibu kota Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Sempat telingaku kemasukan air, hal yang wajar saja kukira yang akan dialami oleh banyak orang sangat berenang. Air itu bisa aku keluarkan dengan cara-cara yang sudah sangat aku pahami, karena dari sejak kecil dulu sudah melakukannya. Cara itu adalah memasukkan sedikit ke telinga yang bermasalah, ketika terdengar suara air masuk, dengan cepat kepala dimiringkan ke arah berlawanan, agar air di dalam telinga tadi bisa keluar. Cara ini selalu sukses, terbukti suara dengung karena guncangan air dalam telinga tidak terdengar lagi, pertanda air sudah keluar dari telinga.
Namun, malamnya, tiba-tiba saja telinga kananku seperti kehilangan kemampuan mendengar. Kututup telinga kiri, maka hampir tak ada suara yang bisa ditangkap telinga kanan. Aku menjadi sangat panik. Penuh kegugupan berusaha menemukan cara apa yang harus dilakukan. Kugosok-gosok telingaku, mengorek-ngoreknya, memancing memasukkan air, tetapi semua itu tak ada gunanya. Telinga kananku tiba-tiba telah menjadi tuli!
Besoknya, aku ke rumah sakit umum kota Curup. Dari dokter yang memeriksa, aku mendapat keterangan bahwa ada pengerakan dalam rongga telingaku, yang disebabkan oleh air yang masuk ke telinga. Dokter memberiku obat tetes telinga, dan menyuruh aku kembali periksa 4 hari lagi.
Image Source
Selama empat hari itu aku rajin menggunakan obat yang diberikan oleh dokter. Siapa yang mau tuli? Aku juga tidak mau. Mengendarai mobil sangat membutuhkan telinga yang baik. Aku sudah merasakan, bagaimana dalam empat hari itu aku mengalami siksaan saat mengendarai mobil. Apalagi telinga kanan berhadapan langsung dengan situasi di luar jendela. Aku tak bisa mendengar suara di luar, deru kendaraan lain di sisi dekat mobilku, bahkan tak ada bunyi klakson yang terdengar oleh telinga kananku.
Sangat menyiksa sekali. Begitu panik, sampai aku berpikir bagaimana saat itu aku punya cara untuk memindahkan setir mobil ke sebelah kiri.
Tiga hari setelah dari rumah sakit dan rutin memakai obat tetes yang diberikan, pendengaranku perlahan pulih kembali. Telinga kananku telah berfungsi kembali, walaupun maksimal lagi seperti sebelum kemasukan air kemaren.
Saat malam, dalam suasana sepi aku merasakan mendengar denging panjang. Kukira itu wajar-wajar saja, karena setiap orang pasti akan mengalami telinga berdenging, Namun, denging itu tidak hilang-hilang, bahkan telah terdengar bisin, walaupun sudah kugosok-gosok telingaku. Hingga bangun tidur esok harinya suara denging itu masih ada, bahkan sedikit mengeras volumenya.
Kembali ke rumah sakit, aku pun membawa keluhan baru, telinga berdenging tak putus-putus. Dan di rumah sakit aku pun kemudian mendengar sebuah kata yang belum pernah aku dengar sebelumnya: tinnitus!
Berbagai upaya pengobatan untuk menghilangkan tinnitus sudah aku jalani. Untuk mengobati tinnitus ini, rasa sakit yang rasanya sampai ke otak, sementara tangan mencengkeram kuat pinggiran meja operasi, karena telinga dijejali selang-selang beraneka rupa sudah 2 kali aku rasakan. Lebih baik pingsan saja rasanya, daripada merasakan bagaimana rongga dalam telinga diobok-obok. Sakitnya tak terbayangkan. Sakit sekali. Hasilnya? Telingaku menjadi bersih, kemampuan dengar menjadi lebih baik, namun... tinnitus tetap ada.
Termasuk beberapa cara alternatif juga sudah aku lakukan, salah satunya dengan terapi lilin. Namun, cara ini tetap tidak bisa menghilangkan atau sedikit membuat lebih pelan lagi volume suara denging dalam telingaku.
Dengan enggan-engganan, ide pengobatan tradisional yang diusulkan pun aku terima juga. Nasi panas digulung dalam daun pisang yang berbentuk kerucut. Ujung kerucut diletakkan di pintu rongga telinga. Dari bagian yang menganga nasi ditiup-tiup, hingga udara panas atau hangat masuk ke telinga. Tetapi, ini juga sama sekali tak membantu, tinnitus lekat menempel di kehidupanku.
Terakhir ke dokter spesialis 2013 lalu. Saat itulah aku menerima vonis: tinnitus permanen.
Apa yang harus aku lakukan selanjutnya adalah melakukan proses habituasi (pembiasaan). Melalui proses atau kegiatan ini, aku harus bisa mampu berdamai dengan tinnitus. Jika habituasi telah tercapai, maka tinnitus pun tidak akan terasa menjadi gangguan dalam menjalani kehidupan, dengan menjadikan suara-suara denging itu adalah bagian dari diri sendiri.
Proses pembiasaan ini sendiri memang sudah aku lakukan sebelum aku divonis tinnitus permanen. Ini kadang berjalan tidak mudah, karena aku harus bisa menyisihkan tinnitus agar lebih konsentrasi dengan suara luar. Apalagi jika berada dalam situasi yang overlapping, dimana bunyi-bunyi seperti desis nyata, suara jangkrik atau desis serangga lainnya yang tidak bisa aku bedakan dengan tinnitus, bisa membuat aku emosi dengan stres yang hampir tidak terkontrol.
Situasi yang disebut hyperacusis ini dapat membuat penderita tinnitus sangat sensitif dengan suara, di mana suara-suara yang overlapping tadi akan dirasakan sebagai peningkatan volume bising tinnitus.
Image Source
**Dengan sabar, dibantu semangat yang diberikan keluarga, kawan-kawan di Komunitas Tinnitus Indonesia, akhirnya aku pun bisa "pasrah" dengan kondisi ini. Lima tahun lebih hidup bersama tinnitus, aku telah menerima bisin dalam telingaku sebagai bagian yang normal bagi diriku. Menjalani keseharian dengan selalu gembira, telah membuat aku sering lupa jika ada denging yang selalu mengikuti. **
Aku tak begitu terganggu lagi dengan tinnitus. Bahkan, dengan masih terus melakukan pengobatan reguler ke rumah sakit, Alhamdulillah, suara denging itu tidak lagi terasa kuat dan bising lagi. Hanya saja, di malam yang biasa selalu sepi, dekat, begitu dekat desis dan denging membuat aku tersadar, bahwa aku penderita tinnitus.
Telinga adalah salah satu anugerah terbaik dari Tuhan kepada kita. Teman-teman, tinnitus tidak ada hubungannya dengan faktor usia. Tinnitus bisa diderita oleh siapa pun tak pandang usia. Perhatikanlah selalu perlakuan kita terhadap telinga. Hindari mengorek-ngorek telinga, jangan menggunakan headset dengan volume suara yang tinggi, hindari minuman beralkohol, jaga kualitas hidup dengan menjaga tingkat stres dan sesekali konsultasikanlah telinga kita kepada dokter.
Salam Ngiiiiiiiiiing...
Emong Soewandi || @emongnovaostia
Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by emong nova-ostia from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.
If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.
Congratulations @emongnovaostia! You have completed the following achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
Award for the number of upvotes
Click on the badge to view your Board of Honor.
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
Congratulations @emongnovaostia! You have completed the following achievement on the Steem blockchain and have been rewarded with new badge(s) :
Click here to view your Board of Honor
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP