Ratapan Anak Pinggir Sungai || Episode VII
“ITULAH War kalau kita yang membutuhkan sama orang, bisa dia buat janji senaknya saja, dan bisa juga dia batalkan sesuka hatinya” aku meluapkan kekesalannya sama Anwar. Karena Pak Boy, salah-satu staf bupati membatalkan pertemuanya secara tiba-tiba. Padahal perjuangan kami untuk menuju ke pusat ibu kota kabupaten bukanlah hal yang mudah.
Tentunya, apa yang pernah Nyak Mah rasakan sebelumnya, saat pembuatan surat miskin, sebelum Lia menjadi operator gampong. Saat ini, Aku dan Anwar juga merasakan hal yang sama. Pagi itu, dengan persiapan seadanya, kami berusaha untuk menjumpai bupati. Walaupun rencana pertemuan tersebut harus berhenti di warung Nyak Mah.
Harapan kami untuk berjumpa dengan bupati hanya satu, agar ada penyelesaian yang arif dari bupati dalam melihat persoalan pabrik galian c di samping Kulam Cet Tambi itu. Setidaknya, ada win-win solution dari pemangku kebijakan dalam melihat persoalan ini. “Bukankah tanah, air dan bumi dikelola untuk kesejahteraan bersama, bukan hanya untuk kesejahteraan segelincir orang”.
“Ya sudahlah Wir, nikmati saja dulu disini, gorengan buatan Nyak Mah belum sempat kita cicipi” ungkap Anwar sambil menikmati angin sepoi-sepoi dari persawahan yang menusuk kalbu. Anwar berusaha untuk menenangkanku.
Nyak Mah berjualan sendirian, suaminya mengadu nasib ke negeri jiran. Kata orang-orang, disana lebih mudah untuk mendapatkan perkejaan. Entah Ia pun ! ! !
Warung Nyak Mah tidak memiliki dinding, layaknya warung-warung biasa yang berjejar di pinggir jalan. Harga kopinya sangat merakyat “semerakyat harapan Bung Hatta untuk mewujudkan ekonomi bang ini”. Hanya bermodalkan lima belas ribu rupiah, aku dan Anwar telah mendapatkan dua gelas kopi ples gorengannya.
Harga semerakyat itu sudah pasti tidak didapatkan di ibu kota. Bayangkan, satu gelas saja harga kopi mencapai Rp 25.000,00. Bahkan aku sempat mendengar dari kawanku, mereka pernah minum kopi seharga ratusan ribu hanya untuk dua orang. “Memang ketimpangannya sangat luar biasa” pikirku dalam hati sambil menikmati gorengan buatan Nyak Mah.
“Ia sich War, tapi seharusnya mereka ada pertimbangannya sedikit, masak membatalkan pertemuan semendadak ini. Kecuali rumah kita bersebelah dengan kantor itu, esoknya kita bisa langsung menjumpai mereka kembali” ungkapku merasa kesal, sambil menyeruput kopi.
Tidak terasa kami sudah hampir sejaman di warung Nyak Mah. Jam sudah menuju pukul sepuluh pagi, aku dan Anwar masih di warung Nyak Mah sambil menikmati angin sepoi-sepoi bersama nikmatnya gorengan buatan Nyak Mah.
Anwar menuju ke arah Nyak Mah, sambil memasukkan tanganya ke dalam saku celana. “Padum nyoe Nyak Mah, berepa ini Nyak Mah? Tanya Anwar sambil mengeluarkan dompetnya.
“Lage biasa hai gam, limeng blah ribe, Seperti biasa nak, lima belas ribu” jawab Nyak Mah dari tempat duduknya.
Anwar langsung mengeluarkan dompet dari saku celananya. Dari samping kelihatan, Anwar mengeluarkan uang dua puluh ribu rupiah. Nyak Mah mengambil uang tersebut sambil menuju ke laci kasir.
“Hana peu balek le are Nyak Mah, bah inan ju deh, tidak usah dikembalikan lagi Nyak Mah, biar disitu saja kembaliannya”. Bilang Anwar sambil menuju ke arah sepeda motor yang telah aku hidupkan di samping rak Nyak Mah jualan.
Begitulah kondisi nyak-nyak yang berjualan di pinggiran jalan. Delapan puluh ribu, angka tertinggi hasil jualan yang mereka dapatkan. Asumsiku, rata-rata pendapatan mereka seharian kisaran lima puluh ribu sampai dengan delapan puluh ribu rupiah. Dengan pendapatan sebesar itu, mereka menghidupi kebutuhan keluarga.
Kebanyakan nyak-nyak yang jualan di pinggiran jalan itu, sebagian besar dari mereka adalah janda. Tapi tidak sedikit, diantara mereka yang telah meng-kuliah-kan anak-anaknya di ibu kota.
Aku teringat apa yang pernah disampaikan almarhum Kyai Hasyim Muzadi “Banyak orang hebat di dunia ini berasal dari keluarga miskin, tetapi mereka mendapatkan rizki yang berkah dan bersih. Kemudian anak-anaknya menjadi tokoh hebat dan menjadi pemimpin dunia. Sebaliknya, orang-orang kaya berpendidikan tinggi, namun rizkinya dari hasil yang tidak berkah; korupsi, menipu dan lain sebagainya. Anak-anaknya menjadi berandalan dan penghisap sabu-sabu”
Posted from my blog with SteemPress : http://adillestari.com/ratapan-anak-pinggir-sungai-episode-vii/
Luar biasa cerita tentang perjuangan nyak mah, sukses teros nyak mah dan penghasilannya berkah !!
Pasti hana neu baca sampe abeh . . .
Hha a a a ..
Saya cuma tertarik sama nyak mah, sukses bro
Saya lihat anda melakukan powerup yang luar biasa, silahkan luangkan waktu sejenak untuk membaca posting dari @paulag yang saya resteem, saya rasa anda memiliki kesempatan emas untuk mendapatkan delegasi .. Thanks
Makasih Bro Ziaudin, akan saya coba liat secepatnya . . .
Okay
Sedikit tetapi halal dan berkah
Daripada banyak tetapi haram, serakah dan tidak berkah✌️☺️
Kata almarhum Kyai Hasyim Muzadi @santiintan; berawal dari kebersihan, kemudian akan mendapatkan keberkahan . . .