Ratapan Anak Pinggir Sungai || Episode IX

in #steempress6 years ago (edited)


SETELAH shalat zuhur, aku lansung menuju ke rumah Anwar. Pikiranku mulai buntu untuk memikirkan langkah selanjutnya. Anwar manjadi tempat diskusi terbaik dalam kondisi seperti ini. Perdebatan kami, sering berakhir pada aksi lapangan. Tidak jarang, gerakan masa menjadi solusi terakhir, bila solusi yang lain mengalami kebuntuan.

Anwar, dengan berbagai ketajaman analisanya. Paling anti dengan aksi lapangan. Ia selalu berpandangan bahwa, aksi lapangan itu tidak pernah menyelesaikan masalah. Walaupun tidak boleh di pungkiri, turunnya Bapak Suharto sebagai presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei tahun 1998, tidak terlepas dari gerakan masa yang terjadi saat itu.

Lagi-lagi, dalam konteks ini aku sering berbeda pandangan dengan Anwar. Aku tipikal orang yang berfikir instan, kalau ada persoalan diselesaikan kemudian hari. Sedangkan Anwar, sangat tersistematis orangnya. Setiap kegiatan yang direncanakan, ia selalu menghindari sekecil mungkin kemungkinan buruk yang bakal terjadi.

Setiba di rumahnya, aku melihat Anwar sedang makan di atas rangkang rumahnya. “War, bagaimana rencana selanjutnya, hari ini kita gagal bertemu bupati. Aku pasti dicandai lagi nanti sama Geusyik Daud kalau tidak ada hasil apapun” kataku sama Anwar. Aku merasa malu kalau nanti berjumpa kembali sama Geusyik Daud.

Rumah Anwar berbentuk rumah panggung, sebanyak enam belas kaki, dua seuramoe, satu rambat dan dua kamar di tengahnya. Bagi masyarakat Aceh rumah tersebut menjadi ciri khas keacehannya. Dan sekarang bentuk rumah tersebut telah ditetapkan sebagai rumah adat aceh (Rumoh Aceh).



“Coba kamu hubungi kembali Pak Boy, sekalian kamu pastikan sama dia kapan bisa kita jumpai kembali bupati, yang pasti kita harus berjumpa dengan bupati. Kalau tidak “ejekan” dari Geusyik Daud sudah pasti menjadi salam pembuka saat kita shalat magrib atau insya nanti di meunasah (surau)” jawab Anwar.

Luapan air sungai masih mengenangi perumahan warga. Langit masih mendung, awan hitam kembali menyelimuti bumi. Gemuruh petir sekali-kali terdenger menyapa bumi. Warga semakin khawatir dengan kondisi banjir, ancaman dari luapan air sungai belum memiliki tanda-tanda aman.

Aku semakin kesal dan meratapi kondisi ini. Kemurkaan sang predator semakin mengancam dari hari ke hari. Kondisi itu semakin memotivasiku untuk tetap berjuang melawan keserakahan mahluk perusak bumi. Dalam benak mereka, bumi hanya sebagai objek untuk di eksploitasi semata.

Manusia-manusia serakah itu, melakukan berbagai langkah dan upaya hanya untuk melakukan kerusakan di atas permukaan bumi. Mereka menutup mata atas berbagai keresahan warga. Belum lagi persoalan adu-domba yang selalu dimainkan perusahaan untuk memecah belahkan warga.

Biasanya perusahaan akan memanggil orang-orang tertentu yang dapat dihargai dengan uang untuk dimanfaatkan demi mempermulus tujuan mereka. Bagiku, trik-trik kuno itu, yang dimainkan oleh perusahaan tidaklah mengherankan. Dengan bermodalkan uang, mereka sanggup membeli warga-warga yang berfikir sesaat.



“Tapi jangan langsung dihubungi hari ini, besok saja kita hubungi Pak Boy kembali. Saat kita jumpai geusyik nanti malam di meunasah biar aku saya yang jelasin” kata Anwar berusaha untuk menenangkan kegelisahanku. Kesetian Anwar memang tidak perlu aku ragukan lagi. Dia tidak pernah menghindar dalam setiap persoalan, bahkan dia siap pasang badan terhadap sesuatu hal yang telah dia anggap benar.

***

Kiban gam, hasil pertemuan dengan bupati beunoe?, Bagaimana nak hasil pertemuan tadi dengan bupati?” Tanya Geusyik Daud sambil menepuk pundakku, setelah menyelesaikan shalat magrib berjamaah di meunasah. Aku hanya terdiam seribu bahasa dengan menyimpan berbagai kegalauan dalam benakku.

Sudah menjadi kebiasaan orang kampungku, setelah shalat magrib dan insya secara berjamaah. Kami selalu melanjutkan dengan membaca istiqfar, zikir dan berselawat secara berjamaah. Setelah itu, diakhiri dengan pembacaan doa yang dipimpin imam meunasah. Setelah prosesi itu semua selesai, warga meninggalkan meunasah satu per satu.

“Santai dululah Pak Geusyik. Di pojok itu, sambil menghisap rokok rasanya lebih santai untuk kita ngobrol-ngobrol” Anwar langsung menghampiri geusyik dengan triknya yang sangat di plomatis. Pak geusyik mengikuti ajakan Anwar, sambil langsung menuju ke pojok meunasah yang ditunjuk Anwar.


Itu juga salah-satu kelihaian Anwar, dia bisa mencairkan suasana dalam kondisi apapun. Kalau dia sudah memainkan perannya, Geusyik Daud akan kehabisan akal dalam mengahadapinya. Banyak trik-trik lucu yang dimiliki Anwar, membuat lawan bicaranya tertawa terbahak-bahak.

Anwar langsung menjelaskan perjuangan kami kemarin dengan penuh di semangat. Dari raut wajahnya, Pak Geusyik telah siap untuk menanggapi apa yang disampaikan Anwar dengan gayanya yang penuh kocak itu. “Kaleh lon peugah, alah hai gam, memang sok paten awak droe keuh, hehehe…, Sudah saya sampaikan kemarinkan, makanya jangan sok paten orang kalian, hehehe…” Pak Geusyik langsung menyela pembicaraan Anwar sambil tertawa.

Aku yang dari tadi mendengar pembicaraan mereka merasa malu. Anwar juga merasa malu sambil senyam-senyum. Itulah geusyik kami, dia tidak segan-segan memberikan brainstorming bagi orang-orang yang sok hebat di depannya. Walaupun setelah itu, ia akan meluruskan kembali pada tujuan awalnya.

“Jadi begini, nanti saya yang akang langsung coba hubungi Pak Boy, setelah ada keputusan akan saya kabari kalian. Sekarang kalian siapkan saja dulu bahan-bahan yang perlu kalian sampaikan nanti saat berjumpa dengan bupati” Geusik Daud pun mengakhiri diskusi kami malam ini, sambil berlalu pergi.


BERSAMBUNG
Ratapan Anak Pinggir Sungai || Episode I
Ratapan Anak Pinggir Sungai || Episode II
Ratapan Anak Pinggir Sungai || Episode III
Ratapan Anak Pinggir Sungai || Episode IV
Ratapan Anak Pinggir Sungai || Episode V
Ratapan Anak Pinggir Sungai || Episode VI
Ratapan Anak Pinggir Sungai || Episode VII
Ratapan Anak Pinggir Sungai || Episode VIII
munawir91




 



Posted from my blog with SteemPress : http://adillestari.com/ratapan-anak-pinggir-sungai-episode-ix/
Sort:  

Panjang juga ceritanya, jadi penasaran dengan endingnya (akhir cerita) 😊

Btw ada beberapa yg salah ketik :

Setelah prosesi itu semua selesai, werga meninggal meunasah satu per satu.

(meninggal ??) 🤔😁

hehehe . . .
makasih @santiiintan, koreksinya . . .
meninggalkan meunasah (surau) maksdunya.

telah saya perbaiki @santintan, cerbung ini belum tahu bagaimana ending akhirnya, apakah akan berakhir dengan kebahagian atau malah sebaliknya . . .

yang pasti, kisah cinta romantis Vera anak Pak Lurah dan Lia selaku operator desa belum tersentuh sedikit pun . . .
hehehe

Makin penasaran dgn kelanjutan ceritanya 😊