Ratapan Anak Pinggir Sungai || Episode Akhir
KEBUTULAN, sebelah kanan pintu gerbang utama perusahaan, ada sebuah kantin "Makmu Sabe" itu nama kantinnya.
Pukul dua belas lewat tiga puluh menit, kami sudah berkumpul di kantin tersebut. Sambil menunggu pukul dua siang. Kami langsung membuka daftar menu yang telah tersediakan di kantin itu. Aku memesan kopi pancung dengan Mie Aceh. Anwar dan Lia hanya memasan teh dingin.
Azan pun berkumandang setelah lebih tiga puluh menit berada di kantin itu. Kami langsung bergegas menuju ke tempat shalat yang ada di lokasi perusahaan. Geusyik Daud langsung mengimami shalat zuhur disiang itu. Terlihat dibelakang beberapa karyawan perusahaan yang mengikuti shalat berjamaah bersama kami.
Geuyik Daud memimpin jamaah siang itu seperti biasa, layaknya saat beliau mengimami shalat berjamaah di meunasah (surau). Istigfar, zikir dan doa bersama mengiringi shalat kami zuhur itu.
Selesai shalat, salah-satu karyawan mendatangi Geusyik Daud sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman. "Pak Direktur sudah menunggu di ruang meeting Pak" kata karyawan itu dengan penuh rasa takzim. Geusyik Daud hanya mengangguk-angguk kepalanya. Mulutnya masih terlihat komat-kamit.
Sudah menjadi kebiasaan Geusyik Daud, setelah selesai melakukan shalat fardhu, ia selalu mengiringinya dengan istigfar dan zikir. "Jak gam, ka di preh di peugah, ayo nak, sudah di tunggu katanya" Geusyik Daud mengajak aku dan yang lain, sambil bangun dari tempat shalatnya.
***
"Assalamualaikum… bapak-bapak sekalian. Terimakasih atas kehadirannya ke tempat kami, kami sangat senang atas kehadiran bapak-bapak sekalian" direktur perusahaan itu memulai perbicaraannya.
“Saya telah membaca semua tuntutan saudara-saudara, dan Insya Allah semua tuntutan itu dapat kami penuhi. Namun untuk pembuatan fasilitas penyediaan air untuk persawahan, kami tidak bisa langung membuatnya pada bulan ini. Bulan depan akan kami mulai pembuatannya. Sedangkan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, kami telah menyediakan dana untuk 50 orang per tahun yang akan kami biayai sekolahnya. Akan tetapi kami butuh bantuan dari saudara-saudara untuk mendata dan menentukan kriterianya sebagai penerima biaya sekolah ini. Ini merupakan Corporate Social Responsibility (CSR) yang sanggup kami alokasikan untuk pemberdayaan Gampong Cet Tambi. Kalau ada saran dan tanggapan dari saudara-saudara sekalian silahkan sampaikan. Tuntu semua ini kita laukan untuk kebaikan Gampong Cet Tambi” ungkap sang direktur.
“Pada prinsipnya kami tidak keberatan dengan adanya perusahaan ini, selama kegiatan dari perusahaan tidak mengganggu persawahan warga” Geusyik Daud langsung menaggapinya. “Tadi yang bapak sampaikan sudah terwakili apa yang kami sampaikan dalam demo kemarin. Akan tetapi ada satu hal lagi yang belum bapak sampaikan dari tututan kami. Apa jaminan yang dapat bapak berikan, dengan keberadaan perusahaan ini tidak akan menganggu persawahan warga?” sambung Geusyik Daud dengan intonsi yang sangat tegas.
Aku, Anwar dan Lia memang telah mengatur strategi pertemuan ini, Geusyik Daud kami jadikan sebagai juru bicara (jubir) dari warga. Sedangkan Lia, aku tugaskan sebagai penyusun petisi, semua tuntutan harus tertuang dalam petisi terseut dalam betuk hard copy.
“Pertama pembuatan fasilitas penyediaan air dalam bentuk bendungan, yang tadi saya sampaikan. Itukan salah-satu solusi untuk mengantispasi kekurangan air bagi persawahan. Kedua kami tidak akan lagi mengambil pasir dan batu yang langsung berada di bantaran sungai, kami akan membatasi pengambilan pasir dan bantu dari sungai. Itu jaminan yang dapat saya berikan. Kalau warga menemukan ada aktivitas karyawan saya diluar yang telah kita sepakati ini, kalian bisa langsung melaporkan itu kepada saya” kata direktur itu untuk menyakinkan.
“Kami telah menyusun petisi, dan semua yang tadi bapak sampaikan telah tertuang dalam petisi ini” Geusyik Daud kembali menanggapi pernyataan direktur itu sambil menunjukkan lembaran kertas yang telah dipersiapkan Lia.
Lia dengan sempurna telah menyelesaikan tugasnya, tidak ada kealpaan satupun dari tuntutan warga. Semua telah terdokumentasi dengan baik dan rapi. Termasuk tanggal untuk merealisasikan tuntutan dan tanda tangan perserta negosiasi telah tersedia kolomnya masing-masing.
Mahasiswi lulusan DIII universitas ini memang sangat mahir dalam memainkan keyboard komputer. Semasa kuliah, ia pernah dinobatkan sebagai mahasiswi terbaik dalam urusan kerapian administrasi. Bulan depan, Anwar akan mempersunting perempuan itu.
“Kami minta bapak bersedia untuk menandatangi ini”
Salah-satu karyawan perusahaan langsung menghampiri Geusyik Daud atas arahan bosnya.
“Ini Pak petisinya” sambil menyerahkan petisi itu.
Sambil mengeluarkan kaca mata dari saku, sang direktur membaca petisi itu satu per satu. Dari cara membaca, kelihatan kehati-hatianya dalam memahami setiap makna dari kosakata yang telah tersusun tersebut. Apalagi di sudut paling bawah petisi tertera materai enam ribu rupiah lengkap dengan namanya.
“Ok, saya sepakat dengan tuntutan ini” sambil mengeluarkan sebuah bolpoin dari dalam sakunya.
munawir91
Posted from my blog with SteemPress : http://adillestari.com/ratapan-anak-pinggir-sungai-episode-akhir/
Akhirnya.... 😂
Selesai . . .
Tamat. Akankah ada cerita lain lagi? Mari kita nantikan. 😊
Belum tahu ne, harus bermimpi dulu biar ada cerita baru . . .
😂
Wkwkwk... Lekaslah tidur bang. Gak nonton bola. 😂
Nonton, untuk memastikan siapa petarung sejati Perancis . . .
Alhamdulillah
Semoga bisa terealisasikan dgn baik
Selesai sudah, SBD pun tidak terkumpulkan lagi . . .
Siapkan cerbung baru 😊
asyik ni bersambung tulisannya...
makasih @munaa, semoga terhibur . . .