Aku 20 Tahun Kemudian [bilingual]

INDONESIA

PAGI itu aku buru-buru ke sekolah, tugas rumah yang kemarin di kasih ibu guru belum sempat aku kirimkan. Namanya Ibu Badriah, aku sering memanggilnya dengan nama Ibu Bad. Guru pengasuh pelajaran bahasa Indonesia itu sangat menyanyangiku, mungkin karena aku memang sangat mencintai pelajaran bahasa Indonesia.

Semalam selesai ku kerjakan tugas Ibu Bad, tiba-tiba terjadi gempa. Sempat mati lampu beberapa jam. Akses internet putus total sampai dengan pagi ini. Untung aku masih bisa chatting dengan Mira. Dia anak sekelas denganku. Kecerdasannya tidak dapat kalian imbangi, kalau kalian hidup semasaku. Usiaku baru lima tahun.

Tentu seusia itu, kalian tidak pernah mendenger dengan namanya internet, apalagi menggunakanya. Kebutuhan manual yang kalian gunakan, sudah menjadi barang purba bagiku. Kertas putih, yang kalian sebut buku itu, jangan pernah kalian harap, akan kalian temukan di sekolahku. Balpoin pun tidak pernah kalian temukan di sekolahku.

Bahkan, kertas uang yang sekarang kalian gunakan itu, sudah menjadi barang purba bagiku. Pernah suatu ketika, aku kehabisan paket data untuk mengakses internet. Hanya bermodalkan tombol enter dengan memasukkan angkat 5, 6 atau 7 semua masalah selesai. Angka-angka itu bagian dari proses untuk memperlancar kehidupan dimasaku.

Dompet itu tidak lebih hanya sebatas sampah di zamanku. Bukankah kalian semua menggunakan dompet untuk mengisi kertas-kertas keramat dangan bertuliskan angka ribuan atau ratusan di dalamnya. Aku hanya butuh layar gadget dengan memasukkan "@" ditambah dengan username yang aku perlukan. Semua masalah dan transaksi jalan.

---

 

---

“@” penunjuk arah paling akurat dizamanku. Bukankah dimasa kalian untuk mengirim selembar kertas harus tunggu berhari-hari. Muaknya lagi, kalian harus menggunakan alat bantu ini, itu, agar surat kalian sampai ke tujuan yang penuh manual itu. Semua itu tidak berlaku di zamanku.

Oa, karena gempa itu aku tidak bisa mengirim tugas Ibu Bad semalam. Sengaja aku chatting Mira untuk menanyai kondisi tempat dia. Rupanya Mira telah mengirimkan tugas sebelum gempa itu terjadi. Aku berharap dengan datang pagi-pagi ke sekolah kondisinya lebih stabil, akses internet lancar.

Bukankah suatu hal yang paling tidak enak, orang yang paling disayangi harus dijewer kupingnya. Aku berharap hal itu tidak dilakukan Ibu Bad. Hari senin lalu, tiga kawanku harus belajar di depan kelas dengan kaki sebelah terangkat. Kuping merekapun merah semua, setelah kenak sentuhan tangan Ibu Bad.

BERSAMBUNG

---

Posted from my blog with SteemPress : http://adillestari.com/aku-20-tahun-kemudian/

---