SEBUAH FILM AUTISME BERJUDUL TATALU
Semua orang berbakat musik, jika tidak mengapa Tuhan menaruh jantung terus berdenyut? -- Mitch Albom.
.
Saya membuat naskah film "Tatalu" bersama Bagus Framerius sebagai asisten sutradara, berawal dari sebuah peristiwa di kelas. Seorang anak kelas empat sekolah dasar, sering memukul-mukul meja dan mengganggu kegiatan belajar-mengajar setiap hari. Bima Satria, salah seorang anak berbeda yang hadir di antara anak-anak sekolah dasar umum di Jalan Nusa Indah Nomor 2 Perumahan Cisalak Kota Tasikmalaya.
Peristiwa tersebut terus berulang dari Minggu pertama hingga sebulan kemudian pada semester awal tahun 2017. Saya mulai berpikir keras untuk mengubah cara pandang terhadap Bima. Anggapan orang lain barangkali, tingkah laku Bima bermasalah. Bagi saya, justru hal tersebut celah untuk mengasah kemampuan Bima dalam musik ritmis. Saya mulai mengajaknya ke ruang literasi di lantai 2, tempat saya mengembangkan gerakan literasi sekolah. Ia ditanya soal alat musik yang dimiliki di rumahnya. "Jimbe!" setelah menunggu jawaban cukup lama, saya langsung terhubung dengan pendekatan literasi musik ritmis.
Hampir enam bulan memprosesi Bima Satria untuk mengasah kemampuannya dalam memainkan jimbe sesuai metronom orang biasa. Bahkan, melalui referensi permainan jimbe dari youtube pun saya latih agar Bima memiliki kemampuan lebih. Namun ternyata, hal itu cukup sulit dipahami seketika oleh seorang Bima dalam memainkan jimbe. Ketukan-ketukannya tidak beraturan, tidak sesuai dengan metronom orang biasa pula.
Saya termenung di ruang literasi, mencari cara agar Bima bermain jimbe seperti orang biasa. Rupanya, ia tidak menyerap informasi dari saya seketika. Setelah dilatih di ruang literasi, ia kemudian istirahat. Tiba-tiba, saya dengar ketukan-ketukan jimbe yang dimainkan Bima sesuai dengan referensi dari youtube. Artinya, seorang anak seperti Bima perlu jarak untuk memahami sebuah ceramah, perintah, demonstrasi atau bentuk informasi apa pun dari siapa saja.
Akhirnya, saya benar-benar menemukan celah untuk melatihnya seperti biasa, meskipun tanpa dipahaminya saat itu juga. Saya telah menemukan ceruk yang kemudian memberi kepercayaan kepadanya untuk mengulang ketukan-ketukan yang sesuai dengan permainan jimbe pada youtube. Ia pun mulai mengerti meski harus menunggu sekian waktu agar permainannya sesuai dengan yang dilatih.
Saya kemudian membentuk pasukan pianika yang para pemainnya teman-teman Bima. Ia mulai menemukan kepercayaan diri setelah menjadi personil pasukan pianika. Bima dan pasukan pianika konser ke sekolah-sekolah dan hingga tampil dalam peluncuran West Java Leader's Reading Callenge di Bandung.
Begitulah peristiwa yang kemudian memantik saya untuk membuat naskah yang kemudian difilmkan. Saya merasa telah menemukan sebuah jalan untuk memasuki labirin seorang anak autis. Saya melibatkan Bima dan teman-temannya sebagai pemeran agar adil. Saya mengerti ketika harus menunggu Bima hampir satu jam untuk mengucapkan satu kalimat dialog dalam satu napas. Memang, selama ini dia pun tidak dapat berkomunikasi secara langsung. Semacam mengendapkan di dalam hatinya dan jarang diungkapkan kepada siapa pun. Kecuali, jika ia merasa nyaman dengan seseorang.
Kejutan terus berlanjut, Film Tatalu yang dinaskahi dan disutradai saya bersama Bagus Framerius sebagai asisten diputar di Perpustakaan Kemdikbud RI pada acara Sarasehan Literasi Sekolah yang diselenggarakan GLS Kemdikbud. Bahkan, karya tulis best practice tentang gagasan pendidikan inklusif yang saya ikut sertakan dalam lomba esai GTK Kemdikbud pun menjadi juara nasional.
Saya merasa menjadi anak panah, sedang Bima Satria adalah benang panahnya. Saya merasa dilesatkan ke atas dan memberitahu orang-orang melalui karya musik, tulis, dan film. Artinya, menerjemahkan pendidikan itu adalah soal bagaimana menerjemahkan cara kemanusiaan itu sendiri. Hal ini sering luput dari mata batin kemanusiaan seseorang yang sering tertutup. Saya selalu mengingat satu kalimat pensiunan guru yang kemudian menjadi kawan dalam gerakan literasi masyarakat, "Put your heart into teaching," kata Pakde Iman Suligi yang sekarang tinggal di Jember. Selamat Hari Film Nasional!
Selamat hari film juga mas :)
Yuuppzz
Selamat hari film nasional :)
Yuuuppzz
Keren banget!
Makasih, Mbak. ;)
Selamat hari film
yuuppzz