Menulis Itu, Candu!
Karl Marx mengatakan Agama adalah candu, atau aslinya ditulis dalam Bahasa Jerman, "Die Religion ... ist das Opium des Volkes" yang artinya: Agama... adalah opium bagi masyarakat.
Walau banyak orang keliru memaknai pernyataan dari Marx, nyatanya kutipan tersebut telah melegenda dengan berbagai kontroversi yang terkandung didalamnya.
Source
Baiklah, saya tidak ingin melanjutkan dan terlibat dalam pembahasan yang bisa memicu perdebatan serta berkemungkinan terputus beberapa tali persahabatan seperti ini. Saya tidak akan meneruskannya.
Disini, saya hanya bermaksud membicarakan perihal tulis-menulis. Sungguh.
Namun, sedikit terinspirasi dari pernyataan Marx tadi, ingin pula saya katakan dengan lantang bahwa, "Menulis itu; candu".
Mari kita bahas!
Awalnya saya tidak begitu tertarik dengan dunia tulis-menulis, sampai pada satu waktu, pada sebuah kegiatan mahasiswa di pulau Jawa saya bertemu dengan seorang teman asal Ambon yang kuliah disana.
Dia begitu asik menceritakan kenikmatan menuangkan jiwa imajinasi liar sekalipun untuk diabadikan dalam tulisan. Bahkan ketika kami berkemah di sebuah puncak, aku melihat nya terlarut menikmati alam untuk menumbuhkan imaji yang kemudian dituangkan nya dalam tulisan. Dia melakukan nya sampai pagi.
Peristiwa ini benar-benar jadi titik balik untuk saya. Menulis, adalah satu bentuk ekspresi manusia yang hadir saat merasa gembira, merasa sedih, dan bermacam ekspresi lainnya.
Kenapa harus menulis dan buat apa ??
Pertanyaan seperti ini seolah menjadi pembenaran akan ketidakmampuan kita untuk menuangkan ide dan pikiran dalam bentuk tulisan. Ada beberapa hal yang mengharuskan kita menulis.
Pertama, menulis adalah tradisi dan ritual intelektual. Menulis adalah cara yang ampuh untuk melatih kembali daya ingat.
Kedua, menulis adalah pembebasan. Banyak orang yang menumpahkan masalah kesehariannya dengan menuliskannya dalam catatan pribadi untuk melampiaskan apa yang mereka rasakan. Soe Hoek Gie, misalnya, menumpahkan segala kekesalan terhadap bobroknya kinerja pemerintahan kala itu kedalam bukunya yang diberi judul Catatan Harian Seorang Demonstran (CHSD).Buku yang kemudian menjadi literatur sejarah dan menjadi saksi atas kesuraman rezim Orde Lama.
Ketiga, menulis adalah alat perlawanan. Ya, menulis adalah alat keberanian diri. Sejarah mencatat banyak dari mereka yang melakukan perlawanan dengan bersenjata pena. Yusuf Qardhawi, misalnya, karena dilarang berceramah lewat mimbar, ia pun mengalihkan ceramahnya lewat tulisan melalui karya monumentalnya Al Halal Wa Haram Fi Al Islam. Pramoedya Ananta Toer (PAT), buku-bukunya lebih banyak lahir di balik jeruji besi. Walau pada masa orde baru buku-bukunya diharamkan beredar di Indonesia, namun banyak anak muda dan aktivis mahasiswa yang membaca bukunya, walau secara sembunyi-sembunyi.
Serta banyak lagi contoh lain orang yang menjadikan tulisan sebagai alat perlawanan.
Keempat, menulis adalah pekerjaan membaca. Menulis berbanding lurus dengan kegiatan membaca. Menulis menambah perbendaharaan kata dan memperkaya kosakata bagi si pembaca. Untuk menjadi penulis diperlukan keahlian memilih dan memadu kata yang seringan-ringannya agar terangkai menjadi sebuah kalimat yang mudah dipahami. Jadi, menulis adalah kegiatan membaca. Bahkan dalam Alquran, ayat pertama yang diturunkan oleh Allah SWT adalah ayat yang memerintahkan Nabi Muhammad SAW membaca: iqra’ (bacalah).
Membaca adalah menulis. Pula, menulis adalah membaca!
Maka, tidak berlebihan jika kemudian aku berkesimpulan; Menulis itu, Candu!
Ka leuh dikomentari le Kurator DekSound, bertuuuuuus!!!!
Haek kujak balas komentar dsound
Sebab Bu Padang keukah dibloe hai @rastaufik10
Luar biasa, teratur, rapi dan bermakna. Best seller
Terimakasih bang
Aku banyak belajar dari bang @munawar87
Aaahh you. Merendah gitu. Hehe
Candu adalah agama, marxis mengatakan, tetapi menulis, untuk di ingat kan kembali kapasitas otak manusia beda dengan perangkat lunak komputer yang di sebut hardist (penyimpanan data) kalau otak manusia bisa lupa kalau tidak kita tulis dan kita simpan ditempat lain. Itu guna menulis bukan untuk kecanduan tetapi bagai mana meng ekpreasi imajinasi fikiran kita kedalam bentuk tulisan.
Menulis bukan hal candu seperti kita merokok, dan bahkan sex sekalipun.
Everyone is free to argue about something, and every piece of writing does not have to be received well by all readers. You are free to argue about anything appropriate by your knowledges and from any references that you have found.It is not the time writing quotes other people's does.Try making a wisdom to follow by entire world.
I do agree with you
Jangan lupa sarapan dan memberi makan kucing :D
Yes, @irhamlingga
Menulis membuat setiap pikiran manusia bermanfaat bagi manusia selanjutnya
Menulis itu, candu!
You got a 25.00% upvote from @sleeplesswhale courtesy of @assaddam!
Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by assaddam from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.
If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.