The Tales Around Millennial Children | Dongeng di Sekitar Anak Milenial |
Bu Lela figure exactly Cek Gu Besar in Upin & Ipin series movie. Stout body with glasses that always perched on the nose. The children are reluctant to him, but he is not a scary teacher. On the contrary, Bu Lela is a mother who gives a sense of security, peace, full of virtue.
At least once a week, we heard a fairy tale from Bu Lela. The tale contains a variety of animal behavior that is a reflection of human behavior. Many of the policy values contained in it. And Bu Lela conveys a fascinating tale, though it does not imitate the sound of animals or with excessive expression. Bu Lela's voice pressure is in normal frequency.
All elementary school children love it. If Bu Lela gives a fairy tale, we gather around her. She sat in a chair, we were kneeling on a clean floor or standing there. Sometimes, there are protests from the back row. "Slide a bit. I'm not seen," a child said.
"We're not watching a movie," the other boy replied.
That's the way it is. This is not a bedtime tale because it is delivered during the day during school hours.
The stories, amazing, still made an impression until 40 years later, at least for myself.
Storytelling may no longer be the tradition of many families in the millennial era. Even if there are still families who maintain the tradition, the number is not much. Advances in communication technology such as gadgets, one of which is the reason though can not always be blamed.
Lots of benefits from storytelling. Children can learn the virtues of characters in fairy tales, imitate their intelligence, form honest, kind, and caring characters. The tale also provides an unlimited wealth of inspiration to the children.
In addition to the school, at home I also often hear fairy tales from grandmother. The stories, I still remember until now, long after the grandmother went to God and I now have children who are teenagers. Storytelling also trains communication and concentration skills for children. They have the ability to visualize a story. Finally, storytelling also brings closer the emotional connections of parents and children.
When two little girls, I also tell stories. One night I told the story of a frog who wanted to be a bull. The frog who wants to have a body like an ox, raises his body until it erupts. My daughter immediately protested; "Impossible. The frog isn’t a balloon. "
Listen it please. Children are now much more critical. Fairy tales must be modified in order to become more interesting.
In the midst of the advancement of such a fast-paced era as now, being a storyteller including a rare profession that is still needed. Children need tales as part of character education. Don’t let children search for their own fairy tales inside the gadget, because they may find special adult tales, and nothing NSFW di the gadget.[]
Dongeng di Sekitar Anak Milenial
Sosok Bu Lela persis Cek Gu Besar alias kepala sekolah di serial Upin & Ipin. Bertubuh tambun dengan kaca mata yang selalu bertengger di hidung. Anak-anak segan padanya, tetapi dia bukan guru yang menakutkan. Sebaliknya, Bu Lela seorang ibu yang memberi rasa aman, damai, penuh kebajikan.
Minimal seminggu sekali, kami mendengar dongeng dari Bu Lela. Dongeng berisi berbagai perilaku binatang yang merupakan cerminan dari perilaku manusia. Banyak nilai kebijakan yang terkandung di dalamnya. Dan Bu Lela menyampaikan dongeng dengan menarik, meski tidak menirukan suara binatang atau dengan eskpresi berlebihan. Tekanan suara Bu Lela pun berada dalam frekuensi normal.
Semua anak SD menyukainya. Kalau Bu Lela menyampaikan dongeng, kami berkumpul di sekitarnya. Beliau duduk di kursi, kami bersimpuh di lantai yang bersih atau ada yang berdiri. Terkadang, ada protes dari barisan belakang. “Geser sedikit. Aku tidak kelihatan,” kata seorang anak.
“Kita bukan sedang menonton film,” balas anak yang lain.
Begitulah suasananya. Ini memang bukan dongeng menjelang tidur karena disampaikan siang hari di jam-jam sekolah.
Kisah-kisah itu, menakjubkan sekali, masih membekas sampai 40 tahun kemudian, setidaknya bagi saya sendiri.
Mendongeng barangkali bukan lagi menjadi tradisi banyak keluarga di era milenial. Kalaupun masih ada keluarga yang mempertahankan tradisi tersebut, jumlahnya tidak banyak. Kemajuan teknologi komunikasi seperti gadget, salah satunya menjadi alasan meski tidak bisa selalu disalahkan
Banyak sekali manfaat dari mendongeng. Anak-anak bisa belajar kebajikan dari karakter tokoh dalam dongeng, meniru kecerdasannya, membentuk karakter yang jujur, baik, dan peduli sesama. Dongeng juga memberikan kekayaan inspirasi tak terbatas kepada anak-anak.
Selain di sekolah, di rumah saya juga sering mendengar dongeng dari nenek. Kisah-kisahnya, masih saya ingat sampai sekarang, jauh setelah nenek pergi menghadap Allah dan saya kini sudah memiliki anak-anak yang sudah remaja. Mendongeng juga melatih kecakapan komunikasi dan konsentrasi bagi anak-anak. Mereka memiliki kemampuan memvisualkan sebuah kisah. Terakhir, mendongeng juga mendekatkan hubungan emosional orang tua dan anak.
Ketika dua anak perempuan masih kecil, saya juga mendongeng. Pernah suatu malam saya menceritakan kisah katak yang ingin menjadi lembu. Si katak yang ingin memiliki tubuh seperti lembu, membesarkan badannya sampai meletus. Anak saya langsung protes; “Tidak mungkin. Memangnya katak itu balon.”
Begitulah. Anak-anak sekarang jauh lebih kritis. Dongeng pun harus dimodifikasi agar menjadi lebih menarik.
Di tengah kemajuan zaman yang serba terburu seperti sekarang, menjadi pendongeng termasuk profesi langka yang tetap dibutuhkan. Anak-anak butuh dongeng sebagai bagian dari pendidikan karakter. Jangan biarkan anak-anak mencari sendiri dongeng di dalam gadget, sebab bisa jadi mereka menemukan dongeng khusus dewasa dan tidak ada NSFW di gadget.[]
Saya malah bikin dongeng sains supaya anak bisa lebih gampang menyerap ilmu pengetahuan alam dan supaya persepsi dongeng yang banyak seputar mitos juga bisa dipetik hikmahnya, tidak hanya sekedar mitos.
Dongeng sains, wah, ini sesuatu yang sesuai denagn perkembangan zaman, Sista @mariska.lubis. Bisa dikembangkan menjadi sebuah buku.
Iya bener bang. Cuma ya sulit dijaman skrg. Anak-anak sangat cepat mengenal gadget sekarang. "Ga ada hp, ga mau sekolah". Saya pernah dengar omongan seorang ayah ttg anaknya di konter hp abang saya. 😤😓
Orang terkaya di dunia Bill Gates, malah melarang anaknya menggunakan HP sampai berusia 14 tahun. Memang sulit melarang anak memegang HP zaman sekarang, tetapi minimal bisa membatasi mereka jangan terlalu tergantung dengan HP dan memastikan untuk apa ia memegang HP.
Salam kenal bg @ayijufridar Follow akun kami
Iya benar bang. Intinya cuma ada dua manfaat hp buat anak-anak. Untuk komunikasi dengan orang terdekat dan menambah ilmu pengetahuan.
Teknologi selalu memiliki dua sisi, positif dan negatif. Semoga kita bisa memaksimalkan ilai positifnya. Happy weekend @fanie27. Saleum.
Amin. Semoga. Salam kembali, bang. @ayijufridar
Waah, keluarga yang harmonis.. Mantap
Harmonis di tengah keindahan suara harmonika...
Seharusnya Orang tua jaman sekarang tidak memanjakan anaknya secara berlebihan, seperti membeli Gadget
Iya benar bang. Kayaknya profesi ini bernasib sama seperti pengrajin rencong. Dua profesi yang aga susah dijadikan petokan hidup dengan berbagai masalah di dalamnya. Semoga nanti dogeng menjadi bagian penting dari kehidupan pendidikan kita.
Kita ini sebenarnya juga menjalani profesi sebagai pendongeng, meski secara teks. Di Steemit, kita menjadi pendongeng zaman now. Saleum literasi @apilopoly.
Pas x bg @ayijufridar, melalui dongeng kita bisa menumbuhkan imajinasi anak.
Dengan arahan yg tepat, imajinasi tsb bisa diwujudkan kelak menjadi profesinya.
Mendongeng juga bagian dari pendidikan karakter @jamanfahmi. Kebiasaan mendongeng harus dilanjutkan meski sesibuk apa pun orang tuanya.
Saya malah bikin dongeng sains supaya anak bisa lebih gampang menyerap ilmu pengetahuan alam dan supaya persepsi dongeng yang banyak seputar mitos juga bisa dipetik hikmahnya, tidak hanya sekedar mitos.
Mungkin bisa disisipkan ttg naga yg mengeluarkan api merah dan biru kak @mariska.lubis, jd penjelasan bisa merujuk k tulisan saya..
Hehehe
It's saddening that the noble act has lost its place in this era of civilization. I remember vividly, listening with rapt attention to these stories when I was younger. Aside the lessons, it's another time to intermingle with other kids in our society then. Unlike what we have now, then, our society is just one big FAMILY.
I am agree with your opinion @seento. The family is the first educational institution for children. The habit of storytelling is a part of education that must be preserved amid advances in information technology.
Saya pernah ikut pelatihan mendongeng bersama sebuah lembaga anak di Jakarta. Kala itu semua pesertanya adalah wartawan. Sampai kemudian terbentuk komunitas Jurnalis Mendongeng. Komunitas ini sempat aktif mendongeng di banyak tempat.di Jakarta. Tapi kemudian -- karena kesibukan masing-masing --kemudian aktivitas itu terhenti. Padahal mendongeng sangat penting bukan hanya penting bagi ana untuk melatih imajinasi mereka, juga penting untuk menghibur mereka yang sedang berduka (akibat bencana dll) sebagai bagian dari pemilihan trauma.
Jadi ingat waktu Fira kecil, Kak Widya rajin membaca dongeng.
Bisa neh, Bang @musismail melatih para wartawan atau Steemians di Aceh cara mendongeng. Kabarnya, di Jakarta ada profesi mendongeng, ya?
Keluarga sebagai tempat produksi utama.
jalan masa depan anak-anak dimulai dari keluarga.
utamakan langkahnya benar sejak dari keluarganya.
Salam
Mawardi
Chapter Fame Lhoks Seumawe
https://steemit.com/introduceyourself/@steemitilmu/introduce-yourself-1051fd8d2d835