Pejuang
Matahari belum sepenuhnya terbit ketika Arman keluar dari rumah. Udara masih dingin, jalanan masih sepi, tetapi ia harus segera berangkat. Seperti biasa, ia mengayuh sepedanya melewati gang-gang kecil menuju pasar tempatnya bekerja.
Sejak kecil, hidup Arman tak pernah mudah. Ayahnya meninggal saat ia masih bersekolah, meninggalkan ibunya dan tiga adik yang masih kecil. Sebagai anak sulung, ia tak punya banyak pilihan selain berhenti sekolah dan mulai bekerja. Ia pernah menjadi kuli panggul di pasar, tukang cuci piring di warung, hingga berjualan keliling demi membantu keluarganya bertahan.
Hari ini pun sama. Arman bekerja sebagai tukang ojek online, menerima setiap pesanan tanpa mengeluh. Panas terik atau hujan deras, ia tetap berada di jalanan, mengantarkan orang-orang ke tujuan mereka. Setiap uang yang ia kumpulkan bukan hanya untuk dirinya, tetapi untuk ibunya yang mulai renta dan adik-adiknya yang masih berjuang menyelesaikan pendidikan.
Kadang lelah itu terasa. Kadang ia ingin menyerah. Tetapi setiap kali melihat senyum ibunya ketika ia pulang membawa uang belanja, atau melihat adik-adiknya belajar dengan giat, ia tahu bahwa perjuangannya tidak sia-sia.
Pejuang bukan hanya mereka yang mengangkat senjata di medan perang. Pejuang adalah mereka yang bertahan, yang tidak menyerah meski hidup terus menantang. Dan bagi Arman, perjuangan ini masih panjang—tetapi ia tidak akan berhenti.