Kisah Bapakku
Bapakku adalah pria yang jarang berbicara, tetapi dari caranya bekerja, aku tahu ia adalah seseorang yang penuh kasih. Sejak kecil, aku melihatnya bangun sebelum matahari terbit, menyiapkan segala sesuatu sebelum berangkat ke ladang. Tangannya kasar, kulitnya terbakar matahari, tetapi senyumnya selalu ada setiap kali ia pulang ke rumah.
Aku ingat ketika hujan deras mengguyur desa kami. Aku masih kecil saat itu, menangis ketakutan karena suara petir yang menggelegar. Namun, bapak datang, menggendongku ke dalam pelukannya, dan berkata, "Jangan takut, Nak. Hujan akan berhenti, dan matahari akan bersinar lagi." Kata-katanya sederhana, tetapi terasa begitu menenangkan.
Bapak bukan orang yang kaya, tetapi ia memberi kami segalanya. Ia mengajarkanku tentang kejujuran, tentang bagaimana bekerja keras tanpa mengeluh, dan tentang pentingnya menjaga keluarga. Bahkan ketika tubuhnya mulai melemah seiring bertambahnya usia, semangatnya tetap sama—bekerja, memberi, dan mencintai tanpa meminta balasan.
Kini, saat aku telah dewasa, aku memahami betapa besar pengorbanannya. Aku melihat guratan lelah di wajahnya, tetapi di balik itu ada kebanggaan. Bapakku mungkin bukan orang yang dikenal banyak orang, tetapi bagiku, ia adalah pahlawan sejati.
Karena tanpa bapak, aku tidak akan menjadi seperti sekarang.