Kenangan Manis
Suatu sore yang hangat, berada di halaman depan rumah nenek, aku menghirup suhu teh melati yang baru saja aku seduh. Angin sepoi-sepoi membawa kenangan masa lampau yang terpampang di kepala—kenangan masa kecil yang terlena dalam senyum dan tawa
Aku ingat betapa kami dan sepupu-sepupuku tercinta gempar bermain di halaman belakang, petak umpet pagian, diam di luar fakta matahari sudah terbenam. Nenek selalu mempersiapkan camilan kesukaan kami, pisang goreng manis dan teh. Kami biasanya duduk-melingkar di meja ruang tamu dari lantai kayu, mendengarkan nenek menjelaskan cerita lama sembari segar.
Salah satu kenangan yang paling nampak ketika aku les renang sendiri. Ayah selalu berlari di belakangku dan menggenggam kursi, “jangan takut si kecil, kamu pasti bisa!” “ epak,” sebelum aku berhasil mengayuh sepeda, mataku membayang ke belakang dan ayah sedang dihampiri dengan senyum bangga pasti.
Waktu yang berlalu dan sekarang segalanya berbeda. Tetapi, saat aku menyeruput teh melati atau mencium aroma pisang goreng, mataku serasa terasa kenangan manis itu beredar—hangat, akrab, dan tak akan pernah pudar.