Kisah Batu Menangis
Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan dan sungai jernih, hiduplah seorang janda miskin dengan anak perempuannya yang cantik. Gadis itu memiliki wajah yang sangat menawan, namun sayangnya, ia tumbuh menjadi seseorang yang angkuh dan tidak pernah menghargai ibunya.
Ibunya bekerja keras setiap hari, mencari kayu bakar di hutan dan menjualnya ke pasar untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Meskipun hidup sederhana, sang ibu selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya. Namun, gadis itu tidak pernah merasa puas. Ia sering mengeluh, merasa malu dengan kehidupan miskinnya, dan bahkan sering memperlakukan ibunya dengan kasar.
Suatu hari, saat sang gadis sedang berjalan ke pasar bersama ibunya, mereka melewati desa yang ramai. Gadis itu merasa malu berjalan di samping ibunya yang berpakaian lusuh. Ia takut orang-orang tahu bahwa wanita tua itu adalah ibunya. Saat beberapa orang bertanya, "Siapa wanita tua itu?" dengan wajah merah karena malu, sang gadis menjawab, "Dia hanyalah pembantuku."
Sang ibu terkejut dan sedih mendengar jawaban itu. Air matanya mulai mengalir, tapi ia tetap diam. Mereka terus berjalan hingga mencapai sungai di dekat bukit. Sang ibu akhirnya tidak bisa menahan kesedihannya. Dengan suara bergetar, ia berkata, "Anakku, bagaimana mungkin kau malu mengakui ibumu sendiri? Aku telah membesarkanmu dengan penuh kasih sayang, namun kau memperlakukanku seperti ini."
Tiba-tiba, langit yang cerah berubah menjadi gelap. Awan mendung berkumpul, dan angin bertiup kencang. Gadis itu merasa ketakutan, tubuhnya mulai terasa kaku, dan perlahan kakinya berubah menjadi batu.
Ia menangis dan memohon ampun, tapi semuanya sudah terlambat. Seluruh tubuhnya berubah menjadi batu, hanya air mata yang terus mengalir dari kedua matanya, membentuk aliran kecil di tepi bukit.
Penduduk desa yang melihat kejadian itu menganggapnya sebagai peringatan agar selalu menghormati dan menyayangi orang tua. Batu itu kemudian dikenal sebagai Batu Menangis, sebuah simbol penyesalan yang datang terlambat.
Sejak saat itu, cerita tentang Batu Menangis terus diceritakan dari generasi ke generasi, mengingatkan semua orang untuk tidak pernah melupakan kasih sayang dan pengorbanan seorang ibu.