Beragama Untuk Bertuhan

in #sosial3 years ago

hand-6676763_1280.jpg (Source: Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Agama dan Tuhan dalam dunia ide dan akal manusia eksistensinya berada jauh di langit ke tujuh. Hal ini menunjukkan umat manusia dominan memahami agama sebagai ajaran doktrinisasi. Hal ini menjadikan kebanyakan umat memahami bahwa urusan Agama hanya untuk hal yang tidak kasat mata. Akibatnya Agama dan Tuhan sering dirasa sebagai unsur metafisika /tak kasat mata yang selalu diingat untuk alat meminta dan memperoleh kenikmatan duniawi melalui jalan keajaiban.

Para ahli ibadah dalam menyerukan keutamaan agama seringkali mengupas fungsi dan kegunaan agama dalam lingkup spiritual jarang sekali menyerukan bahwa agama memiliki fungsi universal baik dalam hal spritual, karir, kesehatan, dan tatanan hidup duniawi lainnya. Fenomena ini menjadikan umat beragama cenderung memisahkan agama dan pengetahuan dunia dalam menjalani dinamika kehidupannya.

Dengan keterbatasan pengetahuan dan teknologi yang ada pada saat ini, agama mungkin sangat sulit dibuktikan secara rasio dan logika. Agama yang diukur dengan alat empiris sangatlah kompleks dan memerlukan rumusan turunan yang rumit, variabel yang multi variabel serta menggunakan banyak parameter dan multi disiplin keilmuan dalam menganalisa eksistensi Agama.

Pada umumnya para ilmuan yang menganut mahzab empiris sering sekali memulai merumuskan tesis agama untuk mencari keberadaan Tuhan, Tuhan yang materialisme. Pengungkapan yang sulit dan tidak menemukan hasil membuat para ilmuan secara pragmatis menyimpulkan bahwa Tuhan itu tidak ada, walaupun secara fakta apabila dikaji dan ditelaah output dan outcome sebuah agama, bahwa selama ini agama terbukti efektif menata tatanan sosial yang adil dan beradab. Mungkin akan lebih bijak dalam pengungkapan Tuhan dimulai dari pengungkapan nilai daripada pengungkapan yang materialisme.

Begitulah kira-kira bagaimana sulitnya untuk memahami Agama secara empiris, Maka dari itu banyak para pemuka Agama mengajarkan agama secara doktrin dan menyerukan umat untuk memahami agama secara dogma.

Dari sisi umat beragama. Doktrinisasi yang sering diterima oleh umat beragama, membuat umat beragama jarang bertanya kepada dirinya sendiri tentang apa itu agama, bagaimana ekosistem kerjanya dan terminologi ritual ibadah yang dilakukan. Akibat doktrinasi tanpa landasan ini menggiring umat beragama memahami agama secara dogma dan berujung pada keraguan berpikir dan bertindak. Kemudian bagi yang malas dalam bernalar sering kali mengalami Kerancuan berpikir yang berujung menganut paham sekulerisme bahwa agama tidak ada hubungannya dengan ilmu terapan dunia.

Seringkali kerancuan ini membuat umat beragama menggunakan agama untuk berlindung dan melakukan pembenaran kesalahannya dengan atas nama agama. Fenomena ini sering dijumpai dalam hal mengekang hak-hak wanita, menjadi alat untuk memperoleh kekuasaan bahkan untuk melakukan tindakan terorisme.

"Jadilah umat beragama yang taat maka kenikmatan duniawi akan dipenuhi Tuhan", "kamu sabar maka nanti keinginanmu tentang duniawi akan kamu peroleh". Fatwa ini selalu menjadi daya tarik bagi umat beragama untuk mempercayai bahwa Tuhan itu ada, Agama itu ampuh. Jarang sekali umat beragama memikirkan apakah sholat dapat mempengaruhi kinerja dan meningkatkan akselerasi daya juang seorang manusia dalam menyelesaikan segala permasalahan yang ada di kehidupannya. Lalu pertanyaannya Apa benar orang beragama itu ingin balik ke kampung halamannya yang mana di kampung halaman itu nihil unsur duniawi atau mereka ingin kekal di dunia dan ingin menggenggam kenikmatan duniawi yang fana?

Agama bukanlah Tuhan, melainkan alat Tuhan untuk mengenalkan dirinya kepada kita tentang Adanya Tuhan, Agama seharusnya mengantarkan kita kepada kesadaran bahwa adanya nilai yang luhur dari segala nilai yang ada di dunia. Agama akan mengantarkan kita ke semesta ketuhanan, di mana ruang semesta ketuhanan tidak terikat unsur materialisme. Di sana hanya ada ketenangan yang ditopang rasa keadilan dan ketepatan.

Agama adalah alat bagi manusia untuk mengetahui bahwa ada Tuhan yang menjadi bagian penting di diri sendiri dan di kehidupan itu sendiri. Dengan mendengarkan, membaca dan memaknai ajaran yang melekat pada ajaran Agama diharapkan umat beragama dapat memahami apa itu adil, mana yang tepat, mana yang baik dan buruk. Sebagaimana sifat-sifat Tuhan yang melekat pada Tuhan

Dalam beragama pada umumnya terdapat beberapa metode pemahaman nilai agama yang sering digunakan antara lain.

  1. Taklik
  2. Ijtihad

Taklik adalah tahap dimana seorang umat beragama diminta untuk mengikuti semua aturan agama yang diajarkan gurunya atau aturan agama secara tekstual tanpa harus memikirkan apa epistemologi ajaran tersebut, bagaimana premis ajaran tersebut menjadi sebuah aturan baku. Disinilah agama ditempatkan pada ajaran dogma. Taklik adalah tahapan penting bagi seseorang yang baru mengimani Tuhan. Hal ini dikarenakan pada umumnya tidak dapat dipungkiri bahwa manusia memiliki batas nalar dan kemampuan berpikir yang beragam kapasitasnya. Untuk itu metode taklik sering kali disarankan menjadi cara seseorang untuk dapat mengenal agama, memahami agama hingga mengenal Tuhan.

Dalam Taklik sendiri terdapat syarat2 yang harus dilakukan.
A. Untuk seorang murid

  1. Harus percaya kepada guru
  2. Sabar
  3. Harus taat dengan kurikulum yang diberikan guru (dalam makna positif)
  4. Memiliki modal tenaga, pikiran dan harta

B. Bagi seorang Guru

  1. Sabar dengan muridnya,
  2. Paham kapasitas muridnya,
  3. Tanpa pamrih,
  4. Ahli dalam ilmu yang diajarkan, baik secara teori dan prakteknya

Syarat-syarat di atas merupakan faktor utama untuk dapat menyerap sebuah ilmu. Dua syarat tersebut saling terkait antara murid dan gurunya dan tidak dapat terpisahkan. Apabila dirasa sulit untuk menyerap ilmu di suatu majelis maka diperlukan evaluasi dari syarat-syarat seorang murid dan syarat-syarat seorang guru.

Proses Taklik ini juga akan mengenalkan umat untuk memahami aturan dasar, acuan dasar dan pedoman hidup berdasarkan ajaran agama, aturan ini apabila dijalankan dengan sungguh-sungguh, dilakukan secara rutin, maka proses ini akan membuka pintu pemahaman umat beragama untuk dapat mengetahui nilai luhur dalam beragama. Contohnya. Agama mengatur kewajiban sedekah bagi umat beragama, rutinitas dalam bersedekah akan menyadarkan bahwa sedekah merupakan alat untuk nilai kemanusiaan, sebagai wujud simpati, membantu yang lemah serta untuk menekan ketimpangan ekonomi finansial yang bermuara pada upaya menjaga kestabilan kondisi sosial masyarakat.

Setelah dapat memahami nilai dan maksud dari sebuah ajaran agama dengan tepat, maka akan dibukakan akal dan pikiran, serta kemampuan untuk tepat dalam menilai sebuah fenomena yang ada di kehidupan. Akal dan pikiran yang terbuka akan mengarah kepada ketajaman berpikir. Ketajaman berpikir akan memicu melakukan ijtihad. Berijtihad menggiring umat beragama untuk dapat memahami peran dan fungis agama lebih detail serta dapat melakukan pengamalan ilmu agama dalam spektrum yang lebih luas. Hal ini memicu peran dan fungsi Agama dapat digunakan pada waktu kapan saja, subjek dan objek apa saja .

Dalam berijtihad perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

Dalam berijtihad ada beberapa hal yang perlu diketahui:

  1. Ijtihad secara subjektif, dimana pemahaman dari sebuah ajaran hanya dapat berlaku secara personal,
  2. Ijtihad secara objektif, yaitu pemahaman yang dapat berlaku secara personal dan secara umum.

Baik itu ijtihad secara subjektif maupun objektif. dalam menghasilkan gagasan dan pemahaman perlu dipertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Etika
  2. Ketepatan
  3. Estetik atau keindahan
  4. Berdasarkan pokok pikiran utama dan menghasilkan nilai dan output, kebaikan dan keadilan.

Disinilah kita sebagai manusia berperan penting dalam mencerna aturan Tuhan. Tuhan telah memberi alat berpikir berupa akal dan pikiran serta indrawi yang dapat menangkap tanda-tanda dari Tuhan. Semua pasti berawal dan berakhir kepada Tuhan, namun perjalanan dari awal menuju akhir tersebut tuhan juga memberikan kita wahana dan fasilitas untuk dapat mengusahakan dan mewujudkan kebaikan dan keadilan tersebut berdasarkan aturan yang ada dan pemahaman kita sebagai makhuk bertuhan.

Agama mengajarkan kita untuk hati-hati dalam mengetahui batasan dalam bertindak. Agama bertujuan untuk menciptakan keseimbangan melalui ajaran-ajaran luhurnya. Namun sering kali dalam beragama proses Taklik sering kali diremehkan oleh kaum awam umat beragama, mereka berpikir secara bebas tanpa mempertimbangkan bagaimana etika, estetikanya dan ketepatannya, akibatnya, sering kita jumpai pembenaran yang mengatasnamakan Agama. Beragama merupakan wujud dari kesadaran seorang insan untuk sadar akan kehadiran Tuhan dan untuk apa Tuhan menciptakan semesta.