Sepak Bola Lalu (Kaya) Bahagia
Bola bundar, melingkar bulat simetris dilapisi kulit sintetis selalu menjadi pusat perhatian masyarakat dunia. Permainan sepak bola yang familiar dari penjuru desa hingga perkotaan tidak lagi terbendung untuk menjadikan olahraga ini bertransformasi menjadi budaya dunia.
Banyak kalangan masyarakat dipastikan pernah melakukan permainan atau olahraga sepak bola ini. Permainan sepak bola biasanya dimulai dengan rasa bahagia dan diakhiri dengan bahagia. Kalah atau menang, para pemain sepak bola akan selalu melanturkan ke lawan mainnya. "besok kita main lagi ya", begitulah dialektika yang sering kami anak-anak lakukan ketika waktu masih kecil bermain bola bersama teman-teman kampung. Kebiasaan ini kami lakukan karena terinspirasi dari para pemain profesional kelas kampung, yang sering melontarkan perkataan ke lawannya pada saat turnamen Tarkam (Antar Kampung). "Besok main lagi ya, tak akui kali ini aku kalah besok gantian kalian yang kalah" (sambil merangkul lawan main).
Jujur saya kagum olahraga ini dari bangku sekolah dasar hingga saat ini, walaupun dari tahun ke tahun mulai kecewa dengan apa yang terjadi oleh objek sampingan yang menunggangi olahraga ini. Kalau dipikir kembali mengapa saya waktu kecil tertarik dengan olahraga ini karena.
- Media untuk meredam sifat sombong,
- Menjadi alat untuk meningkatkan perkembangan emosional,
- Salah satu metode untuk peka, peduli sehingga mampu meningkatkan kemampuan kerjasama kelompok,
- Salah satu cara olah tubuh atau raga dalam meningkatkan kekuatan fisik dan menjaga kesehatan raga.
Jujur pada saat itu tidak terpikirkan bahwa dengan menekuni olahraga ini akan membuat saya menjadi orang kaya raya. Motivasi kami pada saat itu tidak lain bagaimana caranya agar lincah seperti Ronaldo, Tangguh Seperti Paolo Maldini, Memiliki tendangan ampuh seampuh Batistuta, semua bermuara pada fantasi untuk bisa meniru Sang Idola.
Akan tetapi seiring dewasa pandangan saya ke olahraga ini mulai condong ke Arah bahwa sepak bola apakah dikuasai oleh industri Kapitalis. Seandainya waktu masih kecil kami diberikan Tuhan untuk memahami bahwa semua pertandingan sepak Bola yang kita anggap kebahagiaan itu ternyata ditunggangi oleh para konglomerat yang sama sekali tidak peduli dengan apapun kecuali keuntungan cuan yang mendongkrak kekayaannya mungkin sepak bola tidak lagi kami jadikan aktifitas sehari-hari pada saat pulang sekolah.
Kalau dipikir-pikir manusia era saat ini terlalu peka terhadap profit finansial, hal yang disukai secara masif akan dengan mudah dikonversikan menjadi ladang bisnis, pandangan saya bahwa sepak bola telah dikuasai industri kapitalis dikuatkan dari data harga tiket yang saya peroleh dari salah satu ecommerce yang menjual tiket pertandingan liga inggris, dimana saya menemukan bahwa tidak tanggung-tanggung harga tiket liga Inggris saja contohnya di tahun 2022 dimulai dari 400 ribuan hingga 13 Jutaan rupiah untuk satu tiketnya. Semakin banyak fans club bola yang akan bermain semakin tinggi pula harga tiket yang dijual oleh pihak penyelenggara.
Tidak dapat dipungkiri kalau penyelenggaraan pertandingan sepak bola memerlukan biaya operasional . Mulai dari biaya belanja modal untuk biaya operasional penyelenggara dan club, gaji para pemain dan direksi dan pegawai klub, gaji para pegawai penyelanggara, gaji para pengurus dan pengeluaran untuk pembiayaan operasional teknis dan perizinan di instansi dan lembaga yang terkait.
Secara teori bisnis belanja modal tinggi pasti memerlukan pendapatan laba yang tinggi, perlu kita ketahui selain bersumber dari tiket, belanja modal juga didukung dari sponsor, hak siar dan penjualan merchandise. untuk memenuhi biaya operasional pengelola pendapatan harus bekerja keras untuk memenuhi target pendapatan tersebut. Tingginya tuntutan target penghasilan yang harus diperoleh menggiring pertandingan sepakbola menjadi industri kapitalis.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dunia sepak bola dipaksa harus ikut ekosistem industri kapitalis, antara lain.
Trend Hedonisme dari tahun ke tahun semakin meningkat
Gemerlapnya hiburan dan alat-alat yang di jual dipasar dapat menumpulkan kesadaran para pelaku tim sepak bola
untuk mengetahui mana itu kebutuhan dan mana keinginan. Pola hidup mewah, pembelian barang mewah,
mengadakan pesta mewah, konsumtif yang berlebihan membuat pengeluaran meledak tak terkendali. akibatnya
gaji yang diperoleh sebagian besar habis untuk hal-hal yang aslinya tidak diperlukan.Hal ini secara otomatis menggiring para fans untuk ikut dalam trend hedonisme tersebut, para fans digiurkan
dengan merchant yang mahal dengan nilai jual bahwa merch tersebut otentik dengan baju bola yang digunakan
para pemain bola yang diidolakan.Orientasi bisnis tidak lagi memandang nilai-nilai sportifitas
Demi meraup keuntungan yang besar banyak dari klub sepakbola ataupun pemain meninggalkan nilai-nilai luhur
dari sebuah acara penyelenggaraan sepak bola. Tujuan sehat dan sportifitas disulap menjadi dunia hiburan. Tidak
heran kalau dunia olahraga disokong oleh produk yang bertentangan dengan tujuan dari olahraga. kemudian tidak
heran lagi kita melihat pertandingan sepak bola, grafis dan narasinya dibuat seakan-akan anda melihat ajang hidup
mati, tujuan sepak bola hanyalah sebuah kemenangan kalau kalah itu memalukan.Stigma yang keliru ini secara tidak langsung membentuk mental pemain tidak lagi sportif dalam bertanding, dan
mirisnya lagi para fans sering tawuran hanya masalah menang kalah hingga harus mengorbankan nyawa.
Untuk membuat arus kas lancar kehadiran fans untuk mendukung tim sepak bola dilakukan dengan menggunakan mekanisme pembelian tiket, pembelian merchandise, parkir, dan nilai jual hak siar dll. Hasil dari penjualan tiket dan merchandise dirasakan bermanfaat bagi penyelenggaraan, tingginya permintaan pembelian tiket menjadikan sepak bola ini menjadi salah satu komoditas bernilai di dunia, Hal inilah yang memicu penyelenggaraan sepak bola menjadi semakin industrialis.
Apapun kegiatan yang berorientasi kepada penumpukan harta seringkali membuat sebuah individu ataupun kelompok terkena virus korup, hal ini apabila tetap diteruskan hati-hati kalau saja sepak bola jauh dari sprotfi