KRISIS KOMITMEN DAN INTEGRITAS DIRI .. TELAAH SINGKAT PATOGENEALOGI IDE ...
OLEH : MANG DARMAN
TUKANG OJEG BUAH BATU
Saya teringat pada sebuah Diktum hukum klasik mengatakan, Pacta sunt servanda yang artinya:
perjanjian dimaksudkan untuk dijalankan.
Ketika kita menyetujui sesuatu, kita terikat untuk menjalankannya.
Saya mencoba menafsir ulang makna dari kata martabat manusia di dalam filsafat politik. Di dalam filsafat politiknya, martabat manusia dipahami sebagai hak dan kemampuan seseorang untuk memperoleh alasan yang kuat dari berbagai kebijakan dan tindakan yang mempengaruhi dirinya. Pengandaian dasar dari argumen ini sejalan bahwa setiap orang harus ikut serta secara aktif di dalam proses pembuatan kebijakan yang nantinya harus ia patuhi.
Di tingkat nasional, pelanggaran janji juga merupakan sesuatu yang biasa terjadi. Para politisi mengabaikan janjinya kepada rakyat, ketika mereka sudah terpilih menduduki jabatan tertentu. Para wakil rakyat juga berubah menjadi sombong dan tak peduli, ketika mereka duduk di parlemen. Rakyat pun merasa sakit hati, karena seringkali ditipu oleh para politisi yang doyan ingkar janji.
Hal yang sama juga terjadi di dalam hubungan antar manusia. Rumah tangga pecah, karena salah satu pasangan berselingkuh, atau melanggar janji yang telah mereka ucapkan sebelumnya. Akibatnya, semua pihak menderita, terutama ketika keluarga tersebut sudah memiliki anak. Ingkar janji biasanya terjadi, karena rayuan nikmat sesaat, walaupun kemudian menghancurkan segalanya.
Hubungan bisnis pun tak jauh dari ingkar janji. Pembeli ditipu rayuan iklan dan promosi. Kontrak bisnis diingkari demi meraup keuntungan sesaat semata. Tipu menipu telah menjadi paradigma bisnis yang baru, sehingga menghasilkan suasana dunia usaha yang penuh kekotoran dan kebohongan.
Inilah Krisis Komitmen dan Integritas. Hidup bersama menjadi mungkin, karena ada perjanjian antar manusia yang ada di dalamnya. Ketika perjanjian itu dilanggar, maka hidup bersama pun akan sulit dijalankan. Konflik lalu terjadi, akibat janji-janji palsu yang bertebaran. Orang hidup dalam ketakutan dan kecemasan, karena kata dan komitmen yang kehilangan artinya.
Jelaslah, kita hidup di abad krisis komitmen.
Ratusan perjanjian dibuat antara berbagai pihak. Namun, ketika keadaan berubah, semua dipatahkan, tanpa ada keraguan.
Mengapa krisis komitmen di berbagai tingkat kehidupan ini bisa terjadi?
Lalu apa akar dari Krisis Komitmen?
Ada tiga hal yang mesti diperhatikan;
Pertama, janji diingkari, ketika kepentingan sempit menjadi yang utama, dan kepentingan bersama yang lebih luas terabaikan. Kepentingan sempit adalah kepentingan untuk mempertahankan diri dengan mengorbankan kepentingan maupun diri orang lain. Ketika kepentingan sempit menjadi satu-satunya yang penting, maka janji dengan pihak lain pun dengan mudah terabaikan.
Kedua, kita hidup di abad yang penuh ketakutan. Senjata tidak menjamin keamanan, dan kemakmuran tidak menjamin ketenangan batin.Sebaliknya yang terjadi. Semakin banyak senjata kita buat, semakin kita pun merasa tidak aman. Semakin makmur hidup kita secara ekonomi, semakin kita merasa takut akan kehilangan itu semua.
Ketiga, ketakutan itu membuat kita lupa akan nilai-nilai terpenting dalam hidup, seperti kejujuran, kesetiaan dan ketulusan. Akibatnya, tindakan kita dipenuhi dengan kekacauan berpikir yang akan menciptakan masalah yang lebih besar.
Bagaimana kita membongkar ketakutan? Untuk mengembalikan janji dan komitmen sebagai sesuatu yang mesti dijalankan, akar dari rasa takut yang ada perlu untuk dibongkar. Kita, dan terutama para pemimpin dunia, perlu menyadari tiga hal penting dalam hidup;
Pertama, dunia adalah perubahan itu sendiri. Ketakutan berarti menyangkal fakta alamiah tersebut. Orang perlu untuk bersiap menghadapi perubahan yang pasti terjadi di semua tingkat kehidupan manusia. Disini dibutuhkan ketenangan batin dan kejernihan berpikir.
Kedua, dunia adalah kesaling-terhubungan itu sendiri. Dunia adalah jaringan antara segala sesuatu yang terkait dengan segala sesuatu. Perubahan di satu tempat akan membawa perubahan di tempat lain. Jika ini disadari, maka rasa takut akan secara alami sirna, karena kita tidak pernah sendirian menghadapi segala tantangan kehidupan.
Tiga, kita juga perlu menyadari jati diri kita yang sebenarnya. Kita bukanlah identitas sosial kita yang rapuh dan sementara, melainkan mahluk semesta yang terhubung dengan seluruh jagad raya.
Orang ingkar janji, karena mengira, kepentingannya lebih tinggi dari pihak lain.
Ia lupa, bahwa orang lain juga terhubung dengan dia. Kesulitan orang lain juga adalah kesulitannya. Penderitaan orang lain juga adalah penderitaannya. Orang juga ingkar janji, karena ia merasa takut. Ketakutan membuat kejernihan berpikir hilang, dan orang melakukan tindakan-tindakan bodoh yang merusak banyak hal.
Jalan keluar dari semua ini adalah perubahan pemahaman tentang kehidupan itu sendiri. Orang perlu menyadari, siapa mereka sebenarnya. Baru dengan begitu, mereka bisa menemukan kedamaian yang sejati di hatinya. Tanpa kedamaian di hati setiap orang, perdamaian dunia tidak akan pernah tercipta.
Janji-janji palsu yang terucap mengancam peradaban manusia. Jika ini tidak ditangani dengan cermat, alternatifnya hanya satu: ketegangan dan konflik yang berkelanjutan antar manusia. Apakah itu yang kita inginkan?
Saya rasa semua setuju menghindari ketegangan dan konflik batin baik secara personal ataupun secara massal .
Patogenealogi ide ( lahirnya sebuah ide dan penyimpangannya di telaah secara metafisika, moral dan psikologi )
Saya hanya melihat tiga sisi saja dari enam sisi pemahaman filsafat, saya mengenal setidaknya lima cabang umum.
Yang paling mendasar adalah metafisika, yakni penyelidikan keseluruhan kenyataan. Metafisika ini terkait dengan ontologi, yakni pemahaman tentang “ada” yang menjadi dasar/hakekat dari segala sesuatu. Dua hal ini dipandu dengan cabang ketiga dari filsafat, yakni logika.
Logika dapat dimengerti sebagai seni berpikir lurus dengan menarik kesimpulan dari premis-premis yang bisa dipertanggung-jawabkan keabsahannya. Dengan pola pikir yang lurus ini, orang lalu bisa sampai pada kebenaran-kebenaran yang bersifat kontekstual dan partikular.
Cabang keempat adalah etika, yakni kajian kritis atas pemahaman tentang baik dan buruk yang ada di masyarakat. Etika mencangkup kajian kritis dan rasional atas berbagai kemungkinan tindakan manusia di dalam keadaan-keadaan tertentu.
Cabang kelima adalah estetika, yakni pemahaman tentang keindahan di dalam berbagai bentuknya, misalnya di dalam seni dan alam.
Cabang keenam adalah filsafat manusia, yakni pemahaman tentang manusia dan kaitannya dengan dunianya. Filsafat, secara umum, hendak memahami dunia manusia dengan menggunakan berbagai kajian yang kritis dan rasional. Dalam arti ini, peran bahasa dan logika amatlah penting. Bahasa tidak hanya dipahami sebagai alat komunikasi dan alat menyampaikan ide semata, tetapi juga sebagai pengandaian dasar sekaligus batas-batas dari tindak berpikir manusia. Dengan bahasa, manusia bisa menciptakan dan memahami dunianya. Manusia juga bisa menjadi manusia, karena bahasa yang ia gunakan. Salah satu prinsip dasar filsafat adalah tindak berpikir. Maka, tindak berpikir adalah tindak fundamental yang tak terbantahkan.
Semoga bermanfaat ...
Tjag
🙏
Rahayu ...