FALSAFAH DAN AJARAN SUNDA ITU TELANJANG

in #science6 years ago

TELAAH SINGKAT
OLEH : NYI EYOD
SPESIALIST MANCUNGIN GOGOBROK KORONG

Falsafah dan ajaran Sunda tu memang “ buligir atau telanjang ”. Sebagai salah satu aliran di dalam filsafat Timur, filsafat dan ajaran sunda memang sangat unik. Ia “telanjang” (bebas) dari berbagai kata, konsep, ritual dan aturan, yang banyak sekali ditemukan, tidak hanya di aliran lain dalam filsafat Timur, tetapi juga di dalam agama dan tradisi yang lain.
Sunda adalah pengalaman langsung dengan kenyataan sebagaimana adanya, sebelum segala konsep, kata, aturan dan ritual tercipta. Sunda menunjuk langsung ke inti pikiran kita sebagai manusia.
Inti pikiran ini sejatinya kosong, suwung Ia seperti ruang hampa luas yang bisa menampung segalanya, tanpa kecuali (semesta kecerdasan dalam berbagai level) bahkan penderitaan pun bisa ditampung, tanpa halangan.
Ini juga sejalan dengan temuan terbaru di bidang astrofisika. Kurang lebih 95 persen dari seluruh tata alam semesta yang ada, termasuk di dalamnya jutaan bintang, ribuan galaksi dan jutaan planet, adalah ruang kosong (empty space). Dari ruang kosong inilah lahir segala yang ada. Pada satu ketika, semuanya pun akan kembali ke ruang kosong tersebut.
Dengan menunjuk ke inti pikiran kita sebagai manusia, sunda juga mengajak kita semua untuk memahami jati diri kita yang asli (true self). Jati diri asli ini terletak sebelum segala identitas sosial yang diberikan oleh keluarga ataupun masyarakat kita. Ia adalah kesadaran murni (pure awareness) yang terletak di balik segala pikiran dan emosi yang muncul. Jika kita paham dan mengalami langsung jati diri asli ini, maka kita akan bebas dari kelekatan terhadap pikiran dan emosi yang muncul. Pendek kata, kita terbebas dari penderitaan hidup.
Sebagai pengalaman, hubungan antara guru dan murid dalam ajaran dan falsafah sunda ditandai dengan transmisi antar pikiran. Ini seperti dua sahabat yang sudah saling mengerti satu sama lain, walaupun tidak ada kata dan konsep yang disampaikan. Komunikasi tertinggi memang dilakukan dalam hening. Justru, kata dan konsep yang terlalu banyak akan menciptakan salah paham.
Sunda itu telanjang, karena ia telanjang dari segala kelekatan. Kelekatan terhadap barang materi, pikiran dan emosi adalah sumber dari penderitaan. Ketika itu semua dilepas, orang akan langsung merasakan kebebasan. Bahkan, Sunda itu sendiripun harus dilepas, supaya orang sungguh bisa mengalami jati diri sejatinya yang berada sebelum segala bentuk konsep dan pikiran.

Setelah itu, pertanyaan yang mesti kita ajukan adalah, “Apa yang bisa saya lakukan, guna membuat lingkunganku menjadi lebih baik?” Dengan pertanyaan ini, kelekatan terhadap kekosongan pun dilepas. Orang kembali ke masyarakat untuk berkarya demi kebaikan bersama. Ia membawa kejernihan sekaligus bebas dari semua kelekatan di dalam karyanya. Ia pun bisa menggunakan konsep, kata, pikiran, emosi maupun barang-barang materi di dalam karyanya dengan jernih dan bebas. Ritual dan aturan pun digunakan seperlunya untuk menolong semua mahluk. Semua itu dilakukan untuk mewujudkan kebaikan bersama itulah sunda dalam arti telanjang seperti alam semesta dan itulah sunda semesta kecerdasan dan semesta kebangsawanan ( pengabdi alam).
Jadi, apalagi yang kita tunggu?
Anda mau menunggu apa?
Menunggu godot?
menunggu codot ?
atau menunggu mati?

tjag