MEMBACA DONGENG LITERASI YONA PRIMADESI

in #resensi7 years ago

Seorang budak bernama Androcles suatu ketika lari dari tuannya dan menuju hutan. Selagi berkelana di tengah kelebatan hutan, ia tak sengaja bertemu seekor singa yang sedang berbaring sambil mengeluh dan mengeram. Awalnya Androcles ingin lari, tapi karena si singa tampak tak ingin menerkamnya, ia pun datang mendekat.

Sebuah dongeng, folklor atau cerita rakyat, biasanya ditulis seperti satu paragraf di atas. Namun, buku yang ditulis Yona Primadesi setebal 110 halaman dan berukuran 12 x 19 cm, tidak berisi seperti paragraf awal buku “Kumpulan Fabel” yang ditulis Aesop. Tidak pula seperti buku “Si Kecil Filip Pergi ke Sekolah – Enam Puluh Dongeng Anak Rusia” yang ditulis Leo Tolstoy. Wahai para pembaca, selamat datang di halaman-halaman buku sehimpun esai “Dongeng Panjang Literasi Indonesia”!

Saya kira, esai-esai yang ditulis Yona Primadesi adalah soal tanggapan, kegelisahan, dan pendapat dirinya sebagai individu, orang tua, praktisi, akademisi, dan calon doktor dalam memandang fenomena, konsep dan gerakan literasi yang berpendar seperti kembang api di Indonesia. Harapan tentang fenomena, konsep dan gerakan literasi yang tersurat dalam bukunya tentu saja tidak menyala sekejap, tetapi terus hidup sepanjang hayat.

Setahun terakhir, saya bersama kawan berpikir ulang soal gerakan literasi yang riuh-rendah akhir-akhir ini. Gerakan literasi keluarga, sekolah, dan masyarakat digencarkan semua pihak setelah berbagai penelitian memosisikan Indonesia di titik nadir. Aktivitas komunitas-komunitas literasi dalam mendekatkan buku dengan masyarakat sangat gencar. Akan tetapi, ada hal yang luput dari gerakan-gerakan tersebut, yaitu benar-benar membaca dan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Sehingga, masyarakat yang terbangun budaya bacanya dapat memberdayakan diri dalam kehidupan sehari-hari.

Baca resensi lengkapnya pada tautan: http://raamfest.com/membaca-dongeng-literasi-yona-primadesi/

Yona Primadesi.jpeg