"Keuneubah Nanggroe" Produksi Rapai Aceh di Lhokseumawe

Saman's designation of World Heritage by the United Nations (UN) Agency on Education and Culture (Unesco) has become a pride for Indonesia. This determination is very important in maintaining local wisdom that nowadays many claimed Indonesian culture to be the culture of other nations. This pride must also be interpreted that we must be able to maintain indigenous culture of Indonesia. In the absence of any institution or government responsible for the continuity or preservation of this cultural work, the Saman certificate conferred by Unesco to Indonesia shall be repealed.

Penetapan Saman sebagai Warisan Dunia oleh Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di bidang Pendidikan dan Kebudayaan (Unesco) menjadi kebanggaan bagi Indonesia. Penetapan ini sangat penting dalam mempertahankan kearifan lokal (local wisdom) yang dewasa ini banyak sekali diklaim kebudayaan Indonesia menjadi kebudayaan bangsa lain. Kebanggaan ini juga harus dimaknai bahwa kita harus mampu mempertahankan kebudayaan asli Indonesia. Apabila tidak ada lembaga atau pemerintah yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan atau kelestarian karya budaya ini, sertifikat Saman yang dianugerahkan oleh Unesco kepada Indonesia akan dicabut kembali.

Namun, perlu diketahui oleh kita semuanya, kendatipun saman ditetapkan sebagai warisan dunia. Rapai sangat berpengaruh besar dalam mengambil perannya terhadap kesenian ini. Hampir seluruh kesenian Aceh selalu dibarengi dengan Rapai sebagai pengiring musiknya.
Pertanyaannya! Apakah Rapai Aceh banyak yang mengembangkannya?

Oleh karena itu, lahirnya Keunebah Nanggroe ini atas dasar kepedulian terhadap generasi muda yang semakin hari kurangnya peduli terhadap kebudayaannya sendiri. Keunebah Nanggroe berfokus memproduksi alat musik tradisional Aceh di samping minimnya tempat produksi alat kesenian tersebut, alat musik tradisional Aceh ini digunakan hampir disemua tari kesenian Aceh termasuk saman yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Dunia.