Sekelumit tentang Umpatan MakiansteemCreated with Sketch.

in #palnet5 years ago

D7006F12B631480B93E762ED36DCB943.png

Pada suatu siang yang panas—kira-kira tempratur udaranya nyaris mendekati 40 derajat celcius, es teh manis yang saya pesan sejam sebelumnya sudah mulai menyerah. Es batu nya mulai berubah jadi es kerikil...

Jingan, panase pol!” umpat saya, agak keras, karena teman saya yang sedang duduk-duduk mengantuk sampai jatuh rokok di selipan jarinya.

Jingan, itu umpatan yang merupakan singkatan dari Bajingan. Kata makian yang sebenarnya kocak, karena kata Bajingan ini makna sebenarnya adalah Profesi pengendara gerobak sapi. Iya, kalau ditarik kuda namanya delman, pengendaranya disebut Kusir. Nah, gerobak sapi, dikendarai oleh Bajingan.

Saya nggak tahu kapan itu kata berubah jadi makian. Mungkin lho ya, dulu gerobak sapi itu juga merupakan moda transportasi, nah, karena sapi itu bukan kuda, wajar kalau datangnya lamban dan pelan. Barangkali itu kali pertama ada orang mengumpat: “Bajingan, ditunggoni suwe, ora tekan-tekan!” (lit. Bajingan ditungguin lama, nggak datang-datang).

Urusan singkat menyingkat umpatan ini seru. Kalau di Bali kita bisa mendengar “Nas Kleng!”, atau ”Kleng!”, iya musti pakai tanda seru, soalnya pengucapannya enak kalau nadanya menyentak. Mungkin mirip dengan “Jancuk”, atau “cuk” di Surabaya. Walaupun saya sering dengar kawan saya kalau mngumpat Suroboyo-an, ‘u’ di situ bisa jadi panjang betul: “Jancuuuuuk”.

Di dialek Banyumasan saya juga sering mendengar model serupa. Mengucapkan umpatan di suku kata terakhir, namun dengan penakanan nada yang lebih kalem, lebih berat dan dalam, misalnya: “Lek”, “Ber”, “Su!”, “juh!” atau “blog”.

“Blog” di sini tentu saja suku kata terakhir dari “goblog”, dengan bunyi konsonan ‘g’ yang sangat tebal. “Su”, singkatan dari “asu”. Sementara yang tiga lainnya baiknya tidak saya ungkapkan di sini karena ia hanya layak diungkapkan jika manusia-manusianya sudah sangat akrab dan minimal pernah minum ciu bareng barang tiga sampai lima botol.


Di dunia twitter ada seorang uda ganteng gemar ngulik bahasa. Siapa lagi kalau bukan Ivan Lanin. Dulu dia pernah twitwar vs Zen RS (editor at large Tirto.id—eh, masih ga ya?). Intinya itu twitwar paling bikin nganga karena kita-kita ga ada yang paham sebenernya ini dua mahluk lagi mbahas apa. Bahasa langit.

Beberapa waktu lalu Ivan Lanin sempat mencuit tentang kata-kata makian Bahasa Indonesia. Lucu juga kalau dipaparkan macam itu, terlihat sekali bahwa Indonesia ini Lingua Franca yang sangat ramah pengguna. Tidak ada dalam ragam makian itu yang sifatnya mencelakakan lawan bicara. Alih-alih mengutuki, umpatan-umpatan tersebut hanya menyebut nomina, atau sifat/keadaan saja. Sungguh unyu dan harmless.

Tapi namanya juga twitter, akan ada aja yang nyahut dengan sigap.

Udah lah daripada saya ketik ulang, saya sertakan saja tangkapan layar, berikut reply-nya yang trengginas.

6034A0BCEA1D464E8EA6AF408B2FCC86.jpeg


Sekian racauan acak dari saya. Sudahkah anda mengumpat hari ini?

Tabik!

Sort:  

Kita telah reblog ke ribuan follower.. :) Trim's sudah memvoting kami sebagai witness.

As a follower of @followforupvotes this post has been randomly selected and upvoted! Enjoy your upvote and have a great day!