Opinion : Menjadi Pemuda solutif, Pelopori Industri Kreatif
Menjadi Pemuda solutif, Pelopori Industri Kreatif
Oleh : Teuku Rizza Zulhilma Muly
image : ok nusantara
Pasca tsunami 2004 silam, Aceh hingga kini selalu menjadi masyarakat konsumtif paling besar di bandingkan provinsi lain. Meskipun memiliki sumber daya alam nan melimpah serta potensi desa yang luar biasa, sifat konsumtif masyarakat Aceh tidak bisa di siasati begitu saja, seolah sudah secara konsensus masyarakat Aceh hanya membeli dan menggunakan barang saja , tanpa memikirkan bagaimana cara memproduksinya, terutama kaum mudanya. Tercatat beberapa media memberitakan tentang pola perilaku masyarakat Aceh yang konsumtif, beberapa media cetak dan media onlinw itu adalah Serambi, Aceh Trend, Kompas.com dan Harian Rakyat Aceh.
Sebagai pemuda saya melihat banyak hal yang kemudian bisa dilakukan untuk memanfaatkan potensi yang ada, terkhusus di desa, banyak ciri khas masyarakat Aceh seperti dompet gambar Pinto Aceh (Kerajinan tangan), Bhoi (Kuliner Khas Aceh) dan lainnya berasal dari desa, hanya saja kurang dalam pelestariannya. Dan itu menjadi hal utama untuk yang seharusnya mampu menekan garis kemiskinan serta mendongkrak perekonomian masyarakat Aceh.
Hal mendasar yang harus di lakukan sebagai langkah awal adalah belajar dan terus belajar dan memahami situasi dan kondisi serta apa yang harus di lakukan dengan membuat to do list hingga ter-konsepsi dengan baik. Kemudian sebagai bentuk tindakan, saya menginiasi dengan membentuk sebuah komunitas yang terdiri dari pemuda aktif dan peduli lingkungan, mengadakan audiensi dengan jajaran dewan perwakilan/pemerintah setempat, kemudian memusyawarahkan hal tersebut serta mengambil langkah dan tindakan konkrit dalam mengentaskan permasalahan tersebut. Setelah memiliki solusi yang konkrit,selanjutnya adalah terjun ke lapangan dalam hal ini ke Desa, tak lupa, mengajak pemuda-pemuda desa setempat untuk ikut mengambil andil dalam pergerakan menuju perubahanya dimulai dari desanya. Menanamkan dan mengajari baik dari Kerajinan tangen dan Kuliner khas Aceh pada masyarakat di desa, menanamkan nilai-nilai global pada masyarakat desa kemudian membantu mereka dalam proses jual beli melalui media sosial, terfokus pada sosial-ekonomi masyarakat lokal tapi hasil layaknya global. Lagi-lagi, secara tidak langsung proses ini akan ikut pula membangun Indonesia.
Saya selalu menyadari bahwa pemuda memang minim pengalaman, tapi ketika pemuda berkumpul bersama dan menyamakan tujuan serta bertekad ingin memulai pergerakan, maka buah hasilnya adalah perubahan. Saya mengerti hal itu, dan saya tidak sendiri, kami putra daerah dengan tujuan dan keresahan yang sama. Bergerak bersama menjadi pemuda solutif bagi negeri ini, berbagi serta memanfatkan hasil yang melimpah di bumi pertiwi ini. Aceh kaya, Indonesia Jaya, membangun peradaban intelektual dengan bersinergi, memakmurkan masyarakat melalui pemberdayaan dan bimbingan pembentukan indsutri kreatif. Kami bisa, dan kami berharap melihat pembelajaran lebih banyak lagi melalui Indonesia Youth Collaboration Forum ini sehingga bisa terus berproses ‘memanusiakan manusia’ di negeri ini. saya percaya semua pemuda bisa menjalankan perannya masinh-masing melalui proses yang signifikan, karena pemuda terbentur, terbentur, terbentur dan terbentuk!. –Muhammad Hatta-