KETIKA MASA INDAH BERAKHIR
Dear steemians
Ketika ku memandang bunga-bunga yang bersusun rapi dalam sebuah kebun kecil yang indah, penuh dengan warna-warni harum semerbak laksana kasturi nan suci, tiupan angin memberikan gerakan lunglai bunga-bunga kecil berguguran. Disitulah pikiranku terulang kembali kepada kisah hidup disebuah desa kecil yang penuh dengan canda tawa bersama dengan teman-teman masa kecilku. Tiada mengharap kemewahan dan keindahan, tapi hanya kesenangan, kesenangan ketika bisa ketawa lantang, bahkan mengganggu hak orang tanpa beban.
Sore itu, ketika mentari tidak secerah kemarin sore, hembusan angin mengalun lembut membelai bulu-bulu kecil di sekujur tubuhku, nanyian burung kecil suara merdu membangun kesadaran setiap anak-anak desa kecil ingin memilikinya. Sorak-sorak bocah ria dibalik bangunan tua memecah suasa hening sore itu.
Seorang perempuan tua melambaikan senyum penuh ramah dan bersahaja, wajah kerutnya membuat bocah berhenti meronta. Perempuan yang sejak dahulu telah kukenal dengan kebaikan budinya masih hidup dengan cucunya sebatang kara, dia seorang dukun yang selalu menolong perempuan dusun ketika melahirkan, ketika umurnya semakin tua jasanya semakin dikenang, hanya sebentar lagi, kemudian akan dikenang dalam lembaran sejarah dan lubuk hati yang dalam.
Sunyip senyap adalah ciri khas dusun kami yang jauh dari polusi dan peradaban moderen, kami tak kenal hingar bingar dan kebisingan ala kota besar, tak suara klakson kenderaan ketika siang dan malam hari, hanya suara jangkrik dan nyanyian burung sebagai nada dalam memecah keheningan ketika pagi menjemput.
Bocah-bocah polos berteriak merdu dengan lantunan irama zikir ketika bulan maulid tiba, ibu-ibu menyibukkan diri dalam komunitas mereka sambil mengupas pinang untuk bekal nafkah keluarga mereka. Setiap menjelang magrib, kaum laki-laki menyibukkan diri untuk hadir menunaikan kewajiban di mesjid atau menasah, sambil memikmati segelas kopi di warung klasik dambaan masyarakat kampung.
Santri-santri balai pengajian keluar berduyun-duyun menimba ilmunya disetiap balai kampung dari seorang teungku yang setia membimbing mereka menjadi insan yang bahagia. Mereka hanya membalas budi ketika lebaran tiba dengan mencium tangan guru sambil menyerahkan uang amplop alakadar sedekah kuasa.
Semua kenangan indah di desa itu telah berlalu seiring dengan semakin bertambahnya usia, kawan lama tidak lagi akrab, sibuk dengan kegiatan masing-masing bahkan ada yang sudah keluar kota, pergi merantau, menjadi santri pesantren atau diperguruan tinggi.
Semua seakan berakhir, tidak seindah masa kecil dulu, semua kenangan tak bisa direbut kembali hanya bisa diceritakan dari lubuk hati yang dalam, bahagia sungguh kebahagiaan ketika usia masih belum beranjak dewasa.
# Regard @zsteem