MELAMPAUI RASA SAKIT DAN MELAMPAUI KEGAGALAN
Oleh : Aki Kohim.
Mantan sniper imbit ...
Saya pernah membaca buku karangan Charles W. McCoy Jr.,berjudul
‘Why Didn’t I Think of That' yang kurang lebih intinya begini "Kita harus bersedia menerima kegagalan sebagai peluang untuk belajar, berkembang, memperbaiki diri, membuat permulaan baru, dan bahkan mengakhiri keterpurukan dan sikap menyerah kita......"
Semua orang pernah merasakan rasa sakit, rasa sakit adalah bagian dari hidup manusia. Ketika terlahir di dunia, kita sudah langsung berjumpa dengan rasa sakit.
Ibu yang melahirkan kita pun sudah akrab dengan rasa sakit. Tak mungkin manusia untuk menghindar dari rasa sakit. Ketika rasa sakit tiba, tubuh dan pikiran langsung mengalaminya secara bersamaan. Ia melukai tubuh, sekaligus menggetarkan pikiran. Cerita tentang sakit datang tanpa diundang. Cemas dan khawatir juga datang menerkam. Yang paling ditakuti manusia sebenarnya bukan kematian, melainkan proses menuju mati. Rasa sakit disini adalah kepastian. Orang kehilangan kemampuan panca inderanya, dan memasuki kekosongan dengan rasa sakit. Setelah itu, lenyap dan gelap.
Penyelidikan tentang sumber dari rasa sakit, dan penderitaan yang mengikutinya, juga menjadi tema penting di dalam filsafat Timur. Rasa sakit itu pasti. Namun, penderitaan itu selalu bisa dihindari. Ada dua sumber dasar penderitaan.Yang pertama adalah tak mendapatkan yang diinginkan. Orang ingin kenikmatan, tetapi justru mendapatkan kesakitan. Orang ingin rejeki lancar, tetapi justru bankrut, ketika menjalankan usahanya. Penderitaan dan rasa sakit muncul, ketika keinginan bertentangan dengan kenyataan. Sumber kedua adalah sisi lain dari sumber pertama, yakni ketika orang mendapatkan apa yang tak diinginkan. Orang menginginkan menjadi A, tetapi justru mendapat B. Setiap orang pasti mengalami kedua sumber ini di dalam hidupnya. Yang membedakan hanyalah sikap mereka, ketika dua hal ini terjadi. Rasa sakit dan penderitaan bukanlah sesuatu yang mutlak, dan tak dapat diatasi. Orang hanya perlu melihat hakekat dari rasa sakit itu sebagaimana adanya, tanpa memberinya label ataupun penilaian apapun. Rasa sakit selalu merupakan bagian dari hidup. Orang yang berharap terbebas dari rasa sakit berarti mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin, dan justru semakin menderita, ketika sakit tiba.
Rasa sakit tak bisa lenyap. Yang bisa diubah adalah hubungan kita dengan rasa sakit tersebut. Ketika kita melihat rasa sakit sebagai bagian dari pengalaman hidup manusiawi, maka rasa sakit itu tidak lagi menganggu. Ia sama netralnya, seperti pengalaman-pengalaman lain di dalam hidup, misalnya menggaruk kulit gatal. Kita bisa melihat rasa sakit sebagaimana adanya, ketika kita melatih pikiran kita. Pikiran bisa dilatih, ketika ia disadari sebagai kosong dan sementara. Orang lalu menyentuh dimensi yang lebih dalam dari pikiran, yakni dimensi kesadaran. Pada titik ini, semua menjadi jelas sebagaimana adanya, tanpa diliputi ilusi sedikitpun. Kita pun lalu berada di atas rasa sakit…
Saya kasih contoh kisah rasa sakit akibat kegagalan yang di rasakan oleh Steve Jobs merupakan sedikit orang yang gagal dalam pendidikan. Dia tak pernah tamat kuliah, namun berhasil menjadi satu CEO tersukses. Itulah sekelumit cerita mengenai kegigihan Steve Jobs, pendiri Apple. Ketika memberikan pidato di Stanford University, Juni 2005, Jobs berterus terang soal kegagalannya di Apple, katanya, “Saya gagal mengambil kesempatan.” Lebih lanjut, Jobs mengatakan, “Apa yang terjadi di Apple sedikit pun tak mengubah saya. Saya telah ditolak, namun saya tetap cinta. Bagaimana dengan kita? Tentunya kita sering kali mendapatkan kegagalan, dalam hal apa saja. Termasuk mungkin, gagal dalam cinta. Gagal dalam berbisnis. Gagal dalam pekerjaan. Gagal dalam mendidik anak. Atau bahkan, gagal dalam membina rumah tangga. Sejatinya, kegagalan merupakan suatu hal yang manusiawi. Kegagalan bukanlah sesuatu hal yang buruk. Jadi, mengapa harus malu.
Masalahnya, apakah kita berani untuk mengakui suatu kegagalan. Mengakui kegagalan memang bukanlah perkara yang mudah. Orang yang dengan tulus mengakui kegagalannya, sudah tentu memiliki jiwa besar. Karena tidak mudah untuk mengakui suatu kegagalan, maka diperlukan tingkat keberanian tersendiri dan kejujuran yang paling dalam. Mengakui kegagalan juga membuka peluang alternatif terbukanya jalan lain. Kita pun tak hanya terpaku pada satu jalan. Dan seperti yang dialami Jobs, mengakui kegagalan juga memberikan pelajaran yang lebih baik lagi untuk tidak mengulangi kesalahan pada hal yang sama. Ketika kita mengakui kegagalan, niscaya kita akan melihat seluruh perjalanan yang sudah kita lalui dengan jernih. Alhasil, langkah untuk memperbaikinya dan mengubahnya menjadi lebih ringan dilakukan. Namun tentu saja, hal itu harus dibarengi dengan langkah-langkah untuk membuat perubahan. Setelah mengetahui letak kesalahannya, langkah selanjutnya yang ditempuh ialah mengatur kembali rencana berikutnya.
Mengakui kegagalan, bukanlah ‘gagal, titik sampai disini’. Bukan titik, melainkan koma. Mengakui kegagalan bukanlah suatu pemberhentian akhir, melainkan suatu terminal transit menuju perjalanan berikutnya yang lebih baik. Itulah bagaimana kita melampaui kegagalan dalam hidup
Tjag
Aki Kohim
Sniper imbit ....
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://yuniash.wordpress.com/2018/04/13/di-atas-rasa-sakit/