Ibu Rumah Tangga dan Cerita Rok yang Hilang
Hari Minggu ini saya habiskan di rumah saja. Tanpa kegiatan yang sudah saya jadwalkan. Yang ada hanya catatan besar di kepala, Bersihkan Rumah Sebelum Ibuk Pulang!
Dua hari ini saya ditinggal sendiri karena Ibuk ke luar kota. Pesan Ibuk sebelum pergi cuma: “sapu rumah”. Tapi setelah menjadi anaknya lebih dari dua puluh lima tahun membuat saya tahu makna di balik “sapu rumah” adalah mengepel lantai, mencuci piring, menyikat kamar mandi, mengelap dapur, menyiram bunga, dan lain-lain. Namun saya punya waktu sekitar dua hari untuk melakukan itu. Bisa dicicil. Dan karena sifat alami saya adalah deadline-er, pekerjaan rumah itu kebanyakan dilakukan di hari Minggu ini. Bagus, kan? Saat Ibuk pulang di sorenya, bersihnya lebih update.
Ceritanya, Ibuk sudah menyisakan masakan tertentu untuk ditinggal dua hari untuk anak gadisnya ini. Namun, karena suka pilih-pilih makanan, yang saya sentuh malah lebih banyak mie instan dan nasi bungkus. Ayam semurnya hanya saya makan 2 potong. Masih ada sisa sekitar 3 lagi. Saya menyadarinya pagi tadi. Ajab! pikir saya. Ibuk bisa mengomel jika mengetahui saya tidak makan masakannya, apalagi kalau mengetahui penggantinya hanya mie instan dan telur. Tapi, Ibuk selalu tahu. Beliau punya kemampuan spesial untuk mengetahui saya makan/tidak makan di waktu tertentu.
Tidak hanya itu, Ibuk juga mengetahui kapan kira-kira saya makan, apa yang saya makan, dan sebanyak apa saya makan di hari itu hanya dari visual meja makan. Mungkin beliau punya ingatan fotografis, bisa mengetahui perbedaan jumlah ikan (teri, misalnya) sebelum dan setelah saya makan. Atau mengetahui lauk yang saya pilih dari melihat warna dan sisa di piring makan. Atau menganalisis kenyang/tidaknya perut saya dari waktu-waktu beliau membuka tudung saji.
Ibuk mungkin berbakat menjadi detektif.
Tapi itu khayalan liar saya.
Analisis saya yang lebih masuk akal, beliau mengetahui hal-hal seperti itu kemungkinan besar karena sudah 40 tahun menjadi ibu rumah tangga; pekerjaan mulia, yang merupakan anugerah terbesar bagi perempuan. Yang memungkinkan seseorang perempuan memiliki kemampuan super seperti siapa saja yang makan hari ini dari jumlah ikan yang hilang, kadar sayur yang habis, atau angka kerupuk yang sudah lenyap. Bahkan, mungkin bisa menebak siapa yang kurang selera dengan masakan hari ini berdasarkan jumlah sisa butir nasi di piring. Juga kemampuan lain seperti deterjen apa yang paling ampuh untuk menghilangkan noda paling kecil di lipatan paling tersembunyi. Atau perbedaan taplak meja yang bunga-bunga selebar 2 cm atau 2, 25 cm.
Memang, 40 bukan sembarang angka.
Ibuk sebelumnya adalah ibu rumah tangga yang bekerja. Mungkin tidak ada bedanya dengan saya sekarang, kecuali saya yang belum mendapat predikat ibu rumah tangga. Betapa pintarnya membagi waktu. Tapi yang saya lakukan hari ini, yaitu rincian dari pesan “sapu rumah” tadi saja, sudah membuat keteteran. Setiap satu pekerjaan rumah sudah membuat ngos-ngosan. Belum lagi godaan ponsel yang berdenting setiap waktu. Jeda satu pekerjaan bisa sampai satu jam. Padahal itu masih sebagian kecil pekerjaan rumah tangga.
Ibuk, sangat mahir mengatur satu rumah. Yang saya sebut sebagai “rumah” ini adalah bangunan itu (ya, bangunan sebuah rumah beserta halaman itu) dan setiap detil di dalamnya. Saya tidak pernah menyadari betapa banyak detil dan subdetil di dalam rumah. Jika dibandingkan dengan saya, yang masih mengatur satu kamar saja, masih kacau. Sepertinya skill supernya ini bawaan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga selama 40 tahun tadi. Makanya menurut saya pekerjaan ibu rumah tangga bukan pekerjaan sepele. Detil rumah mereka ketahui. Subdetil, apalagi. Subsubdetil mah, jangan ditanya.
Saya masih terbiasa melontarkan pertanyaan mengenai keberadaan rok ini atau celana itu kepada Ibuk. Dua hari ini tidak ada Ibuk, saya mendapatkan kejutan yang lain: mendapat rok yang sudah lama tak diketahui keberadaannya. Saking lamanya, saya menjadi lupa bertanya kepada Ibuk di mana letaknya. Di situlah saya menyadari rumah itu terdiri dari bangunan, halaman, detil, dan subdetil itu tadi. Menemukan kembali rok yang hilang itu pun tak sengaja karena saya sedang melaksanakan pesan “sapu rumah”-nya Ibuk. Saat mendapatkannya, seolah-olah saya baru menyelesaikan sebuah misteri yang bisa disamakan dengan kasus tertentu dari Detective Conan.
Mungkin ini langkah awal saya untuk mengenal subdetil rumah (kalau detilnya sih, sepertinya sudah kenal sejak bayi).
Rok itu memang bukan apa-apa. Tapi menyadari bahwa sekali lagi ibu rumah tangga itu bukan profesi main-main, membuat saya mengapresiasi rok saya itu lebih mendalam. Saya, mewakili seluruh manusia (yang merasa masih) “anak ingusan” lainnya, menyampaikan hormat kami kepada seluruh ibu rumah tangga di dunia. Curhatan di atas adalah satu dari ungkapan kekaguman saya kepada mereka. Satu kalimat “sapu rumah” Ibuk memang sangat berarti. Ini lagi, satu skill ibu rumah tangga yang menakjubkan.
Tapi, ya, itu curhatan saya sih, mungkin berbeda dengan curhatan Anda.