Kisah Ahmad Si Pemuda Kampung Menjadi Koki Dadakan di Malaysia ( True Story)

in #life7 years ago (edited)

IMG_20171217_022219[1].jpg

Salam Sahabat Steemian's!

Kali ini saya ingin berbagi sebuah kisah nyata tentang seorang pemuda bernama Ahmad (nama samaran) yang berasal dari Nisam, Aceh Utara, pergi merantau dan bekerja dibeberapa tempat di Malaysia, termasuk ketika dia menjadi montir, tukang las, tukang cuci mobil dan penjual kelapa muda hingga menjadi koki atau juru masak disebuah rumah makan yang ada di Suria Kuala Lumpur City Center (Suria KLCC)

Suatu sore di awal tahun 2013 lalu, Ahmad bergegas menuju bandara Polonia Medan --yang saat itu masih aktif digunakan untuk penerbangan internasional-- untuk bersiap-siap berangkat ke Malaysia dengan tujuan mencari sebongkah berlian. Dan dia mendapatkan banyak pengalaman dan harapan yang sangat berharga bagi dirinya sendiri dan sedikit penghasilan bagi keluarga dan orang tua yang sangat dicintainya.

Singkatnya, setelah melakukan penerbangan dari Medan ke Kuala Lumpu sekitar +/- 1 jam 40 menit, sesampai di sana, Ahmad dijemput oleh kenalannya yang sudah lama menetap di Malaysia. Dia berprofesi sebagai montir sekaligus pemilik bengkel di kawasan Rawang, Selangor, Malaysia. Ahmad berniat untuk bekerja ditempat kenalannya tersebut, tanpa membuang-buang waktu keesokan harinya, Ahmad langsung bekerja di bengkel itu dengan sedikit pengalaman yang dia bawa dari kampung halaman yang dulunya juga pernah bekerja sebagai montir semasa remajanya.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan sampai seterusnya, semuanya berjalan lancar. Hingga pada suatu hari, kenalan yang sudah dia anggap sebagai orang tua itu, tertimpa musibah kecelakaan lalu lintas dan beliau harus dibawa pulang ke Aceh oleh keluarganya untuk menjalani pengobatan tradisional dan akhirnya beliau meninggal dunia di sana, sehingga membuat Ahmad ditakdirkan berpisah untuk selama-lamanya dengan kenalannya itu.

Setelah beliau meninggal, Ahmad masih bertahan dan bekerja dibengkel almarhum. Namun, sebagai pekerja yang masih tergolong baru, tidak banyak yang bisa Ahmad lakukan. Hari demi hari dia jalani dengan terus bekerja dan belajar dibawah arahan karyawan senior yang masih setia menjaga usaha almarhum. Tapi, beberapa lama kemudian, usaha tersebut diambil alih oleh isteri almarhum dan mempekerjakan karyawan baru dan akhirnya Ahmad pun kehilangan pekerjaan pertamanya itu.

IMG_20171217_022152[1].jpg

Nah, disitulah awal mula tantangan menghampiri Ahmad untuk pertama kalinya sebagai sebuah cobaan di dunia perantauan.

Mengingat pekerjaan yang baru saja digeluti itu telah tiada, Ahmad memutuskan untuk mencari pekerjaan baru ditempat lain. Saat itu tidak banyak orang yang dia kenal di Malaysia, hanya ada satu kontak nomer HP yang bisa dia hubungi. Tanpa lama menunggu, Ahmad mencoba menghubungi nomer tersebut. Sialnya, kontak itu sudah tidak bisa dihubungi karena sudah tidak aktif lagi, dan diapun melupakannya.

Beberapa hari kemudian, Ahmad memutuskan pergi keluar daerah untuk mencari pekerjaan baru melalui kenalan yang baru-baru itu dia kenal melalui media sosial. Singkatnya, Ahmad ditawarkan untuk bekerja di Cars Wash atau Doorsmeer. Tanpa banyak memilih, lalu Ahmad menerima tawaran pekerjaan mencuci mobil yang ada di kota Semenyeh, Negeri Sembilan itu, sebelum akhirnya Ahmad dipindahkan ke Puchong, Selangor untuk membantu usaha cabang. Namun, pekerjaan itu tidak bertahan lama, dengan beberapa alasan yang masuk akal, Ahmad berhenti bekerja sebagai pencuci mobil usaha milik orang Cina itu, karena minimnya peluang untuk melakukan kewajiban shalat Ashar dan Magrib. Setelah kurang dari dua minggu mencuba bertahan, akhirnya Ahmad berhenti bekerja tanpa diberikan gaji sepeserpun.

Kemudian setelah berhenti bekerja di Cars Wash, Ahmad memutuskan kembali ke Rawang dengan alasan ingin bekerja sebagai pedagang kelapa muda dan air tebu yang ditawarkan oleh kenalan barunya di sana. Setelah melakukan perjalanan 4 jam naik kereta api dari Negeri Sembilan ke Rawang, Ahmad tiba di lokasi yang dituju. Setelah melihat-lihat tempat dan cara kerja, keesokan harinya Ahmad langsung bekerja dengan kemampuan sealakadarnya.

Hari demi hari dia lalui dengan menekuni profesi barunya. Semuanya berjalan begitu saja, tidak banyak yang bisa dia hasilkan selama bekerja di sana. Hanya sekedar mencukupi kebutuhan sehari-harinya saja. Selama enam bulan bekerja, tidak ada yang bisa dia kumpulkan. Lalu Ahmad mulai berpikir untuk mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan. Memang, disegi kemudahan beribadah saat dia bekerja di sana sangat memberinya kepuasan. Tetapi, melihat sebuah tujuan besar ketika mengambil keputusan saat berhenti belajar mengajar untuk merantau ke negeri jiran, ini adalah sebuah kemunduran baginnya. Ahmad ingin mendapatkan keduanya sekaligus, artinya bisa mecari rezeki tanpa menyembah rezeki. Tapi mencari rezeki sambil menyembah Sang Pemberi Rezeki, begitu yang diajarkan oleh guru dan orang tuanya.

Kemudian pada suatu hari, akhirnya datanglah sebuah kesempatan dari seorang yang bernama Encik Ali (nama samaran) yang akhir-akhir itu dia kenal ketika melakukan shalat berjama'ah disebuah Surau ketika masih bekerja sebagai pedagang air kelapa dan tebu. Setelah menunaikan kewajiban, biasanya mereka sering menyempatkan diri untuk obrolan ringan. Setelah banyak bercerita dan melihat keadaan Ahmad, beliau tertarik mengajaknya bekerja sama dengannya disebuah tempat yang tidak pernah Ahmad bayangkan sebelumnya, dan tanpa banyak bertanya di mana, ke mana dan apa jenis pekerjaanya, uniknya Ahmad menerima tawaran En. Ali dengan rasa gembira walaupun dia belum pernah tau apa yang akan dikerjakan. Namun dia begitu yakin dengan kawan Suraunya itu.

Keesokan harinya, Ahmad memutuskan berhenti dan pamitan kepada pemilik kedai kelapa dengan damai. Pemilik kedai mengizinkannya pergi, bahkan sudi menerima Ahmad kembali jika suatu saat nanti dia ingin bekerja lagi dengannya.

Kemudian sehari setelahnya, Ahmad dijemput dan berangkat bersama En. Ali. Selama dalam perjalanan, Ahmad tidak banyak berbicara apalagi bertanya. En. Ali mengendarai mobel mewahnya sambil menceritakan pengalaman hidupnya yang luar biasa dengan ramah dan santun. Beliau berdarah campuran Aceh dan Melayu yang berasal dari Kampung Acheh Yan, Negeri Kedah, Malaysia yang telah lama hijrah ke Ibukota Kuala Lumpur dan juga memiliki sebuah Villa di daerah Rawang kawasan dulunya Ahmad bekerja sebagai penjual kelapa muda.

Setelah melakukan perjalanan sejauh 30 menit berkendara dari Rawang ke Kuala Lumpur, mereka tiba diparkiran pada kedalaman lima tingkat di bawah tanah KLCC. Mereka turun dari mobil dan berjalan menaiki eskalator menuju sebuah restoran Western Foods yang terdapat di lobi utama sebelah kiri pintu masuk Suria KLCC.

Setiba di sana terlintas dalam pikiran Ahmad, mereka hanya ingin mencari sesuatu yang bisa dimakan untuk santapan makan siang. Namun, En. Ali menyuruh Ahmad duduk disebuah kursi tunggu, lalu beliau masuk ke dalam restoran yang dikenal dengan nama Dome itu.

Beberapa menit kemudian, En. Ali keluar menemui Ahmad lalu kemudian mengajaknya masuk ke dalam office restoran tersebut. Setibanya di dalam, Ahmad melihat beberapa orang yang dua diantaranya berbadan tegap berperawakan orang Eropa. Belakangan Ahmad mengetahui, rupanya kedua orang tersebut adalah pria berkebangsaan Inggris dan Irlandia yang sudah lama bekerja di restoran yang menyajikan makanan khas barat tersebut sebagai seorang Chef profesional.

Tersentak perasaannya merasa kagum bercampur segan disertai gugup. Untungnya mereka cukup ramah dan berusaha mengajak Ahmad berkomunikasi dengan bahasa Melayu baku mereka yang masih tergolong kaku. Dengan perasaan sedikit aneh, Ahmad mencoba memperkenalkan diri kepada setiap orang yang ada di sana saat itu.

Setelah memperkenalkan diri, lalu En. Ali datang menghampirinya dan bertanya, "Ahmad apakah kamu mau bekerja di restoran ini?". Spontan Ahmad terkejut dan menjawab dengan sebuah pertanyaan, "Apakah saya layak dan diterima apabila bekerja ditempat seperti ini sedangkan saya tidak memiliki pengalaman sama sekali!?" En. Ali hanya mengguk sambil tertawa melihat ekspresi Ahmad yang terlihat lugu dan gugup saat itu.

Singkatnya, setelah melewati tahap interview dan mengikuti seleksi dasar, Ahmad resmi diterima sebagai karyawan baru di restoran bertaraf international tersebut. Dengan bermodalkan keberanian, keesokan harinya Ahmad mengikuti tahap awal pengenalan diri sesama karyawan yang berjumlah kurang dari 50 orang yang berasal dari berbagai negara, suku dan budaya. Tapi semuanya seagama, termasuk dua Chef Eropa tadi yang satunya bernama Michael Adam dan yang satunya lagi bernama Colombus Ibrahim. Mereka sudah masuk Islam jauh sebelum bekerja di sana dan sudah belasan tahun tinggal di Malaysia.

Setelah pengenalan diri sesama karyawan, selanjutnya Ahmad diajak keliling restoran oleh En. Ali agar mengenal dan menghafal situasi yang ada di sekitar. Keesokan harinya, dia mulai bekerja dan belajar sebagaimana yang diajarkan oleh leader dan seniornya yang sangat ramah dan informatif.

Dalam hitungan lima bulan, Ahmad dituntut supaya bisa menguasai dasar seluk-beluk dunia kuliner. Setelah enam belas bulan bekerja sambil belajar di sana, dia telah menguasai kurang lebih 85% pekerjaan dan akhirnya Ahmad dan Chef Michael Adam serta beberapa karyawan baru lainnya dipindahkan ke restoran cabang di kawasan kerajaan Putra Jaya untuk memajukan usaha baru En. Ali. Namun sayangnya, usaha barunya tidak membuahkan hasil yang maksimal karena selera konsumen di daerah tersebut tidak sesuai dengan apa yang mereka sajikan. Walau ditempat tersebut adalah kawasan bangsawan, uniknya selera makan mereka masih tradisional dan kurang berminat dengan sajian a la western food yang mewah disajikan.

Terlepas dari kejadian tersebut dan dari semua asam-garam kehidupan yang Ahmad lalui selama kurang dari empat tahun merantau di Malaysia, dia mengambil keputusan meminta izin kepada En. Ali untuk kembali ke kampung halaman dengan tujuan melanjutkan pendidikan yang sudah lama dia tinggalkan. Beliau yang sudah dianggap sebagai orang tua, awalnya dengan berat hati menerima pengunduran diri Ahmad. Namun, setelah berusaha menjelaskan alasan pengunduran dirinya yaitu demi memenuhi amanah guru dan orang tuanya untuk segera pulang dan melanjutkan pendidikannya yang sempat vakum, akhirnya En. Ali menyetujui niat mulia Ahmad. Bahkan beliau berpesan, bila suatu saat nanti Ahmad kembali ke Malaysia, pintu rumah dan usaha beliau selalu terbuka untuknya.

Hari itu adalah hari paling berat bagi Ahmad. Tetapi, dia beruntung bisa belajar banyak dari kisah hidup En. Ali yang dulunya juga bukan orang sukses. Berkat kerja keras yang dia lakukan, beliau menjadi pengusaha restoran terkemuka yang salah satunya berdiri maju di bawah gedung tinggi Menara Kembar Kuala Lumpu City Center atau lebih dikenal dengan singkatan KLCC yang berketinggian 452 meter dan memiliki 88 lantai itu.

PicsArt_12-17-12.58.34[1].jpg

Tidak lama kemudian Ahmad pun kembali ke kampung halamannya di Aceh untuk menemui keluarga dan gurunya. Dia tidak pernah menyesal telah mengambil sebuah keputusan yang besar. Bahkan dia sangat bersyukur, sampai sekarang walau sudah menikah, dia masih menyempatkan diri untuk belajar dan mengajar disebuah pondok pesantren yang ada di Aceh Utara sebagai wujud pengabdiannya untuk almamater. Itu semua sesuai dengan alasannya berhenti bekerja yang pada saat itu mulai mencapai puncak kesuksesan finansialnya. Namun, tidak ada yang menyangka, kekuatan do'a seorang guru dan orang tua tercinta, mengembalikannya ke tempat yang selayaknya dia berada.

Banyak orang ketika melihat Ahmad dalam balutan Chef's Double Breasted Jacket dan Hat Cook (Topi Koki) atau dalam seragam chef, menyangka kalau profesi yang dia jalani saat itu bisa dia dapatkan setelah menempuh pendidikan sarjana seni kuliner. Padahal, dia cuma lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) angkatan 2003 dan hanya memiliki ijazah tertinggi keluaran Pondok Pesantren saja. Dan dibalik semua itu tersimpan asam-garam kehidupan dan telah melalui malang-melingtang dunia perantauan.

IMG_20171217_022424[1].jpg

Pada umumnya, memang untuk menjadi koki hebat dan terkenal, anda harus mengantongi gelar sarjana seni kuliner dan sertifikat seminar kuliner terlebih dahulu. Namun, apalah daya, Ahmad hanya anak desa yang pergi mengadu nasib ke Malaysia. Tetapi, itu semua tidak menghalanginya sedikitpun untuk mencoba. Walau akhirnya dia merelakan semuanya untuk sebuah hal yang dianggapnya lebih penting dari apapun.

Terima Kasih telah berkunjung dan sudi membaca tulisan sederhana ini.

Salam Steemians kreatif dari Saya @dyanahmed
IMG_20171129_090143.jpg

Sort:  

Sekarang Pemuda itu pada profesi apa?

Gadoeh ceumangkoei jak catok coin dan mita SBD. Hahha

This post has received a 3.39 % upvote from @upmyvote thanks to: @dyanahmed. Send at least 1 SBD to @upmyvote with a post link in the memo field to promote a post! Sorry, we can't upvote comments.

Always you're welcome Bot @upmyvote. Please come back to me all the time (Hehhe). Happy to work with you. :))

Thank you so much for your upvote Sweetie @sweetsssj. Have a great day. 😘

Cerita yg penuh inspirasi,,,,,,dari postingan ini lah saya tau,,trnyata untuk menjadi sukses itu harus di awali dengan kepahitan dan kerja yg keras...............

Kon nyo mnn gure @dyanahmed?😁😁😁😁😁😁

Benar bro. Jika kita mau, kita akan mencari jalan. Terima kasih telah berkunjung. 😉

Siiiipppssss👍👍👍😎

Bereh that cerita..memang betul jangan rezeki yg di sembah tp pemberi rezeki.

Beutoei. Terima kasih telah berkunjung. 😃