'Krueng Thoe', The Beauty of Hidden Island in East Aceh (Bilingual)
My work as an ink worker (journalist), makes me get a lot of knowledge, experience and knowledge when doing coverage especially when going to areas that rarely people come or can be regarded as a remote or isolated area. Besides being able to produce valuable news stories, such trips are often done when boredom begins to strike and when I need something new and challenge.
Profesi saya sebagai seorang kuli tinta (jurnalis), membuat saya mendapat banyak ilmu, pengalaman dan pengetahuan saat melakukan liputan terutama saat pergi ke daerah yang jarang orang datangi atau dapat dikatakan sebagai daerah yang terpencil atau terisolir. Selain mampu menghasikan berita yang bernilai istimewa, perjalanan seperti itu sering saya lakukan saat rasa bosan mulai melanda dan saat merasa membutuhkan sesuatu yang baru dan menantang.
Sunday, February 25, 2018 yesterday or one day after the Meet Up Bereh KSI Chapter East Aceh event was completed, I and several fellow journalists in East Aceh traveled to Madat Subdistrict or the area bordering North Aceh District. The health condition that has not improved enough because the Met Up event pretty much consumed the energy and mind, did not make me cancel the itinerary I had agreed the previous week. Long story short, that morning I was with colleagues Cek Mad (Waspada Newspaper), @syifayulinnas (Photographer Antara Photos) and @lana90 (Rakyat Aceh Newspaper) left for Madat around 8 am.
Minggu, 25 Februari 2018 kemarin atau sehari setelah acara Meet Up Bereh KSI Chapter East Aceh selesai dilaksanakan, saya bersama beberapa rekan jurnalis di Aceh Timur melakukan perjalanan ke Kecamatan Madat atau daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara. Kondisi kesehatan yang belum cukup membaik karena acara Met Up yang cukup banyak menyita tenaga dan pikiran, tidak membuat saya membatalkan rencana perjalanan yang telah saya sepakati seminggu sebelumnya. Singkat cerita, pagi itu saya bersama rekan jurnalis Cek Mad (Koran Harian Waspada), @syifayulinnas (Fotografer Antara Foto) dan @lana90 (Harian Rakyat Aceh) berangkat ke Madat sekitar pukul 8 pagi.
The journey from Idi Cut to Madat takes about 40 minutes. And there, at Madasi Sector Police Headquarters, we have been awaited by the Madasi Chief of Staff, Inspector Hendra Sukmana and his wife and several police personnel. We immediately rushed to the destination using the car that has been provided. We passed the village road and pond area owned by residents. Coastal residents adjacent to the beach are mostly have ponds and expect income from the business of raising fish, shrimp and crabs. After traveling about 1 hour, we finally arrived at the first stop. There have been waiting for a boat belonging nelaytan ready to take us to the destination that is, Krueng Thoe. In Indonesian, Krueng means river and Thoe has a dry meaning (Krueng Thoe = Dry River). According to the story of one of the servants who accompanied our journey, local residents in ancient times named Krueng Thoe karen river that has a very wide groove that often experience severe low tide so many ships can not enter. In the past, the coastal area in this area is very crowded and the crossing of ships from various parts of the world because the beach that belongs to the Strait of Malacca has an ideal depth so that large ships do not have to fear of shallow because if passing or even stop in this area . The Strait of Malacca is well known as a world trade traffic trails in the past.
Perjalanan dari Idi Cut ke Madat membutuhkan waktu sekitar 40 menit. Dan di sana, di Markas Kepolisian Sektor Madat, kami telah ditunggu oleh Kapolsek Madat, Inspektur Dua Hendra Sukmana dan istri serta beberapa personel polisi. Kami langsung bergegas berangkat ke tujuan menggunakan mobil yang telah disediakan. Kami melewati jalan perkampungan dan areal tambak milik warga. Warga pesisir yang berdekatan dengan pantai memang sebagian besarnya memiliki tambak dan mengharapkan penghasilan dari usaha memelihara ikan, udang dan kepiting. Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam, akhirnya kami sampai di pemberhentian pertama. Disana telah menunggu satu boat milik nelaytan yang siap mengantar kami ke tempat tujuan yaitu, Krueng Thoe. Dalam bahasa Indonesia, Krueng berarti sungai dan Thoe memiliki arti kering (Krueng Thoe =Sungai Kering). Menurut cerita salah satunelayan yang menemani perjalanan kami, warga setempat pada zaman dulu menamakan Krueng Thoe karen sungai yang memiliki alur yang sangat lebar itu sering mengalami air surut yang parah sehingga banyak kapal tidak bisa masuk. Dulu, kawasan pantai di daerah ini sangat ramai dan menjadi perlintasan kapal-kapal dari berbagai belahan dunia karena pantai yang termasuk ke dalam kawasan Selat Malaka ini memiliki kedalaman yang ideal sehingga kapal besar tidak perlu takut kandas karena dangkal jika melewati atau bahkan singgah di kawasan ini. Selat Malaka memang terkenal sebagai jalur lalu lintas perdagangan dunia di masa lalu.
Along the way, we were presented with incredible views. Mangrove forests are green and bushy flanking on both sides of the river that we diuri. Not infrequently we also with some anglers who are on the side of the river. They use a small boat. In my heart I believe this river does store fish in very large quantities because the condition is still very awake. After traveling for about an hour, we felt we were at the edge of the river. The boat that we were riding began to rock stronger than before. This indicates the waves and currents of the river are strong enough because the river has met with the ocean. Soon we found a pretty unique location. In the midst of swift currents and strong waves, visible from a distance mound land (land) that is not touched by sea water. We decided to move up and down, to take some pictures there.
Sepanjang perjalanan,kami disuguhkan pemandangan yang luar biasa. Hutan Mangrove yang hijau dan lebat mengapit di kedua sisi sungai yang kami susuri. Tidak jarang kami juga dengan beberapa pemancing yang berada di sisi sungai. Mereka menggunakan boat kecil. Dalam hati saya meyakini sungai ini memang menyimpan ikan dalam jumlah yang sangat banyak karena kondisinya yang masih sangat terjaga. Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam, tanpa terasa kami sudah berada di ujung sungai. Boat yang kami tumpangi mulai bergoyang lebih kuat dari sebelumnya. Hal ini menandakan gelombang dan arus sungai sudah cukup kuat karena sungai sudah bertemu dengan lautan. Tak lama kemudian, kami menemukan sebuh lokasi yang cukup unik. Di tengah derasnya arus dan kuatnya gelombang, tampak dari kejauhan gundukan tanah (daratan) yang tidak tersentuh air laut. Kami memutuskan untuk merapat dan turun, untuk mengambil beberapa gambar disana.
Next we proceed a little more to the land, which looks a bit like the island because the land is indeed surrounded by water, flanked by rivers and oceans. After getting off the boat, we went straight in and explored the island. There we found many people growing watermelons. The fertile soil makes the inhabitants willing to stay away from their homes and kampongs to keep the watermelon gardens from pest disturbances such as monkeys and wild pigs. After tasting the sweetness of some watermelon in the garden of the residents, we retraced the island and headed across the island. After walking for 30 minutes we arrived at the beach. Tiredness paid off after we got there. At that time the weather was a little cloudy, but it did not reduce the beauty of Krueng Thoe beach. And, after lunch, we decided to go home soon because the rain seemed to be going down. Not to forget, we also brought home some watermelon as a gift from the people who entertain us there.
Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan sedikit lagi ke daratan, yang terlihat sekilas mirip dengan pulau karena daratan ini memang dikelilingi oleh air, diapit oleh sungai dan dan lautan. Setelah turun dari boat, kami langsung masuk dan menjelajahi pulau itu. Disana, kami mendapati banyak penduduk yang menanam semangka. Tanah yang subur membuat penduduk rela tinggal jauh dari rumah dan kampong mereka untuk menjaga kebun semangka dari gangguan hama seperti monyet dan babi hutan. Setelah mencicipi manisnya beberapa buah semangka yang ada di kebun warga, kami menyusuri kembali pulau tersebut dan menuju ke seberang pulau. Setelah berjalan kaki selama 30 menit kami pun tiba di pinggir pantai. Rasa lelah pun terbayar setelah kami tiba disana. Saat itu cuaca memang sedikit mendung, tapi hal itu sama sekali tidak mengurangi kecantikan pantai Krueng Thoe. Dan, setelah makan siang bersama, kami memutuskan untuk segera pulang karena hujan sepertinya akan segera turun. Tidak lupa, kami juga membawa pulang beberapa buah semangka sebagai hadiah dari penduduk yang menjamu kami disana.
Sesekali ajak lah jln2 seperti itu yg tempatnya bagus kali dgn pantai yg bersih
Siap kanda @rayiskandar72, kita atur ulang jadwalnya nanti..
bang zamzamiali neu ajak long sigogo u kreung tho, long awan pante bayam hana jioh ngoh kampong ceoh
Get inteuk laen kali wate na kesempatan ta pakat..
Memang bereh untuk pengemasan yang baik dam tulisan yang mengenah @zamzamiali 100 kompor Gas buat anda 👍👍👍👍👍👍
Terima kasih @myus. Semoga bermanfaat dan semoga Aceh Timur kian menggema dan dikenal oleh dunia luar.
Bereh konsep foto bang Zamzami, lon Baroe sebatas ide tapi droe neuh ka melakukan.
👍👍👍👍
Hehehe, pane na konsep bg @dodiaceh2.,hana lage nyan sebab geutanyo model meuen keureupam keureupum aju. Hehehe...
Meunyo tulisan bg @zamzamiali ibarat mie.. leumak mabok wate tapajoh.. h3heheh
Bek lage nyan cekgu @jamal.jeje. Inteuk can hana berani ta pegot postingan lee.
Wkwkwkk... yang pah ta rasa mie bing.. bah mantap ta peget postingan lam keadaan kolesterol naik..
Satnyo ban lon pajoh, tapi kuah bieng teupeuleumak. Hehehe... Inteuk ta olah mi bieng nyan cekgu @jamal.jeje.
Luar biasa alam Aceh Timur, memang bereh perjalanannya
Terima kasih atas kunjungannya kanda @ilyasismail. Semoga nama dan alam Aceh Timur khususnya semakin mendunia berkat platform yang luar biasa ini.
Sangat bagus dan baik abg
Terima kasih atas kunjungan dan komentar positifnya @acehserambi..
Cukop bereh post droneuh adeun, jadi hawa lon² pejalanan melintas rot laot lage nyan..😅
Na rakan lon yang peugah, perjalanan seperti ini sungguh berat biar kami saja. Hehehehe...
Mantap bang @zamzamiali rasanya ingin berkunjung lagi kesana :D
Siap. Ditunggu kedatangannya @bangmimi...
Bereh bereh
Peu jih yang bereh @suhendra301061?