Ketika Air Tidak Lagi Bersahabat, Apa Peran Pejabat?
Kondisi Jl. Perdagangan Air Sialang saat banjir. Sumber foto dari grup Whats App Air Sialang Bersatu
Dua hari yang lalu, Selasa 20 Maret ketika di Banda Aceh disinari dengan cahaya matahari yang berlimpah, di kampungku (Aceh Selatan) malah berlimpah air.
Mungkin kita senang bila airnya berlimpah, namun bila limpahan air itu mendatangkan musibah, apakah ini disebut berkah?
Hujan yang terjadi sejak Selasa siang, membuat sungai-sungai yang ada di Aceh Selatan meluap. Belasan kampung terendam akibat banjir, termasuk kampungku yang berada dia Gampong Air Sialang, Samadua.
Meskipun aku sedang berada di Banda Aceh, teman-teman yang berada di kampung terus mengupdate kondisi banjir melalui foto dan video yang dikirimkannya melalui grup Whats App.
Sumber foto dari Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Air Sialang (Hipmas)
Ada kengerian melihat pekatnya air yang bercampur lumpur, ibarat lautan susu coklat menggenangi kampungku. Perasaan sedih pun mulai muncul dan teringat bagaimana nasib keluargaku di kampung? Alhamdulillah rumahku tidak terkena banjir, karena memang jauh dari sungai Air Sarap yang meluap.
Peristiwa seperti ini memang sering kali terjadi, namun yang paling teringat olehku saat tahun 2002 lalu, di mana aku terjebak di kampung Air Pinang, kecamatan Tapaktuan karena banjir besar. Itulah banjir besar yang menghanyutkan rumah sepupu ibuku yang ada di kampung Lubuk Layu, Samadua.
Hari ini, 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Sedunia (World Water Day), adakah yang mengetahui peringatan ini? Atau kita terlalu sibuk dengan hal lain, sehingga melupakan benda yang paling substansial dalam hidup kita yang semakin hari mulai menuai masalah.
Masalah Air
Lima bulan lalu, saat aku mengikuti pelatihan Perempuan Peduli Leuser (PPL), aku disuguhi dengan tontonan video tentang kondisi air di tahun 2070. Video itu berjudul Surat dari Tahun 2070.
Aku hidup di tahun 2070. Aku berumur 50 tahun, tetapi kelihatan seperti sudah 85 tahun. Aku mengalami banyak masalah kesehatan, terutama masalah ginjal karena aku minum sangat sedikit air putih. Aku fikir, aku tidak akan hidup lama lagi. Sekarang, aku adalah orang yang paling tua di lingkuangku. Klik di sini untuk melihat sambungannya.
Video Surat dari Tahun 2070, sumber youtube.
Melihat video itu, aku gemetar, nafasku sesak, tanpa sengaja air mataku jatuh satu persatu melihat kondisi yang diceritakan di video itu. Ingatanku langsung tertuju ke kampung halamanku yang saat ini tidak mengalami masalah air, karena kampung itu masih diberkahi dengan banyaknya sumber mata air.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan sumber mata air itu akan habis nantinya karena tercemar atau pun mengering sebelum tahun 2070. Hal ini dikarenakan kurang pedulinya masyarakat di kampungku untuk merawat sumber mata air itu dan menjaga hutan di gunung yang menjadi buffer zone Leuser.
Aku pun menulis hal serupa di blogku dengan judul Surat di Tahun 2059 “Air Sialang Tanpa Air”. Bisa dibaca di sini.
Sekarang aku masih bisa memotret air terjun ini, tapi apakah anak cucuku bisa menikmatinya?
Memang saat ini di kampungku air tidak dijual seperti di Banda Aceh yang setiap bulannya harus membayar ke Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Akan tetapi lihatlah, kampungku sangat sering disinggahi banjir, apakah ini tidak menjadi sebuah masalah?
Air dan Kampanye Pemilu
Tahun ini merupakan tahun pemilihan umum (Pemilu) pejabat kabupaten (baca bupati) di Kabupaten Aceh Selatan. Semua orang sibuk mengampanyekan calon yang menjadi pilihannya. Sapanduk, baliho, poster, dan stiker penuh dengan wajah-wajah calon pejabat tersebut. Namun, adakah diantaranya yang peduli dengan kampanye air?
Aku yakin, tak ada satu pun yang membahas hal ini karena mereka terlalu sibuk mengampanyekan diri dengan janji-janji manisnya. Kamu yang sedang berada di Aceh Selatan, bisa cek para pejabat yang mencalonkan diri, adakah dia tahu tentang peringatan Hari Air Sedunia?
Para calon pejabat yang maju di pemilu 2018 Sumber
Jika hal substansial saja mereka tidak peduli, bagaimana mereka berperan untuk bisa menyelesaikan masalah ketika air tidak lagi bersahabat, seperti kejadain banjir dua hari yang lalu.
Ada joke dari temanku @rastaufik10 saat tampil stand up comedy di acara meet up KSI Chapter Pidie mengatakan “sebentar lagi di tahun 2019 kita akan pemilu, jadi carilah ‘pemilu’ yaitu pemerintah mikirin elu (Pemilu)”.
Meskipun itu lelucon, ada pesan moral yang bisa kuambil dari kalimatnya, yaitu kita harus mencari pejabat yang tahu akan kebutuhan kita, tidak hanya untuk manusia tapi juga untuk alam di sekitar kita.
Di tahun 2014, aku pernah menulis di opini Harian Serambi Indonesia dengan judul Air dan Kampanye Pemilu, bisa baca di sini. Ide itu muncul karena kekesalanku melihat banyaknya kampanye para anggota calon legislatif (caleg) yang akan maju di tahun 2014 lalu.
Diantara yang nyaleg, tidak ada satu pun menyinggung masalah kampanye air, hingga 4 tahun berlalu mereka menjabat, tapi apa peran mereka dalam menjaga air yang setiap 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Sedunia?
Jangankan membuat acara kampanye air, tahu pun mereka tidak. Untuk ke depan maukah kita memilih mereka lagi? Kalau aku sih tidak.
Peringatan Hari Air Sedunia
Bagi kamu yang juga tidak mengetahuinya, sedikit aku jelaskan bahwa peringatan ini dideklarasikan pada sidang umum PBB ke-47 di Rio de Janeiro, Brazil. Tujuannya untuk mengingatkan masyarakat dunia akan pentingnya air bersih dan menyadarkan masyarakat untuk mengelola sumber air bersih yang ada.
Harusnya setiap tahun masyarakat dunia memperingati hari ini yang setiap tahun, mempunyai tema berbeda. Untuk tahun ini temanya adalah Nature-based Solution for Water (Solusi Air Berbasis Alam).
Tema ini bermaksud untuk mengingatkan kita bahwa alam sudah mulai rusak, perubahan iklim semakin ekstrim, saat di daerah lain terjadi kekeringan, sementara daerah lainnya kebanjiran yang mengakibatkan terendamnya perkampungan. Polusi air pun semakin marak terjadi, limbah pabrik dan sampah telah mencemari sungai-sungai yang menjadi sumber air bersih.
Oleh karena itulah setiap 22 Maret kita diajak kembali untuk memikirkan alam yang menjadi tempat tinggal kita ini. Bahkan di tahun ini kita dianjurkan untuk kembali ke alam supaya menjaga air yang merupakan sebagai sumber kehidupan.
Teruntuk kerabatku di Aceh Selatan yang baru saja terkena musibah banjir, ini merupakan teguran dari tuhan untuk kita, sebelum pemilihan pejabat yang akan memimpin daerah kita.
Saranku pilihlah pejabat yang mempunyai program tentang kampanye hijau. Tidak hanya sekadar membangun infrastruktur, tapi juga membangun alam yang menjadi tempat tinggal kita. Kalau dia peduli dengan alam, maka dia akan berperan untuk meneruskan kelangsungan hidup kita.
Terhenyuh daku baca tulisanmu, Yell.
Iya, PEMILU (Pemerintah yang Memikirkan Lu).
Terkait penjagaan air, kira-kira solusi sederhana yang bisa kita usahakan bersama masyarakat sekitar apa ya? Tindakan yang berdampak gitu misalnya. Mungkin bisa dipaparkan juga.
Untuk kita masyarakat lemah ini, apalagi kalau bukan advokasi masyarakat supaya mau menjaga air dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dari sekaranglah sebelum Pemilu 2019 kita berkoar-koar untuk kampanye hijau, supaya yang menjabat pada periode berikutnya bisa mengerti tentang hal itu. Jadi nggak 'buya tedondong' alias nggak dieksploitasi lagi alam kita oleh orang luar karena izin dari pejabat itu.
Selamat Hari Sedunia, semoga Allah swt.memberikan kita keselamatan. Aaamiin.
Amin ya Allah. Terima kasih sudah berkunjung kak.
Mari sama-sama berbenah, semoga akan ada yang terbaik untuk Bangsa kita, besar harapan seperti sosok Umar Bin Khattab tapi mustahil hal..yang terbaik untuk Bangsa😇
Iya kak, paling nggak mirip Umar Bin Khatab lah. Semoga ada sosok seperti itu ya kak.
Aku ngeri lho melihat yang seperti-seperti itu, setelah membaca novel Sketsa dan Rumahujan semakin merasa ngeri....
Iya kak, alam kita ini semakin rusak. Nggak tahu jadinya apa di tahun2 berikutnya bila kita tidak menjaganya.
Semoga banjir di kampung mbak @yellsaints24 cepat surut. 👍
Alhamdulillah air nya sudah surut, tapi kita tidak tahu bagaimana ke depannya. Karena katanya gunung di Aceh Selatan sudah banyak yang gundul akibat penembangan kayu ilegal. Semoga Allah melindungi kita semua.
Amin..
Allahummadfa' Anna bala wal waba wal fahsya i walmungkar
Kampung kami di meukek jga terkena banjir, dan, banjir sperti ini blm pernah saya lihat smenjak saya lahir hingga besar di meukek..
Apa sebab? Ternyata memang hutan mulai dirambah. Batu2 gunung dan sungai dihabisi. Smoga pmimpin k depan sadar akan pentingnya menjaga alam.
Iya, makanya kita pilih pemilu (pemerintah yang mikirin elu) supaya nggak hanya mikirin kepentingan pribadi dan kelompoknya, tapi juga manusia lain dan alam yang ada di Aceh Selatan.
Ya.. Selama ini yg mengeruk alam jga kbanyakan kaum2 dekat pmimpin.. Hehe
Selamat hari Air sedunia, orang PDAM, Kementrian PUPR-Cipta Karya-Bidang Air Minum dan Sanitasi tidak akan lupa dan pasti mengetahuinya, sayangnya pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi kita di Aceh tidak peduli, krn air melimpah disini bahkan banjir...
Mari
Ya, begitulah. Masalah air ini kita harus tangani bersama, karena dengan bersama kita mampu :) Terima kasih sudah berkunjung.
Dalem kali isi tulisannya...
Kita dianugerahi alam yang sungguh luar biasa namun kita yang kurang menyadari hal ini, bukan menjaga dan melestarikan, malah merusak, akhirnya alam pun marah pada kita. :(
Iya, begitulah manusia. Semoga kita tidak menjadi orang2 yang seperti itu ya.
Tugas kita yang sudah tahu mengedukasi, tapi tugas mengedukasi itu sangat berat ya, Yelli. Semoga tetap dalam semangat yang sama. Selamat Hari Air Sedunia.
Berat emang kak, kakak nggak sanggup biar Yel saja. Hehehehe.
Selamat Hari Air Sedunia kak.