Ramadan dan Kualitas Komunikasi

Ramadan bulan yang sangat istimewa. Istimewa karena dapat membentuk perilaku orang-orang yang beriman menjadi insan yang bertaqwa. Ramadan momentum tepat memperbaiki kualitas diri menuju insan kamil. Ramadan juga menjadi kesempatan terbaik kita memperbaiki kualitas komunikasi.

Sebagaimana dimaklumi, Ramadan adalah bulan imsak, bulan menahan diri. Menahan dari membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Termasuk pula menahan dari yang membatalkan pahala puasa. Menahan diri dari cara kita berkomunikasi, baik interpersonal maupun intrapersonal.

Komunikasi tidak hanya menyampaikan makna kepada orang lain, tetapi harus dilihat kualitas dari pesan yang disampaikan itu sendiri. Apakah pesan itu berpengaruh positif atau negatifkah, menyinggung perasaan orang lain atau tidak. Dalam ilmu komunikasi ini disebut dengan psikologi komunikasi.

Jika biasanya kita berkomunikasi dengan kualitas yang buruk, dalam artian komunikasi yang menyakitkan orang lain atau asal bunyi (asbun), maka Ramadan adalah momentum untuk memperbaikinya. Menggunakan bahasa-bahasa yang sopan, beretika, menjaga perasaan orang lain. Dalam istilah komunikasi disebut dengan high context culture communication (HCCC) atau budaya komunikasi konteks tinggi. Pada konteks ini seseorang atau kelompok menggunakan budaya saling menghargai dan menghormati dalam berkomunikasi. Mereka lebih menggunakan penghalusan bahasa, sehingga dalam mengeluarkan pernyataan ataupun kritikan kepada pihak lain tidak menyakitkan perasaan orang tersebut. HCCC ini dipopulerkan oleh Edward T. Hall.

Sebenarnya, apa yang telah dipopulerkan oleh Edward T. Hall adalah berdasarkan yang tertuang dalam Alquran. Islam mengajarkan umatnya berkomunikasi dengan sopan dan efektif. Dalam berdakwahpun Islam menuntun para pendakwah untuk mengajak dengan hikmah dan pelajaran yang baik.

Dalam Alquran ada istilah qaulan kariman, yang artinya ucapan yang mulia (QS. Al-Isra: 23). Qaulan baligha (QS. An-Nisa: 63), komunikasi efektif, yang mempunyai bekas dan dampak positif terhadap apa yang dikomunikasikan. Ada juga qaulan sadidan (QS. An-Nisa: 9), artinya perkataan yang benar. Alquran memerintahkan kita untuk berkata benar, jujur dan tidak merekayasa. Dalam konteks ini juga dapat diartikan bahwa Islam melarang kita menyampaikan informasi yang tidak sesuai data dan fakta, Islam melarang manipulasi informasi, Islam mengecam orang-orang yang menyebarkan informasi hoax. Selain itu, dalam Alquran juga disebutkan istilah qaulan ma’rufan (QS. An-Nisa: 5), perkataan yang baik. Qaulan maisuran (QS. Al-Isra: 28), perkataan yang mudah dipahami. Dan qaulan layyinan (QS. Thaha: 44), perkataan yang lemah lembut. Semua istilah tersebut adalah pola komunikasi yang diperintahkan oleh Allah swt.

Komunikasi di Era Digital

Perkembangan teknologi informasi menjadikan semua menjadi cepat dan mudah. Dunia terasa sempit dengan hadirnya teknologi ini. Bahkan anak-anak kitapun menjadi digital native di era millineal, mereka terlahir di abad teknologi informasi.

Media sosial adalah salah satu bukti dari kemajuan ini. Bahkan terkadang kita lebih sering berinteraksi melalui media sosial. Media sosial menjadikan kita saling terhubung antara satu dan lainnya tanpa dibatasi jarak dan waktu. Inilah yang saya sebutkan tadi dunia semakin sempit.

Komunikasi interpersonal dilakukan dengan cara langsung (face to face) atau dengan menggunakan media. Perkembangan teknologi informasi menjadikan jejaring sosial sebagai media dalam berkomunikasi dan paling sering digunakan. Media sosial digunakan untuk mengekspresikan sesuatu.

Karena itu, mari kita manfaatkan media sosial untuk membangun kualitas komunikasi kita dengan baik, apalagi disisa-sisa Ramadan tahun ini yang segera akan meninggalkan kita. Sekali lagi, Ramadan momentum memperbaiki kualitas komunikasi.