Menulis “Drama Alam”: Catatan Juri Indonesia Challenge 10

in #indonesia7 years ago (edited)

Tema lomba Indonesia Challenge 10 kali ini adalah menulis tentang alam, satu tema yang telah menjadi tren dimana-mana. Koran terbesar nasional seperti Kompas, Media Indonesia, dan Republika hampir selalu mengangkat headline tentang perusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia dan di dunia.

Baru-baru ini saya diundang mengisi seminar di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Bali, berbicara tentang peran kesenian dalam menjaga harmoni lingkungan. Paper saya untuk seminar itu berkisah tentang peran kesenian meredam perusakan lingkungan; pilihan alternatif ketika agama dan hukum terkesan majal melakukan upaya pelambatan destruktif. Tentu peran kesenian dengan muatan artistik-estetik lebih bersifat menggugah dibandingkan represif. Saya gunakan pendekatan kajian budaya (cultural studies) dan antropologi ekologi dalam bahasan untuk seminar khusus mahasiswa pascasarjana dan dosen ISI Denpasar itu.

Paper itu saya ekstraksi dan saya tambahkan kasus mengeringnya kolam pemandian Mata Ie, di Banda Aceh, sehingga jadilah artikel yang terpublikasi di media massa (Teuku Kemal Fasya, "Seni Sebagai Senjata Lingkungan”, Kompas, 14/8/17).

Namun demi melihat tema yang diberikan kurator @aiqabrago, ada multiple perasaan yang memuncah (seperti apa tuh ya, apa mirip multiple orgasm?).

Pertama, saya bersyukur tema lingkungan dan alam ini diangkat. Ini menunjukkan isu ekologi bukan lagi isu sampiran. Pelbagai problem lingkungan hidup telah melahirkan kajian lintas-disiplin. Misalnya manajemen lingkungan, teknologi lingkungan, antropologi ekologi, eco art, dsb.

Isu lingkungan telah menjadi solidaritas bersama dan berkembang menjadi etika global. Artinya menjaga lingkungan menjadi wajib hukumnya apapun agama, preferensi politik, dan afiliasi kulturalnya. @aiqabrago sebagai putera Pidie juga mengalami ratapan yang sama ketika merekam alam Kawasan konservasi Ulumasen yang mulai hancur.

Kisah tentang Sungai Tangse yang dulunya jernih dengan ikan Keureulingnya. Kalau dimasak asam pedas (asam keueng) amboi enaknya. Kini sungai Tangse sudah beracun mercuri dan perbukitannya mudah longsor. Hal itu tak lain karena hutan-hutannya telah hancur berantakan.

Kedua, naskah yang masuk luar biasa banyak. Mungkin kali ini pemecah rekor dengan 122 postingan. Bayangkan, dengan waktu sesingkat-singkatnya (kurang dari 24 jam), saya diminta menilai seadil-adilnya, dengan honor seikhlas-ikhlasnya (entah pun berhonor). Belum pernah dalam penjurian mana pun saya melakukan sedekah, aksi filantropi, dan pengorbanan sebesar ini. Biasanya saya diberi waktu waktu 3 x 24 jam sejak naskah masuk hingga pengumuman.

Ketiga, dengan penuh pertimbangan dan perasaan, akhirnya terpilihlah 23 finalis yang memenuhi persyaratan minimal.

  1. @mariskalubis : Biarkan Anak Indonesia Menyatu Dengan Alam.
  2. @bukharisulaiman : Jangan “Menzinai” Hutan.
  3. @syehlah : Permulaan Dari Keindahan Alam Yang Mengagumkan (Indahnya Ciptaan Tuhan Menjadi Bukti Kekuasaanya).
  4. @tusroni : Keindahan Alam Air Terjun Bissappu.
  5. @irwanumpal : TANPA HUTAN TIDAK ADA KOPI (kajian pada ekspedisi gunung geureudong).
  6. @rismanrachman: Mantra Menanam Pohon.
  7. @zulfikarkamui : Kerusakan lingkungan hidup di indonesia.
  8. @bookrak : Rawa Tripa dan Hal-hal Yang Belum Terselesaikan Hingga Sekarang.
  9. @munawir91 : Jeritan Gunung Sala.
  10. @hermanrn : Puncak Geurutee Lebih Menakjubkan daripada Puncak Cisarua.
  11. @yulimia : Menyelami Keindahan Tersembunyi Pantai Nglambor Gunung Kidul.
  12. @ilyasismail : Dilema Limbah Tidak Bertuan Di Pinggir Jalan.
  13. @nurhayati : Alam, Rumah Kita Bersama.
  14. @nyakaziz : Irigasi Gle Linteung Keumala.
  15. @mushthafakamal : Pelajaran dari Kisah Botol Air Mineral di Paru-paru Dunia.
  16. @steem77 : Solusi Sederhana untuk Penyelamatan Alam.
  17. @nasrud : Menimbun Bencana.
  18. @ririn : Satu Langkah Kecil Untuk Menyelamatkan Bumi.
  19. @slempase : Bersahabat Dengan Alam.
  20. @viqral : Aliran Sungai Yang Tercemar Akibat Pengambilan Batu Gajah.
  21. @yogifajri : Pantai Watukarung, Pesona Pantai Pasir Putih di Pesisir Selatan Jawa.
  22. @abunagaya : Inikah "ALAM KITA" Yang Disebut Negeri di Atas Angin?
  23. @rayfa : Mengubah Paradigma Pengelolaan Sampah.

Dari tulisan yang masuk, ada beberapa catatan untuk #IndonesiaChallenge10.

Pertama, peserta kurang jeli membaca perintah bahwa tulisan diharuskan di dalam bahasa Indonesia. Pesan ini bersifat clara et distincta: jelas dan membedakan. Tujuan tak lain agar kaum Steemians Indonesia menghargai bahasa persatuan ini. Ada cita-cita luhur, bahwa berbahasa yang baik akan mengangkat derajat bangsa Indonesia dan lingua franca-nya. Bahasa Indonesia yang berumpun Melayu masuk tujuh besar pengguna bahasa di dunia (http://dewara.com/10-bahasa-yang-paling-banyak-digunakan-di-dunia/).

Apalagi jika kita tempiaskan dengan pelbagai riset seperti dilakukan Prof. Teuku Ibrahim Alfian, Prof A. Teuuw, Sitor Situmorang, Dr. Imran Abdullah, Prof. Abdul Hadi WM, Prof. Oman Faturrahman, dll akar-akar bahasa Melayu secara genealogis berasal dari Sumatera, bukan semenanjung Malaya, lebih tepatnya berasal dari Aceh. Peran Hamzah al-Fansury sebagai bapak bahasa Melayu modern tidak diragukan. Agak aneh jika masyarakat Indonesia apalagi Aceh tidak menghargai bahasa indatu ini. Bisa teumeureka (durhaka) jadinya!

Jadi tulisan di dalam bahasa Inggris apalagi jika cuma standar google translate yang kacau secara gramatikal, melangkahi ketentuan. Kalau ada yang masuk nominasi, tentu beberapa pertimbangan.

Kedua, ada syarat minimum yang tidak terpenuhi. Sudah jelas ini lomba menulis, tapi jumlah kata kurang 300, saya langsung keluarkan dari arena. Meskipun juga harus disadari pakem penulisan di blog atau media digital, tak bisa sepanjang menulis di media cetak. Dalam tulisan terdahulu saya katakan, tulislah 25 persen lebih ringkas dibandingkan tulisan di media cetak atau 400-800 kata. Terlalu pendek jangan, demikian pula terlalu panjang.

Ada Steemians yang memindahkan hasil risetnya ke Steemit. Hasilnya? Tidak ada yang membaca. Jika berani menulis panjang – seperti yang sedang saya lakukan di sini – harus yakinkan bahwa pembaca tidak tertidur hingga akhir.

Ketiga, menulis tentang alam, tapi beberapa foto yang disajikan malah foto selfie. Itu bagi saya mengganggu, mendegradasi nilai tulisan, dan mengalihkan fokus. Saya juga pernah melakukan itu– nasib kita kaum narsis tralala. Tapi untuk lomba seperti ini, cobalah tatap alam dalam-dalam dan rekam dalam foto atau video artistik. Hadirkan suasana alam itu, apakah gembira atau terluka.

Keempat, hal-hal teknis penulisan. Untuk judul, lakukan dalam bentuk frasa atau punktuasi diksi. Judul yang sehat itu terentang 3-5 kata. Jangan jadikan judul sepanjang Krueng Peusangan. Juga pilihlah judul pars pro toto: menyebut sebagian untuk menjelaskan keseluruhan. Atau buat judul yang enigmatik, sehingga pembaca penasaran.

Jangan buat judul yang sudah jutaan orang dan ribuan tahun digunakan seperti “Indahnya Alam Desaku”, “Mari Menanam Pohon untuk Menjaga Alam”, “Cara Menjaga Hutan agar tetap Lestari dengan Menanam Pohon”, dsb. Intinya jangan pasaran atau klise.

Begitu pula dengan kalimat awal. Buatlah “bom” atau ledakan yang membuat orang akan tergoncang membacanya hingga habis. Makanya yang tersulit menulis saat memulai kalimat pertama. Padatkan maksud pada dua kalimat pertama dengan smooth, low profile dan no lebay.

Hal lain adalah editing. Saya mudah ill feel kalau melihat terlalu banyak salah ketik, bahkan di paragraf awal. Kesalahan ketik yang ditoleransi bagi saya hanya tiga kali. Kalau saya lakukan itu dipastikan saya sudah berdosa kepada publik. Ini problem ketika menulis di blog sendiri, Anda penulis sekaligus editor akhir. Jangan biarkan “najis linguistik” itu mengacaukan atensi orang membaca. Caranya, baca ulang minimal empat kali. Kebanyakan? Daripada resiko tulisan hadir bopeng-bopeng editingnya. Please do self-editing, over and over again untill it seems perfect to you!

Atas dasar itu akhirnya saya memilih enam pemenang seperti telah diumumkan @aiqabrago :

Juara I : @bookrak
Juara II : @munawir91
Juara III : @mariskalubis
Juara Harapan I : @mushthafakamal
Juara Harapan II : @bukharisulaiman
Juara Harapan III : @rismanrachman

Saya tak kesulitan memilih juara pertama dan kedua, karena dua tulisan itu langsung membuat saya bergetar. Tulisan @bookrak berkisah tentang hancurnya salah satu hutan rawa terbesar di Indonesia dan @munawir91 membicarakan tentang pengabaian Gunung Sala yang terdapat di Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara sebagai daerah konservasi. Aluran kalimat dan data disitu membuat saya ciut, bahwa tanda-tanda kiamat lingkungan sedang terjadi dan semakin parah ke depannya.

Tulisan itu telah berhasil menggabungan tiga hal: data, analisis, dan bahasa. Tulisan harus dengan data, meskipun jangan dijejal terlalu banyak ala laporan LSM kepada donor atau laporan pertanggungjawaban pemerintah pada akhir masa jabatan. Tak ada yang sudi baca data, statistik, persentase terlalu banyak.

Aspek analisis menunjukkan Anda sedang berada pada posisi menajamkan cara berpikir pada masalah yang diulas. Seperti para penulis artikel lainnya, Anda bukan bendungan bagi semua orang, maka pemihakan dalam menulis tidaklah salah. Seperti dikatakan oleh Luce Irigaray, to speak is never neutral, seperti juga menulis tidak pernah netral. Penulis punya resiko dicintai atau dan dibenci. Sebab kita bukan PSK yang bisa memuaskan semua orang.

Bahasa adalah medium tempat dicangkokannya logika dan susastra. Kaum posmodernis tidak pernah mempercayai bahasa bisa objektif dan struktural-positif. Bahasa adalah medium intersubjektif, tempat pelbagai fantasi, imajinasi, artistika, dan estetika mendapatkan peluang kemerdekaanya. Jadi, penulis baik adalah mampu menjaga bahasanya: santun, baik, logis, teratur, puitis, dan magis. Bahasa adalah sastra sunyi (literature of silence) yang harus dihidupkan oleh para pengarang (author).

Tulisan @mariskalubis menunjukkan talentanya sebagai penulis perempuan. Inward looking and simply good. Sebenarnya penulis blog harus mengembangkan strategi seperti ini: induktif dan mempribadi, dan bisa melebar hingga pada pesan deduktif. Jadi jangan berpikir yang jauh-jauh atau yang luas-luas. Problem di sekitar kita ada banyak yang bisa dijadikan lesson learned bagi orang lain. Tulisan itu mengisahkan upayanya mengajarkan anak-anak untuk akrab dengan alam yang jernih sejak belia, agar mereka bisa menjadi pembela lingkungan.

Tulisan @mushthafakamal memiliki narasi yang bersih dan runtut. Berkisah perjalanannya di Taman Nasional Gunung Leuser, Bahorok, Langkat Sumatera Utara. Komunitas di sana sedemikian tinggi menjaga kebersihan, bahkan sepuntung rokok atau sebotol air mineral pun tak boleh “menzinai hutan” – memakai istilah @bukharisulaiman (ngeri kan istilahnya). Itu sekaligus penanda tidak semua masyarakat Sumatera Utara jorok dan suka buang sampah sembarangan. Hal itu bisa dibentuk oleh pendidikan.

Tulisan @bukharisulaiman memiliki nilai artistik pada judul. Itu menunjukkan bahwa ia mulai bisa memainkan fungsi metafora dalam tulisan. Tulisan itu juga memperlihatkan “ideologinya” bahwa perusak lingkungan sesungguhya pendosa, karena Tuhan melarang perusakan lingkungan dalam kitab suci.

Tulisan @rismanrachman saya pilih mungkin paling subjektif. Ada beberapa kandidat yang bisa saja menggantikan posisinya. Tapi saya memilih karena narasinya agak unik. Agak lucu dan ringan gitu. Kayak ada manis-manis nangka tua dalam tulisan ini.

Sebenarnya tak bisa pula kesampingkan tulisan @hermanrn dan @tusroni yang secara teknis bagus, tulisan investigatif @viqral menarik karena ada unsur thriller, riskan jika diketahui oleh pelaku galian C bisa jadi kena kepruk. Tulisan naratif-personal @ririn juga menyentuh, khas tulisan feminin.

Tapi itu dia, lomba ini terbatas untuk pemenang. Namun, ketika kalian menulis dengan baik, kalian sudah menjadi pemenang dalam dunia literasi.

Seperti judul di catatan ini, kita tak cukup mendeskripsikan (berasal dari bahasa Latin: drescribere): hanya mengambarkan atau menulis sesuatu, tapi juga harus menghadirkan “drama”, yaitu menafsirkan lebih lanjut dan menggali lebih dalam dari apa yang terlihat. Istilah Clifford Geertz, antropolog Amerika Serikat: interpretive anthropology, yaitu memberikan “politik makna” melampaui apa yang dilihat agar berkekalan sebagai pengetahuan publik.

Proficiat!

NB : Saat-saat akhir sebelum posting, @aiqabrago memberitahukan kepada saya ada pemenang yang saya ajukan didatangi cheetah. Itu menunjukkan ada unsur plagiarisme di sana. Dengan cepat saya ganti dengan daftar cadangan sebagai pemenang. Ini menandakan, orisinalitas di atas segalanya. Paling tidak dunia Steemit lebih bersih dibandingkan dunia kampus yang masih banyak praktik penjarahan karya orang lain.


Indonesia Steemit.jpg

Sort:  

Ini definisi yang sangat lengkap dan bijaksana. Sangah idah dalam mengklarifikasi semua pembahasan peserta perlombaan dalam indonesiachallenge10. Semua sangat akurat dan bijak sana. Selamat kepada para pemanang dan salam ksi

Hehehe... Terus dia mau pemenangnya sopoo...haha

Selamat buat para pemenang. Terimakasih dewan juri atas masukkannya. Keren dan sangat membangun, apalagi buat saya yang akhir-akhir ini kurang semangat menulis.

Loading...

Terimakasih Bg @teukukemalfasya. Semoga pemberian lebel sebagai juara 2 bagi tulisan saya dalam lomba Challenge 10 kali ini semakin memberikan motivasi bagi saya untuk tetap semangat dalam munulis. Khususnya terkait dengan isu-isu lingkungan.

Terimakasih juga kepada donatur yang telah mensponsori lomba ini, yaitu; @donkeypong, @papa-pepper, @aiqabrago, @levycore dan @jondahl.

Selamat bagi para juara, nanti kalau ada lomba lagi saya akan ikuti,,, hehehehe mohon informasinya aduen @teukukemalfasya. tapi pak bos loen mantong di miyub @bukharisulaiman.

tapi selamat syiet buat pak bos paduka yang mulia @rismanrachman

Ya, @taministy sang pakar perbengkelan steemit... Kembali bangkit setelah kemarin ada sedikit prahara

hehehe siap bang @teukukemalfasya , semangat dari kawan-kawan menjadikan saya bangkit,, hehehe

Selamat kepada pemenang. Setelah selesai membaca hasil penjurian tambah semangat serta ilmu baru apa saja yang harus di perhatikan dalam menulis. Terimakasih pak @teukukemalfasya.

ulasan apik nan menarik. soal menulis bagus, indah dan lain lain bukan kerja sekali duduk langsung mahir, langsung jadi. sy masih mengaku sampai kini masih belajar menulis. maka di email resmi saya gunakan tagar di bawah nama #anakkecilbarubelajarnulis. @teukukemalfasya ini bisa dijadikan guru untuk para stemian soal kelihaian memilih diksi, kata, dan padu padannya. selamat buat pemenang.

Sedikit orang seperti @masriadi yang rendah hati, meskipun ketika saya bergabung di steemit ini ternyata mulai banyak yang berpikir positif.

Tapi lebih sedikit lagi bahkan hampir tidk ada yang seperti @anonymous ini yang pemberang, insidious, dan punya pikiran negatif, hingga kesalahan minor seperti di atas saja dipermasalahkan.

Dia tidak melihat yang ikut ini adalah 'para junior' yang perlu disemangati jiwanya daripada dimaki gak jelas ujung pangkalnya.

Jika @anonymous kesal karena ia kalah atau mungkin temannya, saya bersedia memberitahukan dimana letaknya. Sambil ngopi dan saya traktir.

Pak Kemal berkelas 👍👍

Thanks Pak Damanhur

Alhamdulillah akhirnya habis juga sy baca catatan penjurian IndonesiaChallenge kali ini. Luar biasa bg TKF. Ngeri pokoknya.

Alhamdulilah. Thanks mybro....My friend in eternity.... Pokoknya jangan sampai lupa ngopi.... Haha

selamat kepada pemenang

Selamat juga buat @ririn... Tulisannya juga bagus

Terima kasih , sepertinya saya harus menimba ilmu dari Mas @teukukemalfasya nih :)