KENAPA MARAH BISA TERJADI
BAGAIMANA MARAH ITU DAPAT TERJADI
Marah adalah sifat syaithan laknatullahi alaih. Seperti sabda Nabi SAW :
إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu." (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Bagaimana syaithan dapat merasuki sifatnya ke dalam diri manusia salah satu jawabannya adalah melalui sebuah organ kecil di otak bernama Amyglada. Apa itu Amygdala? Amyglada adalah bagian dari dalam otak yang mengontrol respon terhadap rangsangan dari luar tubuh, baik itu penglihatan, pendengaran, sentuhan, perasa, dan lain sebagainya. Setiap rangsangan yang diterima akan diproses oleh amyglada dengan meningkatkan hormon-hormon tertentu dalam tubuh.
Saat marah, hormon epinefrin dan norefinefrin meningkat dan menyebabkan terjadinya peningkatan laju jantung dan aliran darah ke wajah. Hal ini, meskipun tidak selalu terjadi, akan mengakibatkan seseorang merah mukanya dan tegang urat lehernya.
APA RESIKO MARAH YANG BERKELANJUTAN?
Peningkatan kedua hormone di atas dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan resiko peningkatan tekanan darah dan serangan jantung. Dalam kasus lain peningkatan hormone efinefrin dan norefinefrin juga dapat meningkatkan gula darah dan asam lemak yang berujung pada penyumbatan aliran darah dan stroke.
BAGAIMANA MENGENDALIKAN MARAH?
Dalam Islam dikenal banyak cara untuk meredam marah. Di antara hadits nabi yang terkenal adalah
📚Hadits Pertama :
Rasulullah bersabda:
إِني لأعلمُ كَلِمَةً لَوْ قالَهَا لذهبَ عنهُ ما يجدُ، لَوْ قالَ: أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ، ذهب عَنْهُ ما يَجدُ
“Sungguh aku mengetahui ada satu kalimat jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz: A’-uudzu billahi minas syaithanir rajiim, hilanglah kemarahannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
📚Hadits Kedua :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
“Jika kalian marah maka diamlah.” (HR. Ahmad)
Ketika marah, kesadaran dan akal sehat kita hilang. Akibatnya, tidak jarang tanpa kita sadari dan tanpa terkendali kita mengeluarkan kata-kata buruk yang justru menjadi pundi-pundi dosa.
Tindakan diam dapat merelaksasi otot-otot gerak dan melancarkan aliran nafas sehingga hasil akhirnya adalah aliran darah menjadi lancar dan tubuh dapat kembali tenang.
📚Hadits Ketiga:
Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ
“Apabila salah seorang di antara kalian marah dan dalam posisi berdiri, hendaklah dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendaklah dia mengambil posisi tidur.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Perubahan posisi dari berdiri ke duduk sejatinya dapat juga merelaksasi otot-otot tubuh, mengurangi beban stres, mengurangi curah jantung dan memperbaiki aliran jantung. Hal ini akan mengakibatkan tubuh bisa lebih rileks dan tenang. Begitu juga halnya dengan merubah posisi dari duduk ke tidur.
📚Hadits Keempat :
Rasulullah bersabda:
فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu." (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Dan pada hadits riwayat lain menyebutkan
فَإذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَغْتَسِلْ
“Apabila kalian marah, mandilah.”(HR. Abu Nuaim dalam Hilyah).
Tidak ada hubungan sebab-akibat dalam bentuk fisik secara medis dari berwudhu terhadap marah. Namun dengan kekhusyukan dalam wudhu dipercaya dapat membuat pikiran lebih rileks dan tenang.
Demikian semoga bermanfaat.