ACEHNOLOGI (BAB 23 JEJAK SPIRIT ACEH)
Assalamu’alaikum, Wr,Wb..
Pada kesempatan ini saya akan mereview buku ACEHNOLOGI volume 3 pada bab 23 yang berjudul Jejak Spirit Aceh, karya bapak KAMARUZZAMAN BUSTAMAM-AHMAD.
Baiklah saya langsung saja memulai lagi meriview pembahasan tentang tentang Jejak Spirit Aceh pada bab 23. Semoga kita mendapatkan ilmu yang lebih bermanfaat lagi.
Seiring berjalannya waktu Spirit Aceh tidak mampu untuk kembali menerjemahkan ke dalam suatu realitas kehidupan yang ada pada masyarakat, spirit Aceh perlahan demi perlahan tidak lagi menghasilkan suatu sistem pemikiran dalam kebudayaan Aceh, akibatnya spirit Aceh hilang secara perlahan.
Akan tetapi spirit yang ada di Aceh tidak hilang seluruhnya, karena sampai saat ini spirit Aceh masih dapat di rasakan.
Ada beberapa spirit Aceh yang masih tertanam jelas dalam pemikiran masyarakat Aceh dan sampai saat ini masih di terapkan karena mempunyai makna diantaranya adalah istilah ‘meugure’ atau ‘meununtut euleume.
Meugure sendiri jika di artikan ke dalam bahasa Indonesia mempunyai makna berguru yang bisa juga di artikan sebagai menuntut ilmu.
Namun demikian impak dari tradisi meugure tidak memberikan perkembangan ilmu di Aceh. Tradisi meugure bahkan dianggap sesuatu yang tidak masuk akal. Padahal, semua tradisi spiritual tersebut dilakukan manusia yang pada kenyataannya juga melakukan pakai akal.
Istilah ini kemudian secara perlahan mulai hilang, karena banyak masyarakat Aceh menganggap bahwasanya ini merupakan suatu yang sudah ketinggalan sudah lampau, sehingga tidak cocok lagi di terapkan dimasa yang modern ini.
Dari beberapa fakta yang ada di atas, kemudian muncul pertanyaan. Apakah orang Aceh mampu untuk mencari kembali aspek dasar spirit Aceh? jika menjawb hal ini tentunya hal ini tidak lepas kaitannya dengan ruang dan waktu, Karena seperti yang kita ketahui ruang dan waktu mereka orang Aceh disibukkan dengan mencari penghasilan sebanyak-banyaknya.
Penghasilan itu sendiri masuk ke dalam kategori ‘beureukat’.
Pada persoalan kebudayaan, simbol-simbol budaya Aceh hanya bisa kita lihat pada daerah perkampungan saja dan sangat jarang kita temui di daerah perkotaan. Dahulu dalam sejarah Aceh, pada masa kerajaan, raja Aceh dulu menggunakan adat, adat iru dikenl dengan adat meukuta alam yang yang menjadi panduan dalam mengatur kehidupan rakyat Aceh maupun mengatur para kabinet saat itu.
Kemudian juga bagi masyarakat meukat adalah berenti sejenak. Tradisini ini lebih banyak ditemukan ditradisi hari pekan atau hari ganti dalam bahasa acehnya uroe gantoe, yang mana disini orang orang gunung banyak berenti untuk berjualan (meukat). Dan ini dinamakan ureng baroh.
Kemudian ada juga ureng tunong yaitu orang yang bercocok tanam. Pada hari ganti mereka tidaj membawa uang kepasar, tetapi hanya membawa hasil kebun yang dihasilkan dari ladang.
Kemudian Pada bab ini juga menceritakan ada pandangan orang Aceh bahwasanya orang Aceh tidak boleh menjadi orang kafir atau orang yang keluar dari agama islam, karena di Aceh di kenal dengan tanah para aulia.
Dalam bahasa Aceh kata kafir di sebut dengan kaphe dan ada juga istilah aulia, aulia sendiri itu diartikan dengan kumpulan orang-orang yang di anggap alim ataupun keramat.
Kedua, istilah ini merupakan suatu konsep yang menjadi batas spiritualitas yang tidak dapat di kompromikan satu sama lain, maka yang menjadi tempat penyemaian antara kebudayaan dan intelektual orang Aceh adalah dayah.
Dayah menjadi pusat central bagi orang Aceh, dayah merupakan salah satu pusat berjalannya kebudayaan yang ada di Aceh. Dari tulisan yang ada di atas dapat kita ketahui bahwasanya spirit Aceh pada dasarnya berasal dari ulama, yang mana mereka telah mendapatkan suatu pencerahan selama mereka mencari ilmu-ilmu agama islam.
Maka dari hal itu ulama dianggap mempunyai kekuasaan tersendiri pada daerah tertentu misalnya seperti Abu Tanoh Mirah, Abu Tanoh Abe, Abu Kuta Krueng, Abu Krueng Kale, Abu Panten, Abu Bakongan, Teuku Chik Di Tiro, yang mana mereka adalah para ulama yang sangat di hormati pada masanya.
Spirit dari para ulama tersebut harus di patuhi oleh masyarakat Aceh dan kemudian menjadi tata kehidupan masyarakat Aceh. Karya-karya yang di buat oleh para ulama sampai saat ini masih terjaga dan ada dari beberapa karya para ulama di terjemahkan ke dalam bahasa Melayu sehingga mudah untuk di baca, dan diharapkan spirit Aceh yang terdahulu dapat kembali lahir dengan masih adanya karya-karya ulama yang sampai saat ini masih bisa kita baca.
Membangkitkan kembali spirit Aceh bukanlah suatu hal yang mudah karena spirit Aceh yang dahulu pun lahir karena adanya suatu perjuangan.
Congratulations @septadidiharyadi! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!