Naqila | Short Story
Pagi itu aku masih terbaring diatas ranjang tempat tidurku, terbalut kain hijau tebal dengan bantal putih yang lembut. Waktu menunjukkan pukul delapan, di luar sana ada banyak langkah kaki yang riang berlari kesana kemari. Bunga bermekaran, dan burung-burung bernyanyi dengan kicauannya yang merdu.
Indah kala terbayang tubuhku dapat menikmati semua itu, menunggu dan menunggu penuh harap. Semoga esok aku bisa berjalan kembali, agar aku dapat menggengam tanganmu dan aku temani setiap langkah kecilmu pergi kemanapun kau suka.
Seperti hari-hari yang dahulu pernah kita lalui, penuh canda dan penuh tawa yang bermakna.
"Apa yang sedang kau pikirkan?". Tanyaku pada Naqila yang sedari tadi memandangiku
"Menurutmu?"
"Kau ini, aku bukan malaikat, bagaimana aku bisa tahu apa yang sedang kau pikirkan sekarang ini?"
"Hmm, Aku sedang memikirkanmu, aku bertanya-bertanya. Mengapa aku merasa ada yang hilang darimu? Ataukah hanya perasaanku saja?"
"Aku?"
"Ya, aku rasa aku kehilangan sosok Rendi yang menyebalkan, Rendi yang usil, dan Rendi yang selalu membuatku kesal".
"Ahh, apa aku seburuk itu dimatamu?" Jawabku dengan tawa kecil.
"Berhentilah meratap Ren, aku tahu kamu kesepian. Itulah mengapa sekarang aku ada disini menemanimu, mungkin kamu tidak akan bisa seperti dulu, menjahiliku, mengerjaiku. Tapi kamu masih bisa melihat, kamu masih bisa berbicara. Jadi tolong katakan semua keluh kesahmu itu padaku, karena aku Naqila. Kekasihmu".
Aku memang selalu menyembunyikan semua rasa perih ini darinya, aku selalu berpura-pura ceria jika dia datang menjenguk dan mulai menemaniku seharian. Aku tidak tahu, mengapa gadis berparas manis seperti dia tidak mau pergi dari kehidupanku. Aku memang tidak menginginkan itu terjadi, tapi pantaskah aku bersanding dengannya? Aku ingin dia bahagia, tapi tidak mungkin kebahagiaan itu ada padaku. Berjalan saja aku tidak bisa, bagaimana bisa aku membahagiakannya.
Karenanya aku selalu berkata jujur padanya, aku menguatkan hatiku untuk melepasnya pergi mencari cinta yang lain.
"Kenapa la? Kenapa kamu begitu peduli padaku? Aku sudah berulang kali mengatakannya kepadamu jika a ... "
"Dan aku sudah berulang kali menjawab pertanyaan bodohmu itu dengan jawaban yang sama" Ucap Naqila dengan nada yang sedikit meninggi.
"Ren, kamu tidak bisa memaksaku pergi begitu saja. Aku tulus mencintaimu, dan aku ... ".
"Kemarilah" Aku menarik dan memeluk erat tubuh kecil itu, air mataku pun tak hentinya menetes haru karena ketulusannya.
Aku memang lelaki yang tidak pandai bersyukur, betapa baiknya Tuhan padaku. Seharusnya aku menjaganya, harusnya tidak aku lepaskan sayap kecil itu terbang mencari cinta yang lain.
"Aku mencintaimu Ren, jangan usir aku. Aku mohon" ucap Naqila dengan tangis yang terisak.
"Dasar bodoh, Naqila bodoh, harusnya aku yang berkata seperti itu". Kataku dengan tawa dan tangis yang bercampur menjadi satu.
Ruang ini pun menjadi ruang yang penuh dengan air mata, aku rasa tak ada gadis seperti Naqila yang mau menerimaku apa adanya, Terima kasih. Aku akan menjagamu sekuat dan semampuku, karena kamu adalah sepasang sayap, mungkin aku tidak memiliki kaki untuk berjalan, karenanya Tuhan mengirimmu padaku. Kaulah yang akan membawaku terbang bersamamu, dan sekarang aku yakin. Kasih.
"Jadi tetaplah disini, aku takkan pernah bosan. Terlebih jika aku melihat seyum yang menggoreskan kebahagiaan itu, sebaris senyum yang ada padamu. Naqila"
Sandri Tubagus Mutiar 2018
Senyuman memang mengubah segalanya. 😇 menarik
Itulah sebabnya seyum menjadi salah satu ibadah teh, :)
upvoted
Seperti true story. Apakah begitu?
Hehe
Ahh, tidak. Ini hanya cerita fiksi saja mas @tusroni, :)