Penolakan Adalah Kegembiraan Dalam Bentuk yang Lain
Meski kami saudara dan masih dekat (beliau adalah suami dari kakak sepupu saya) namun kami sangat jarang bertemu untuk sekedar diskusi sambil ngopi. Jarak dan beberapa alasan lainnya adalah halangan untuk memenuhi hajatan itu. Maka dari itu saya akrab dan mencoba mengenali beliau dari tulisan-tulisan yang beliau buat. Alhasil, menurut saya, beliau adalah orang yang pantas dijadikan guru menulis. Tanpa sedikitpun keraguan.
Kemarin beliau membuat postingan di Steemit terkait bagaimana seharusnya sikap seorang penulis ketika tulisannya ditolak atau tidak dimuat oleh sebuah media. Dalam tulisan tersebut beliau bilang bahwa penolakan oleh sebuah media adalah sebuah kewajaran. Penolakan sebuah artikel pada sebuah media seratus persen berada di tangan pimpinan media.
Memang, atas nama apapun penolakan tetap menghadirkan sebuah kesal atau kekecewaan bagi manusia. Dan seperti kata Bang @tinmiswary, hal tersebut sangat sangat wajar. Tetapi sebagai seorang penulis kita tak boleh berputus asa dengannya. Barangkali tulisan kita yang ditolak oleh media bukan berarti buruk atau tak enak dibaca. Bisa jadi tulisan kita tak semisi dengan media tersebut hingga akhirnya gagal tayang.
Dan masih banyak alasan lain yang membuat tulisan kita tak dimuat atau ditolak oleh sebuah media. Namun, yang menarik dari postingan Bang @tinmiswary adalah komentarnya. Saya berkomentar pada postingan beliau tersebut. Karena tulisan saya sudah berkali-kali ditolak oleh media. Meski pada akhirnya beberapa kali tulisan saya tayang di beberapa media, tetapi rasa pahit penolakan itu tetap masih terasa.
Nah, disitulah Bang @tinmiswary berkomentar. Katanya, penolakan adalah kegembiraan dalam bentuk lain. Dammmnn! Ajib bener pemikiran ini. Sangat positif dan membangun. Tak banyak yang bisa bangkit dari keterpurukan. Pun demikian, tak banyak penulis yang tetap giat menulis dan terus mengirimkan tulisannya ke media setelah berkali-kali ditolak.
Saya yakin jumlahnya sangat sedikit. Dan Bang @tinmiswary adalah salah satunya. Barangkali, sebelumnya tulisan beliau sudah puluhan kali ditolak oleh media sehingga beliau menjadi kebal olehnya. Tetapi saya yakin, beliau terus menulis dan semakin rajin menulis sehingga saat ini tulisan-tulisannya dengan teratur muncul di media. Ini pasti karena skill beliau dalam kepenulisan dan juga responnya terkait penolakan.
Sepatutnya kita tak perlu memperpanjang kekecewaan atas sebuah penolakan. Entah itu penolakan oleh orang yang kita sayang, atau penolakan oleh media tentu saja. Karena jika terlalu sering merawat kekecewaan berbagai efek negatif akan datang ramai-ramai. Akhirnya kita menjadi orang tak produktif. Menjadi orang yang hidup segan mati ditolak tanah.
Jika sudah demikian, yakinlah semuanya akan berjalan berat dan hidup tak akan ada lagi kegembiraan. Maka seperti kata Bang @tinmiswary yang saya jadikan judul postingan ini, anggap saja sebuah penolakan itu sebagai sumber kegembiraan dalam bentuk yang lain.
Karena hidup memang tak akan selamanya mulus-mulus amat. Sesekali kita perlu bertemu kegagalan, mengalami penolakan agar semakin tangguh dan bangkit untuk kesekian kalinya. Begitulah, Tuan dan Nona. Semoga bermanfaat. Salam literasi.
Regards
Haha, bereh. Pokokjih bek goyang😀
Hahaha.. Asai na ureung-ureung gawat lagee droe neuh i likot han goyang.. 😁