Tradis Kepenulisan Di Aceh
Dalam karya tulis yang ada di aceh hanya saja menulis mengenai jatuh bangun nya aceh, dari banyak buku yang ditulis oleh seorang penulis belumlah ada yang kita lihat buku tersebut dijadikan sebagai kurikulum pembelajaran di aceh, bahkan yang disayangkan apabila sang penulis yang ingin menulis buku Aceh untuk Indonesia, maka tidaklah dipakai suatu pedoman bagi kepentingan Indonesia, itu dikarenakan okeh aceh yang tidak signifikan melain itu adalah daerajh jawa.
Yang dapat dibanggakan adalah bagaimana karya penulis asala asal aceh yang telah berkiprah pada dunia lua, karya-karya mereka sangatlah banyak diburu oleh orang di dunia luar, dimana hasil karya mereka yang sangat intelektual, dan pemikiran mereka dapat dipakai oleh dunia luar, orang-orang aceh pada sat ini sangatlah berbeda dengan orang Aceh pada masa itu, orang aceh pada saat ini jauh amat lebih canggih, tentu saja, seiring beerjalan nya waktu dengan peralatan teknologi yang canggih, mereka pada saat ini sangatlah banyak yang menuangkan ilmu mereka di dalam bentuk tulisan.
Walaupun pada saat ini belum ada perguruan tinggi mana pun yang mencoba mamkai pemikiran yang digagaskan oleh orang-orang Aceh sendiri, bahkan yang disayangkan lagi karya-karya mereka yang amatr sangat bagus tidak lah mewajibkan untuk membacanya, pada dasarnya sangatlah banyak orang-orang yang mendiskusikan karya-karya penulis aceh yan terkenal, karya-karyanya antara lain seprti studi perbandingan agama, sebuah karya Nurdin Arraniry menjadi yang paling diminati, karya yang ditulis adalah Tibyan fi ma’rifat al-addiyan, karya lain yang ditulis oleh Nurdin Arraniry adalah Bustan al-Salatin, yang diwajibkan untuk membacanya oleh siapa saja yang mempelajari mengenai kerajaan dunia, ini menjandi suatu yang dapat dibanggakan oleh kita selaku masyrakat Aceh.
Telah tercatat didalam sejarah Aceh telah terjadi pembaharuan Islam, yakni pada abad ke-17 M, setelah ditelaah kembali sungguh banyak karya-karya ulama baik itu berbahsa Arab maupun berbahasa Melayu, ketika dibuka kembali sejarah Aceh pada abad ke 18-19 M, karya para ulam tidaklah pernah menurun, walau pada saat itu aceh sedang dilanda oleh perperangan yang dahsyat bersama belanda, Pada abad ke-20-21 belanda mencoba mesaukkan karya ulama-ulam kedalam Website yang dapat di nikmati oleh seluruh penduduk dunia.
Ulama-ulama Aceh yang paling banyak berkontrisi bagi islam nusantara sungguh banyak karya penulisan nya, walaupun karya nya itu dituliskan dalam bentuk bahasa melayu, mereka adalah Syaikh Abd Rauf al-Singkili, Syaikh Nurdin Ar-raniry dan Syaikh Hamzah Al-Fansuri. Adapun setelah merdekanya Aceh terbitlah para penulis baru yang berasal Aceh, antara lain adalah Hasbi Ash-Shiddieqy, Aboebakar Aceh, ali Hasymi, sampai Teuku Iskandar adalah merupakan seorang penulis yang sangatlah produktif.
Ketika orang yang bertanya apakah factor orang-orang aceh dapat menulis buku, factor-faktornya adalah, pertama, Mereka menulis buku karena ingin mengisi kekosonganyadalam literatus Keislaman, Ini menjadi sanagtlah mudah bagi para penuntut ilmu, dikrenakan pada zaman dahulu tidaklah ada google, sehingga para murid kesusahan mencari berbagai bahan pembelajaran, guru pun terpaksa harus menulis, ataupun menjelaskan isi kitab. Kedua, Para ulam menulis buku karena adanya permintaan dari para penguasa, Dikarenakan dari karya ulama itu dapat dijadikan rujukan, dalam menjalankannya struktur pemerintahan. Ketiga, Karena masa yang saat ini dimana masa kebodohan melanda kita para masyrakat, jadi timbulah kegelisahan dari para penulis akan hilangnya ilmu-ilmu tersebut.