Dari Teungku Ke Ustaz
Teungku merupakan orang-orang yang menjadi peran penting dalam kebangkitannya suatu rakyat setempat, mereka telah dikenal begitu sangat signifikan yang merupakan power dalam menggerakkan sebuah kapal yang iya kendali yaitu masyarakat, bahkan hampir semua dari kata-katanya dianggap benar bagi masyrakat yang keberulan menuntut ilmu dengannya, ataupun hanya mendengarkan ceramah-ceramahnya di mesjid, teungku juga mempunyai peran penting sebagai penjaga masyarakat yang akan menunjukkanya ke jalan yang lurus, dengan cara menasehati melalui ceramah-ceramah agamanya,
Makna dari pada kata ustaz adalah guru, mereka yang berperan tidak hanya saja di dunia pendidikan pesantren, namun mereka berkecimpung pada seluruh aspek, bahkan sampai ranah pemerintahan, Yang tidak kalah pentingnya mereka juga ikut dalam berdakwah pada jalan agama, dalam waktu dekat ini kata ustaz sudahlah diterima oleh masyarakat dimana telah dikenalkan oleh salah satu pondok pesantren ternama yaitu pondok pesantren modern Gontor dimulai pada era tahun 1980-an di Aceh, ada berbagai pendapat bahwa dayah yang pertama kalinya dibangun di Aceh adalah Dayah Ulumul qur’an since 1983, dimana santri yang ada didalamnya tidaklah memanggil guru dengan kata teungku, namun mereka mamnggilnya dengan sebutan kat ustaz, sejak masa konflik terjadi kata teungku sudah dipakai oleh anggota GAM, mereka menggunakan kata itu pada para pembesar mereka.
Para ulama di Aceh sering dikenal dengan sebutkan beberapa nama anatar lain adalah, Teungku, abu, abi, waled, abati dan abon, ulama tertinggi di aceh sering dikenal dengan sebutan Abu (bapak), dengan kebiasaan itu sering memanggil ulama-ulam tersebut yang dihubungkan dengan tanah kalahiran dan tempat tinggal ulama tersebut, seperti dengan sebutan Abu tanoh mirah, Abu tanoh abe, dll. Dengan symbol yang demikian itu menamakan bahwa merekalah yang mengontrol kondisi keagamaan masyarakat,
Ada beberapa peran lain dengan gelar Abu chik, atau teungku chik, mereka tidaklah hanya berperan didayah, namun mereka juga berperan dalam kepemimpinan spiritual keagamaan, peran abusyik juga pada kegiatan lainnya, seperti kegiatan tarekat, ada beberapa dayah lainnya, misalkan di Aceh selatan, dayah abu lhung ie, mereka mealakukan suluk pada bulan ramadhan, namun apabila tidak tidak ada mereka yang meimpin sulok, maka mereka para santri senior melakukan khalud.
Adapun Teungku mereka yang bekerja di bawah Abu syik atau Teungku syik, mereka disebut dengan sebutan Teungku Bale, Secara Akademisi, kelompok yang terdiri dari teungku ini sama dengan hal nya dengan ustaz yang ada di dayah modern, dimana level pendidikan mereka sama dengan hal nya mereka yang lulus dari sekolah SMU, dimana peran teungku-teungku bale adalah mengayomi para sntrinya dalam belajar, menerapkan disiplin, menjadi imam shalat dsb, teungku juga memainkan peran sebagai pengganti Abu Syik dan teungku Syik apabila terjadi nya ada diadakan nya beberapa Acara yang mengandung keagamaan didalam masyarakat, seperti menjadi imam di menasah aatupun mesjid, memabacakan do’a, khutbah jum’at dan ceramah keagamaan,
Orang-orang tua dari sebagian orang yang ada di Aceh sangatlah senang dengan Sebutan ustazada anak-anak nya, ini banyak terjadi di pulau jawa, karena ustaz-ustaz ini memiliki kemampuan untuk menghafal Al-qur’an, bahkan para orang tua mengharapkan agar anak-anaknya nanti stelah mengeyam pendididkan di pesantren modern, sehingga beberapa saaat menjadi seorang ustaz, setelahnya mereka dapat belajar emlanjutkan pendidikannya di timur tengah ataupun di Asia Selatan.