Ketika Ngopi Masuk Koran

in #indonesia7 years ago (edited)

masuk koran.jpeg
Jarum jam hampir menunjukan pukul 22.00 WIB, namun ku mulai merebahkan badan ke tempat tidur. Tiba-tiba masuk sebuah pesan dari whatsapp seorang teman. Habil, mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Syiah Kuala itu, mengirimkan sebuah link tulisan dari situs rappler.

“Minyo na yang salah, lon lakei meuah bang (Kalau ada kata yang salah, saya minta maaf bang),” tulisnya.
“Bereh, mantap nyan Habil (Beres, sudah mantap itu Habil),” jawab ku singkat. Sambil tersenyum, dalam hati saya terucap, “Masuk koran ni.”

Ternyata, tulisan yang diusulkan ke redaksi dua pekan lalu akhirnya dimuat di situs web berita berbasis di Filipina tersebut. Habil menulis tentang kebiasaan masyarakat Aceh nongkrong di warung kopi.
Habil.jpg
[Habil]
Habil @habilrazali29, juga pernah meminta saran siapa saja narasumber layak dimasukkan ke tulisan (feature) yang kemudian ditayangkan dengan judul “Ragam Kisah di Segelas Kopi Aceh” (https://rappler.idntimes.com/yetta-tondang/ragam-kisah-di-segelas-kopi-aceh-1). Saya hanya menyebutkan, penikmat kopi, pemilik warung kopi, serta sejarawan.

Mahasiswa semeseter dua itu, kemudian mulai melakukan liputan setelah usulannya diterima redaksi.
Pemuda asal Keumala, Pidie itu, dengan mudah mewawancarai satu persatu penikmat kopi, seperti saya dan juga bang Mukhtar @toshare. Walaupun kami penikmat sanger, namun menyempatkan diri di warung kopi sebelum memulai beraktivitas.

Apalagi saya, bang mukhtar yang belakangan ini sering dipanggil Abua oleh Habil, hampir saban pagi di akhir pekan menyempatkan diri nongkrong di warung kopi sembari berdiskusi kecil.

Namun, Habil yang juga aktif menulis di media lokal, Acehkita.com, pernah ditolak narasumber untuk dimuat dalam tulisannya itu. Sang pemilik warung kopi tidak mau diwawancarai.

"Hana payah promosi, hana publikasi manteung ka maju lage nyoe. Nyeu promosi nteuk haek takelola, ka rame lom (Tidak usah dipromosi, tidak dipublikasi saja sudah maju begini warungnya. Kalau dipromosi nanti tidak sanggup dikelola, sudah ramai pengunjungnya," begitu jawaban si pemilik warung kopi, kisah Habil.

Habil tak putus asa, karena menjalani profesi sebagai jurnalis baginya hal seperti itu sudah biasa. Pria yang selalu tersenyum itu, terus melanjutkan tulisannya, walaupun tanpa diisi pemilik warung kopi. Karena, dalam coretannya itu bukan mempromosi sebuah tempat usaha, tapi lebih kepada kebiasan masyarakat duduk di warung kopi.
Sanger.jpeg

Sort:  

Hahahaha. Kukhem uberaya bang. Dan pemilik warung itupun begitu cangklak menolak ajak wawancara. Hehe

sep bereh kirajuuu