Suatu Pagi Desember 2017 di Kota Langsa

in #indonesia7 years ago (edited)

Walaupun pernah menulis buku dan sesekali menulis opini; rupa-rupanya menulis bagi saya masih merupakan pekerjaan yang super sulit. Saya masih belum mampu mengutarakan ide secara lugas sehingga terkesan terbata-bata. Untuk penulis kelas atas, ketiadaan ide mungkin dapat menjadi ide; kebekuan bahkan mampu ditulis menjadi artikel panjang; dan kematian gagasan dapat menjadi nyanyian yang terkadang mampu menghidupkan kembali gagasan tersebut. Tapi tidak dengan saya. Saya masih belum mampu membolak-balik bangkai ide kemudian meniupnya untuk dapat hidup kembali.

Setelah seminggu bergabung di steemit dan hanya memproduksi tiga tulisan, hari ini saya mencoba untuk menulis sesuatu yang tidak penting, sekaligus ingin menguji, apakah saya juga dapat menulis tanpa mempersiapkan gagasan terlebih dahulu. Kali ini, saya akan mencoba menulis sambil melihat satu gambar...
Ini gambarnya

IMG-20171206-WA0003.jpg

Gambar ini diambil sekitar bulan Desember 2017 ketika saya berkesempatan mampir di kota Langsa setelah perjalanan dari pedalaman Aceh Timur. Karena tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan tersebut, saya kemudian menghubungi beberapa "ulama akademik" Langsa dan mengajak mereka untuk bertemu. Hasilnya, "serasa seperti orang penting" saya kemudian dapat menemui mereka.
Bagi saya, pertemuan ini adalah pertemuan berharga yang tidak ternilai. Dapat bertemu dengan orang-orang sekelas Miswari, Alkaf dan Mulyadi, adalah anugerah tersendiri bagi yang benar-benar sadar akan "ketajaman" mereka berdua. Sejatinya, kedua orang ini adalah teman sekaligus guru bagi saya. Dari Alkaf, saya banyak belajar persoalan narasi (berbau rekayasa sosial), spiritualitas Pancasila, Abu Daud, Ali Hasjimi, Soekarno dan Natsir. Alkaf begitu konsen dengan gagasan-gagasan Pancasila. Dan ditengah gempuran ethno-nasionalisme dari berbagai sisi, entah itu dari sisi eks-AM maupun narasi akademik semisal Acehnologi, ia tetap setia pada narasi Aceh-NKRI.

Dari Miswari saya belajar filsafat Islam, khususnya dasar-dasar pemahaman eksistensi dan esensi. Mahiyah dan Wujud, begitu ia menyebutnya. Oleh Miswari saya juga diperkenalkan dengan "logika dasar," ilmu paling dasar yang paling diabaikan oleh mereka yang sudah terlebih dahulu melayang ke langit. Padahal, ibarat namanya, logika dasar adalah fondasi tekhnis bagi ketertiban berfikir. Hanya saja kemudian, tidak semua orang mempunyai waktu untuk mentadarusnya. Dari Miswari saya juga memahami bahwa Syed Mohammaad Naquib Al-Attas itu seorang teolog sama seperti tokoh inspirasinya, Imam Al-Ghazali.
Dari Mulyadi, saya belajar bagaimana cara mengkopi buku. Tesisnya yang berjudul Islam Nusantara Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas sering saya bawa kemana-mana dan menjadi acuan bagi saya untuk memahami Islam Nusantara yang lebih atraktif.
Pertama kali saya bertemu Alkaf di akhir tahun 2014 di salah satu warung kopi kawasan Simpang Tujuh Ulee Kareng. Ketika itu saya langsung terpukau dengan kata-kata "narasi-narasi-narasi" yang akhirnya meracuni tulisan-tulisan saya. Adapun pertemuan dengan Miswari kemudian dapat dilaksanakan sekitar akhir tahun 2016 di keude kupi kawasan Simpang Surabaya. Ketika itu Miswari membuka mata saya perihal kerangka berfikir Naquib Al-Attas, Al-Ghazali dan Ibnu Sina. Sedangkan Mulyadi, he he... Dia adalah kawan kelas bagi saya. Jelas kami bertemu di tahun 2014 ketika tes masuk S2 Pemikiran Dalam Islam. Ketika itu kami masih diam-diaman kecuali setelah saya tahu dia mampu mengantarkan saya untuk mengakses salah satu buku paling keramat di dunia, The Mysticism of Hamzah Fansuri, karangan Syed Mohammad Naquib Al-Attas. Dan dengan kepiawaian Mulyadi, saya akhirnya mampu mengumpulkan sepuluh buku karya Al-Attas.
Demikian dulu teman-teman...,
Apakah tulisan ini akan bersambung atau tidak? Hanya waktu yang akan menentukannya....

Sort:  

Yg pasti, pernah bersama antum saya bisa dpat gagasan keluar dari kejumudan. @ramli cibro nd @tinmiswary

Sya pikir, di stemmit ini dapat berbagi infromasi dengan @nukman-allievo sejarawan masa depan...☺☺

Dan hasilnya, ternyata tanpa menyiapkan gagasan pun seorang Ramli Cibro mampu menuangkan ide2nya. Serta merubah bangkai hidup kembali. Mungkin ini sekelas simsalamim abra kadabra jadi deh tulisan nya. 😁

Kita harus merokok untuk memastikan gagasan tetap menyala...😅😅

Menulis tdk perlu gagasan😂

Nampaknya menulis bagi saya masih sangat sulit bung...😐😐😐