Mengetik ulang kitab Hujjatus Shiddiq karangan Syekh Nuruddin Ar-Raniry
Sejak kepenulisan berpindah dari mesin ketik ke layar komputer, sejatinya telah terjadi revolusi kepenulisan. Penulis, atau siapapun itu kemudian menjadi mudah untuk menulis, menyimpan, mengedit, mengcopy maupun menghapus tulisannya tanpa harus membuang-buang kertas. Kepenulisan digital, memungkinkan untuk melakukan pekerjaan menulis dengan lebih mudah.
Tradisi kepenulisan kemudian semakin dipermudah dengan kehadiran “internet” yaitu jaringan data yang memungkinkan terjadinya sharing kepenulisan, kerja-sama, editing, komentar, dan berbagai kemudahan lainnya bagi penulis baik ketika ingin berinteraksi dengan informasi di luar ruang kerja-nya, maupun berbagi dengan penulis atau lembaga lainnya.
Di Indonesia dan Malaysia, salah satu tradisi kepenulisan pasca-kolonial adalah adanya upaya untuk menyelamatkan naskah-naskah kuno melalui ilmu filologi. Dalam tradisi kepenulisan modern, kita mengenal nama-nama pengkaji naskah di Malaysia seperti Syed Mohammad Naquib Al-Attas dan Wan Mohd Shahgir Abdullah, di Aceh kita mengenal Mohammad Kalam Daud, di Yogyakarta dan Jakarta terdapat nama Abdul Hadi WM dan Oman Fathurrahman. Selain nama-nama tersebut sebenarnya ada begitu banyak nama lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Mereka semua adalah pengkaji naskah Arab-Jawi.
Yang menarik dari keseluruhan nama tersebut adalah upaya mereka untuk menulis transliterasi dari naskah-naskah yang dikaji ke dalam hurup latin. Kecuali Mohammad Kalam Daud dari Aceh, keseluruhan pengkaji naskah tersebut sepertinya luput dari upaya untuk melakukan penulisan ulang terhadap naskah yang ia kaji. Padahal, para penikmat buku, selain ingin menikmati isi naskah kuno dalam bentuk tulisan latin, mereka juga ingin menikmati naskah tersebut dalam tulisan aslinya. Kita ketahui, kemampuan membaca Arab-Jawi, bukanlah sesuatu yang langka di Indonesia. Sehingga, sejatinya perlu ada upaya untuk melakukan penulisan ulang atas karya-karya ulama terdahulu dalam bentuk Arab-Jawi (Melayu atau Pegon)
Mohammad Kalam Daud dari Aceh telah melakukan gerakan ini. Selain melakukan transliterasi atau memindahkan aksara dari Arab-Jawi ke tulisan latin, beliau juga berusaha melakukan pengetikan ulang dalam bentuk teks asli Arab-Jawi. Sehingga pembaca tidak saja menikmati karya ulama nusantara terdahulu dalam bentuk transliterasi latin, tapi mereka juga dapat menikmatinya dalam bentuk tulisan Arab-Jawi.
Kegiatan ini secara langsung akan membangkitkan gairah keilmuan-keislaman di wilayah Nusantara.
Oleh karena itu, penulis mencoba untuk memulai sebuah “proyek kecil,” yaitu melakukan pengetikan ulang terhadap naskah kuno milik Syekh Nuruddin Ar-Raniry, yaitu kitab Hujjatus Shiddiq li Dha’fil Zindiq yang pernah ditransliterasi oleh Syed Mohd Naquib Al-Attas pada tahun 1960-an.
Untuk pekerjaan ini, penulis menggunakan softwere jawi keyboard sirrin, yaitu sebuah program ms.office yang dibuat di Malaysia untuk mengakomodasi penulisan beberapa huruf Arab yang telah dimodifikasi menjadi Arab-Kawi seperti penulisan G, ng, dan C. Dengan softwere ini, upaya untuk melakukan pengetikan ulang atas naskah-naskah kuno menjadi mudah dan menyenangkan. Apa anda juga berminat???
Ramli Cibro
Pulau Banyak, 3 Juni 2018