Menemukan Kelebihan dalam Keterbatasan
Hari minggu tiap akhir bulan ada satu agenda yang tak pernah aku lewatkan, apa itu??
Mengikuti pertemuan tuna netra di Semarang.
Whats tuna netra?
Emang kamu (maaf) juga tuna netra?
Begitulah pertanyaan yang selalu terlontar kala aku memposting aktivitasku bersama teman-teman tuna netra Semarang yang lebih dikenal dengan nama Pertuni.
Pertuni sendiri adalah salah satu organisasi yang berisi teman-teman difabel, dalam hal ini adalah tuna netra atau mengalami kebutaan. Anggota Pertuni sendiri anggotanya memiliki dua kategori yaitu, buta total dan low vision.
Apa bedanya??
Buta total adalah seseorang yang tidak bisa melihat sama sekali. Ada yang sejak lahir sudah mengalami kebutaan, ada juga yang karena suatu penyakit akhirnya melumpuhkan penglihatannya.
Sedang low vision sendiri adalah keadaan seseorang yang tidak bisa melihat dari jarak jauh, jadi kebanyakan dari mereka masih bisa melihat dari jarak dekat namun terlihat samar-samar.
Tahun 2014 aku memulai perkenalanku dengan organisasi ini, adalah suami yang mengajakku turut serta bergabung menjadi mitra (relawan) bagi teman-teman difabel netra ini. Awalnya sih canggung, takut dan sedikit ada rasa gengsi. Tapi semakin ke sini, aku semakin menyadari jika ada banyak pelajaran berharga dari teman-teman Pertuni ini. Inilah alasan yang membuatku bertahan sampai sekarang.
Trus tugas mitra atau relawan itu ngapain aja?
Jujur, di awal bergabung akupun bingung harus seperti apa memperlakukan mereka. Aku sendiri masih takut jika harus ngobrol banyak dengan mereka. Tapi seiring berjalannya waktu dan seringnya berinteraksi langsung dengan mereka, aku mengerti jika sebenarnya mereka sama dengan kita. Bisa beraktivitas normal dan menjalani kehidupan pada umumnya, hanya yang membedakan mereka memiliki keterbatasan dalam penglihatan.
Buat Steemians, mungkin ada yang bertanya apakah teman-teman tuna netra ini juga memiliki pekerjaan?
Lagi-lagi jauh sebelum aku mengenal mereka, akupun berpikir demikian. Mengalami buta total membuat hidup seseorang berhenti dan tidak bisa melakukan apapun. Ternyata dugaan itu dimentahkan setelah aku menyaksikan seperti apa perjuangan teman-teman tuna netra ini.
Di Semarang sendiri anggota Pertuni jumlahnya lebih dari 50 orang, dari yang masih remaja hingga yang sudah berumur. Ada yang berprofesi sebagai tukang pijat, penjual makanan, pemain musik, guru, serta beberapa tercatat sebagai mahasiswa S1 dan S2 di salah satu perguruan tinggi di Semarang.
Lebih dari yang kita pikirkan, semangat hidup mereka cukup tinggi. Tak ingin bergantung pada orang lain, itulah yang aku tangkap dari harapan mereka. Untuk itulah jangan heran jika saat berada di jalan kita bertemu dengan orang yang buta tapi bisa berjalan kemana-mana.
Minggu terakhir adalah agenda rutin Pertuni Semarang untuk berkumpul, kebetulan masih dalam suasana kemerdekaan kami semua bergembira dengan mengadakan aneka lomba untuk memperingati kemerdekaan.
Acara biasanya akan dimulai pukul 09.00-14.00 wib. Jangan heran juga ya jika setelahnya kita dibuat kagum dengan kemandirian mereka, terbukti sudah banyak dari mereka yang bisa memanfaatkan teknologi digital untuk pesan ojek online,taksi online, bahkan taksi konvensional.
Masih banyak kebaikan yang bisa contoh dari mereka, buatku pribadi mereka adalah guru kehidupan di mana dalam keterbatasan, daya juangnya untuk bertahan hidup amat tinggi bahkan melebihi apa yang kita pikirkan.
So, dont judge people by its cover..
See you...
Terima kasih kepada Kurator Indonesia @aiqabrago dan @levycore, kepada teman-teman Komunitas Steemit Indonesia. Teruslah menulis untuk menyebarkan kebaikan.