Keep Being You!

in #indonesia7 years ago (edited)

image

Ada yang khas bila para kaum hawa sudah bertemu dan berkumpul bersama. Ada aktifitas yang kerap dilakukan bahkan jarang absen. Apalagi, kalau bukan sesi foto-foto. Kaum hawa menggilai kegiatan ini sebanding dengan gilanya mereka pada belanja, berdandan, jalan-jalan dan ngerumpi.

Berfoto memang mengasyikkan. Saya sendiri juga menikmati kegiatan satu itu. Ini menjadi semacam terapi pelepas stress. Berfoto pun kini kian menjadi trend sejak tumbuh pesatnya kecanggihan kamera dan juga mewabahnya pemakaian social media.

Sosial media ibarat etalase murah meriah, lapak non pajak, yang siap menampung kenarsisan orang-orang. Kegiatan foto-foto pun diangggap tak akan sia-sia, karena foto yang dipamerkan akan dilihat dan dikomemtari orang banyak. Besar kemungkinan, sosial media menjadi penyebab utama mengapa semakin hari orang-orang menjadi semakin narsis.

Narsis memang kerap tak kenal usia, tua muda, miskin kaya, laki-laki-perempuan, status, profesi dan berbagai latar belakang lainnya. Narsis menggerogoti semua elemen masyarakat. Apa itu Presiden, Menteri, Anggota Dewan, dan sebagainya. Narsisme juga tak terlepas dari kaum hawa. Bahkan, kaum hawa bisa disebut kaum paling terdampak berat dari virus bernama narsisme.

Bagi anda kaum hawa, saya jamin dalam sehari saja, anda bisa mengumpulkan dan mengabadikan berpuluh-puluh gambar, apa itu memotret diri sendirikah, benda-benda, atau orang-orang. Aneka gambar terbidik kamera ponsel anda dan mengendap berhari-hari di galeri. Sampai suatu waktu ada perlu yang sebenarnya tidak urgent, ingin ganti display picture misalnya, anda pusing sendiri memilih mana foto yang terbaik.

Maka tak mengherankan anda yang kaum hawa suka bahkan menjadikan prioritas pada kegiatan foto-foto ini. Tak bisa dipungkiri memang, kaum adam, lelaki metroseksual misalnya, juga suka foto-foto, entah itu berswafoto atau bergroufie ria. Tapi bagi kaum adam yang agak narsis bahkan melebihi anda yang hawa, itu patut "Tanya Kenapa."

Kaum hawa yang benar-benar ingin terlihat sempurna di foto, akan melakukan berbagai cara. Saat difoto, mereka akan lebih bersemangat dan sigap mengatur lenggok, menyetel gaya se hebring mungkin, hingga terlihat cetar membahana, menggelegar.

Memotret kaum hawa pun menjadi kian rumit. Tanya kenapa? Mengodak mereka sesungguhnya menuntut kesabaran mahatinggi. Sang fotografer terutama fotografer berjenis kelamin laki-laki, haruslah ekstra hati-hati. Karena selain menjadi tukang bidik, saat memotret kaum hawa, sang fotografer juga dituntut menguasai beberapa keahlian sekaligus. Dia bukan sekadar harus lihai mengatur shutter speed, mengutak-atik titik fokus lensa, maupun menyetel iso dan sebagainya, tapi dia juga harus mampu menjadi Peninggi, Pelangsing, Pencerah, Pemutih, Peng-Keleng! Yang terakhir itu, bercanda.

Ah! Begitu gandanya tugas seorang fotografer ketika ia berhadapan dengan objek foto bernama wanita. Mereka akan "ditindas" begitu kejamnya oleh permintaan-permintaan para model wanitanya.

"Jangan keliatan gendut yaa.." ujar si A.
"Harus keliatan tinggi pokoknya,.." perintah si B.
"Ah, item banget kulitnya. Putihkan lagi yaaa..."
"Ini terlalu terang. Gelap dikit bagus deh kayaknya.." saran si C.
"Kok pipinya tembem banget sih, kayak bakpau..!" keluh si D.
"Pokoknya aku mau keliatan selangsing Luna Maya, atau Sophia Latjuba! " ujar si E.

Aaarrggggghhhhh!!!!
Seandainya fotografer bisa berkata, maka dia akan bilang "Kalian ke Korea saja, saya menyerah! Saya hanya tukang poto, bukan ahli bedah plastik."

Kendati dibantu oleh software canggih bernama Photoshop, tetap saja kerja fotografer tak akan sehalus kinerja para dokter kecantikan atau ahli bedah plastik. Karena sistem software tentu hanya bersifat virtual, tak ada retouch langsung pada wajah atau kulit orang yang bersangkutan.

Bisa saja anda disulap secantik dan sebahenol Kim Kadarshian, Beyonce, Angelina Jolie atau Megan Fox, dengan kecanggihan Sotosop.
Tapi kasihan, bila orang melihat anda secara langsung nanti dari dekat, maka dia akan kehilangan selera makan berhari-hari. Itu efek yang menyakitkan. Maka jika anda tak ingin dikenang sebagai pembawa mimpi buruk, baiknya berhentilah menyuruh-nyuruh fotografer melakukan tugas yang melampaui kemampuannya. Jadilah diri anda sendiri tanpa banyak kepalsuan.

Acapkali kita mendengar tak sedikit perkenalan yang dilakukan orang-orang via social media berbuah penyesalan. Mereka yang kadung percaya pada foto, terjebak pada tampilan palsu, hasil olahan (editan). Cekrak cekrek, permak sana sini, upload. Dan akhirnya ekpetasi pun berbanding terbalik dengan realita.

Bulu mata palsu, kulit wajah palsu, bibir palsu,hidung palsu, tinggi badan palsu, gaya palsu. Why we are really scared to keep being ourself?

Jawabannya, karena kita terlalu percaya dan menuhankan iklan-iklan kecantikan. Kita 24 jam menatap selebritis dan selebgram dan ingin seperti gaya hidup mereka. Kita juga kadung menggandrungi acara-acara pageant beauty, ratu-ratuan dan miss-missan. Padahal semua itu hanyalah kepalsuan. Kita, kaum hawa, korban industri kecantikan.

Industri kecantikan menjual aneka kebutuhan wanita dari ujung rambut hingga ujung kaki. Mulai dari pakaian (fashion), perawatan tubuh, perawatan kulit, wajah, perawatan rambut, kuku, sampai gigi. Dan inilah yang membuat anda ingin bergaya hidup tinggi, tampil sesempurna mungkin, narsis, tidak percaya jadi diri sendiri, dan akhirnya terganggu kesehatan mentalnya karena sibuk membandingkan hidup anda dengan orang lain dan lupa bersyukur.

Sekarang, ayo pelan-pelan kita insafkan diri. Anda masih bisa hidup walau tanpa bedak padat, lipstik matte, bulu mata palsu, highheels, dan OOTD kekinian. Anda juga masih bisa bahagia meski tak terlalu aktif bercuit di sosial media. Anda masih dianggap normal, walau sehari tak berselfi ria dan tertawa sendiri di depan lensa.

Dan teruntuk bagi anda kaum hawa, mari melihat dunia lebih indah dengan cantiknya diri anda yang sesungguhnya. Tak ada yang salah dengan anda terlihat lebih hitam, pesek, pendek, atau gemuk saat difoto. Itu tak akan pernah menjadikan anda menjijikkan. Yang salah adalah ketika anda memiliki sikap yang beringas, buas, cerewet, arogan, dan gengsian.

Keep being you!

Sort:  

Wah hampir bersinggungan dengan apa yg baru putri tuliskan di steemit juga kak.
Demikianlah zaman membius kita hari ini. Beragam nikmat media sosial yang jika tak disikapi secara bijak akan berdampak buruk nantinya. Tak menutup kemungkinan frustasi berujung mati ketika gaya hidup yg dituhankan tak sesuai dengan kemampuan. Huhuhu
Mmg menjadi diri sendiri dan mensyukurinya adalah pilihan terbaik!

Cara pandang yang sejalan, sedendang, seirama! Ternyata Putri juga memikirkan hal yang sama juga yaa....
Berarti malam itu kita lagi menghayalkan hal yang sama sehingga lahirlah tulisan yang nyaris sama ini.
Menjadi diri sendiri memang sulit, tapi bisa. Dan i believe we can do that.

Sepertinya akan menarik bila ada grub steemit narsisme @nandaferiana...

Hehehe. Sungguh Bang. Tapi "narsis" dalam arti positif yaa...

Steemit post terpanjang yang saya temui sampai saat ini.

Hahaha. Entah mengapa saya memang tipikal yang suka menulis panjang-panjang. Ada saja yang belum terbahas rasanya. Banyak teman mengomentari juga, katanya tulisan saya terlampau panjang untuk steemit. Tapi jika sedikit, malah saya tak puas dengan tulisannya. Tapi lagi lagi saya tersadar untuk memendekkan kata-kata, agar orang lebih bersemangat dan tidak "ngos-ngosan" dalam membacanya. Terimakasih bang....

Komen terpanjang yg saya jumpai sampai saat ini.

hahahaa. Akan dipendekkan bang...

Dan itu melanggar judul post ini. Keep being you.

Are you still you? 😀

Kalau kata teman ibrahim sih, selfi itu obat terapi yang paling ampuh buat eksis di dunia maya ahaha

Jangan percaya semua yang orang bilang begitu saja. Hanya ngingatin.