Tipuan Dunia
Berapa banyak manusia yang sudah kembali ke alam barzah? Berapakah di antara mereka yang sukses melewati kematian dengan membawa segenap iman dan lulus uji masuk kubur yang digelar oleh Mungkar nan Nangkir? Berapa banyak yang sukses menolak segala fitnah kubur? Ataukah berapa orang yang sukses menahan dibekap kubur ketika baru pertama kali dimasukkan ke liang lahat, seusai manusia membacakan talqin?
Dapatkah kita mengukur diri, bilakah kita akan mendapatkan apa ketika mati kelak? Akankah kita mati dan kembali keharibaan Ilahi sebagai insan kamil? Sebagai insan yang dimaafkan? Apakah kita menghadap Allah sebagai jiwa-jiwa yang dicintai? Ataukah, kita ditunggu dengan penuh amarah oleh oleh ular-ular, bara api, lecutan panas dan segala bentuk fitnah kubur?
Dunia adalah panggung sandiwara, demikianlah manusia mengilustrasikannya. Benar dan tidak keliru, dunia adalah salah satu alam di antara beberapa alam yang dilewati oleh manusia, yang dimulai dari alam zuriat, alam dunia, alam kubur, alam akhirat dan akhirnya apakah kita ke surga ataukah akan ke neraka.
Selain para rasul, tidak ada manusia yang sempurna, ulama sekalipun tetap memiliki noda hitam, tapi sesungguhnya, orang-orang yang berilmulah yang kelak bisa bertaubat. Maksiat yang dilakukan oleh yang berilmu, andaikan ia insyaf, sungguh ia tahu jalan untuk pulang.
Lalu bagi kita yang jahil akan ilmu, kita yang tidak pernah belajar ilmu fardhu ain, akankah kita dapat menemukan jalan pulang, ketika ingin pulang? Akankah kita menemukan sinar, kala kita ingin berhenti bermaksiat dan ingin taubat?
Islam diawali dari kebersihan, bagaimana kita hendak shalat, cara menyucikan tubuh saja tidak paham. Bagaimana ingin meminta ampun kepada Allah, cara membasuh kemaluan setelah buang hajat saja, kita tidak memiliki ilmu.
Surga tidak disediakan oleh Allah untuk manusia munafik—yang mengaku berislam tapi enggan menjalankan apa yang diperintahkan. Surga juga tidak disediakan untuk manusia munafik cum jahil, yang mengaku berislam tapi tidak memiliki ilmu apapun yang membuktikan dirinya adalah muslim.
Islam adalah perbuatan, bukan pernyataan semata. Kita yang mengaku beriman, diwajibkan menjalankan syariat agama, kita yang mengaku beriman diwajibkan menjauhkan segala larangannya. Kita yang mengaku beriman, diwajibkan untuk tawakkal atas segala ujian dari-Nya.
Mari melihat ke dalam diri, berdirilah di depan cermin, tatap diri dengan penuh kejujuran. Sudahkan aku memiliki modal untuk hidup sebagai manusia muslim? Sudahkah aku memiliki pengetahuan sehingga aku layak disebut Islam? Sudahkah aku memiliki pengetahuan dan amalan sehingga aku layak disebut taqwa?
Dunia—yang oleh segenap anak cucu iblis— akan selalu membuat kita sibuk, sibuk pada sesuatu yang jutru telah semakin menyeret kita menjauh dari pendidikan gama, menjauhkan kita dari kasih sayang, menjauhkan kita dari ketaqwaan, menjauhkan kita dari qanaah, menjauhkan kita dari tawadhuk.
Bila kita gagal untuk “bangun” ketika umur masih di kandung badan, sungguh tiadalah berarti penyesalan, ketika kita terjaga justru kala jenazah kita sudah dimasukkan ke dalam liang lahat. Sungguh Firaun mengakui keesaaan Ilahi Rabbi, ketika maut hendak mencerabut nyawanya di tengah belahan air Laut Merah yang dibelah oleh Nabi Musa.