Apa Saja, Terpenting Update
Beberapa malam lalu saya berdiskusi dengan seorang teman, ia caleg salah satu partai yang kadernya gemar menyamar sebagai aktivis politik yang seakan-akan paling terdepan membela Islam. Teman saya yang caleg itu tentu tidak seperti teman-temannya yang lain. Ia sopan dan tidak gemar menyebarkan hoax. Baginya politik harus tetap etis, juga harus taktis.
Dua hari kemudian saya membeli martabak di salah satu warung kopi di kota di mana Kartu Keluarga (KK) saya dicatat oleh pemerintah. Penjual martabak itu adalah pemuda baik hati yang sudah tunangan dan sedang mengumpulkan mahar agar bisa segera menikah. Martabak telur yang dia jual rasanya maknyus. Dia mengaku dagangan lumayan sepi karena, dia pun tidak tahu. Mungkin karena dolar sedang mendominasi rupiah dan dana desa belum mampu mengungkit ekonomi kerakyatan.
Saya dalam kesempatan lainnya juga sempat bertamasya ke Bate Iliek, namun urung singgah karena sungainya nyaris kering, tidak ada yang indah selain tubuh-tubuh basah pria dan wanita dari segala umur yang mandi di dalam ceruk sungai. Pedagang siomay pun nekat jualan di tengah sungai, tentu ia berharap siapapun yang lapar bisa segera memesan siomay dan bakso bakar kepadanya.
Saya dan istri pun tidak jadi pacaran di sana dan memilih pulang ke rumah, sembari ia memeluk saya dari belakang, duh romantisnya. Tak terasa pinggang saya pun pelan-pelan sakit, mungkin reaksi kimia berinteraksi dengan reaksi asam amino dipicu oleh pelukan manjah penuh kasih dan senderan maksimal di punggung saya. Bila Anda pernah menonton sinema Bollywood, ketika Shakh Rukh Khan membonceng Anusha Sharma (semoga saya tidak salah menulis namanya) di jalan yang di kiri kanan ada taman bunga dan disiram dengan mekar kuntum dari sejumlah perempuan dari atas truck, demikianlah suasana hari itu (yang saya bayangkan). Tentu bila sudah demikian saya ingin cepat sampai di rumah dan seterusnya mandi dan memakai parfum dan selanjutnya tidur karena kelelahan berkeliling.
Di hari lain saya tidak kemana-mana, seharian di kamar setelah mengantar anak-anak ke sekolah, dan sibuk tidur sembari istri saya meninabobokan si kecil yang rewel karena ingin dimanja. Ya, sikecil kami memang super lengket bila sedang manja-manjanya.
Karena kebanyakan makan daging, asam urat saya kambuh. Seluruh tubuh pegal-pegal. Berhubung stok obat habis, dan tukang urut lagi berlebaran, saya pun harus push up hingga keringat mengucur dan kemudian mengantuk. Bayangkan ketika saya harus push up (pos ap-Aceh) di tengah hari yang panas (saya lakukan itu di dalam kamar) tentu bila bukan karena asam urat, tidak akan saya lakukan.
Tentang steemit, saya memang sedang tidak bergairah mengelolanya. Seperti kebun yang tanamannya lagi turun harga, demikianlah steemit. Kebun steemit seakan tak lagi menjanjikan, tidak ada lagi puja-puji dan aktivitas kopdar dengan tema steemit pun semakin jarang. Tidak terlihat lagi steemian yang serupa dengan pendukung Madrid yang alay dan pendukung Barca yang sok filosofis. Semua terlihat serupa dengan pendukung Galatasaray yang tak bergairah menonton Liga Champions Eropa karena klubnya itu tidak lagi hebat, bahkan Fenerbache saja kini sudah lebih garang. Atau seperti pemilik Aceh United FC yang harus membawa pulang klub itu ke kampung halaman setelah OTT KPK terhadap Gubernur Aceh. Mungkin serupa dengan semangat pendukung PSSB yang tidak bisa lagi melihat tim kesayangannya berlaga di liga elit nasional setelah degradasi.
Belum lagi ditambah dengan terkotak-kotaknya kekuatan muslim di negeri ini pasca kehadiran sang kyai dan sang pengusaha pemerhati islam. Makin terumbarlah pesimisnya penduduk negeri bernama @muhajir.juli, apalagi si @khaimi membuat komentar yang tidak berarti. Semangatlah bang, biar ada kawan kami. Salam kenal bang.
Posted using Partiko Android
Hehehehr, be enjoy.
Kraakk kali lahhh...
Hanapatt sebeng
Menye Ngon bg Muhajir memang hna Pat sebeng @helmibireuen.
Posted using Partiko Android
Bek meunan lah, lon hana jeut sebeng dari awai.
duh romantisnya, sampai sakhru khan di bawa bawa.. gkgk
Hehehehe, biar tulisannya panjang.