Coolie Contract in Lulofs Novel - Kuli Kontrak dalam Novel Lulofs [ENG-IND]
indoprogress.wordpress.com source
Best regards to my steemian friends, I hope you are always under God's protection.
An even semester will begin, a course that I usually teach is agrarian history. In my free time this semester, I found a memorable note on the facebook wall. It contains a review of the book "Kuli" by M.HSZEKELY LULOFS. Although this book is a novel but can also be used as one source in the writing of history, especially to get an idea of
the life of the contract coolie at Deli Plantation.
In the synopsis of the book, it is mentioned that Lulofs was born in Surabaya on June 24, 1899. As the son of an amtenar or Pangreh Praja.ering menjelalah the archipelago. After marriage, he lives in Deli following her husband who works as planter or lord of the garden (1918 - 1930) s can be called as a witness to the history of Dutch colonial practice because he was in Deli Plantation (onderneming).
Cover of Lulofs Novel "Kuli"
Here's my book review:
Read the 'Kuli' Ruki, Sundanese youth from a quiet village. The adventurous instinct, as well as a box of dreams described about the country across. He has walked away, with trembling feet, thirst and hunger. Towards Betawi which makes her gawk at the smoke of the ship, thick, soaring on the edge of the harbor.
Bold, Drive towards concentrated the fate of the contract people who lost independence.
The sense of alienation, as well as the obligations that make it only able to submit in the word 'master tabik'.
He knew the pain in his heart was longing. Also, having only a pillow and a hoe as a fortune, sen after sen is only a disguised image.
At the end of a year and a half in the contract period of bitterness, he is actually free to choose.
Go home or stay .....
20 cents for extension renewal.
Until Ruki's eyes were not as black as before, because his corneas were gray. But the eyes clearly illustrate: the fields, the mountains, the village, the grandmother ...... And the longing in the hometown.
All desire finally goes out, once he signed contract.
Without disappointment, without regret without bitterness.
Once again for a year and a half ....
This time, either one and a half times for how many times ....
In the history of Indonesia. Porters are a colonial term. Coolies contract Identical to slavery. This system arose due to the implementation of open door politics in the decade of the 1870s. The open door politics are essentially liberal economic policies that permit access of foreign private entrepreneurs to invest in Indonesia. With Indonesia's rich natural resources and geographical conditions, the plantation industry is a promising business to open. This has caused many Indonesians to be tempted to work with the wage system and leave their fields or rice fields. But not a few contract coolies working in the plantation industry are victims of human trafficking committed by brokers.
Deli Heritage Club Source
At this time, Deli plantations in East Sumatra were opened by personnel from Java. They are in charge of clearing ancient forests with traditional equipment and with great health risks. This is due to the threat of malaria, diarrhea and tetanus that threaten the life of contract laborers. Penetrating forests for months with a heavy field and a low supply of clean water is a very muscle work. Conflict between the contract coolies became sharper with the influx of Chinese workers. The planters in East Sumatra originating from the Netherlands, England, America and Cheko eventually brought in Chinese laborers. Porters Contracts originating from China are the majority of bachelors and young people, they are portrayed as chinese men who pig, they live in a horde in a plantation. In a number of references mentioned since the 1870s to 1920, recorded Chinese workers working in tobacco plantations in East Sumatra reached up to 300 thousand people. This amount is gradually reduced to avoid Chinese dominance in the Plantation. Race politics applied, according to Lulofs causes the occurrence of job segmentation.
Merdeka.com source
In order to support the development of the plantation industry, in 1880 the government issued an authoritarian policy which is the basis of a work contract that has been specially regulated for the region of East Sumatra. The policy is known as koeli ordonantie (regulation of coolies). This regulation is actually intended to provide assurance of the status of workers and employers, but in reality employers are not at all bound by the employment agreement. Even according to Soepomo, the employer has the authority over the private laborers. This ordinance stipulates that in exchange for the cost of voyage to Deli a coolie is required to work for three years. To bind the coolies, criminal sanctions are imposed (poenale sanctie) hard.
So my brief review, hopefully on the other hand I can write more detail about contract coolie life
[IND]
indoprogress.wordpress.com source
Salam hormat untuk kawan-kawan steemian, saya berharap anda selalu dalam lindungan Tuhan.
Semester genap akan segera mulai, satu matakuliah yang biasa saya ampu adalah sejarah agraria. Dalam waktu luang liburan semester ini, saya menemukan catatan kenangan di dinding facebook. Didalamnya berisi review buku "Kuli" karya M.HSZEKELY LULOFS. Meskipun buku ini berupa novel namun dapat pula dijadikan salah satu sumber dalam penulisan sejarah, khususnya untuk mendapatkan gambaran mengenai kehidupan kuli Kontrak di Perkebunan Deli.
Dalam sinopsis buku, disebutkan bahwa Lulofs lahir di Surabaya pada tanggal 24 Juni 1899. Sebagai anak dari seorang amtenar atau Pangreh Praja.ering menjelalah pelosok nusantara. Setelah menikah, ia tinggal di Deli mengikuti suaminya yang bekerja sebagai planter atau tuan kebun (1918 - 1930) s dapat disebut sebagai saksi sejarah praktik kolonial Belanda sebab ia berada di Perkebunan Deli.
Cover of Lulofs Novel "Kuli"
Berikut review buku yang saya maksud:
Membaca 'kuli' Ruki, pemuda sunda dari kampung yang sunyi. Naluri bertualang, juga sekotak mimpi yang dilukiskan tentang negeri sebrang. Ia telah berjalan jauh, dengan kaki gemetar, rasa haus dan lapar. Menuju betawi yang menjadikannya ternganga melihat asap kapal, tebal, membumbung ditepi pelabuhan.
Tebal, Mengantar menuju pekatnya nasib orang kontrak yang hilang kemerdekaan.
Rasa terasing, juga kewajiban-kewajiban yang membuatnya hanya mampu tunduk dalam kata 'tabik tuan'.
Ia tahu rasa sakit dalam hatinya adalah kerinduan. Pun, setelah hanya memiliki bantal dan pacul sebagai kekayaan, sen demi sen hanya gambar yang tersamar.
Di ujung satu setengah tahun dalam masa kontrak penuh kepahitan, ia sebenarnya merdeka untuk memilih.
Pulang atau tetap tinggal.....
20 sen untuk teken perpanjangan.
Hingga mata Ruki tak sehitam dahulu, sebab sekeliling korneanya menjadi kelabu. Tapi mata itu dengan jelas menggambarkan:padang, gunung, desa, nenek...... Dan kekangenannya pada kampung halaman.
Segala keinginan akhirnya padam, sekali lg ia teken kontrak.
Tanpa kecewa, tanpa sesal tanpa kegetiran.
Sekali lagi untuk satu setengah tahun....
Kali ini, entah satu setengah kali untuk berapa sekian ....
Dalam sejarah Indonesia. Kuli merupakan istilah khas kolonial. Kuli kontrak Identik dengan perbudakan. Sistem ini muncul akibat diterapkannya politik pintu terbuka pada dekade 1870-an. Politik pintu terbuka pada dasarnya merupakan politik ekonomi liberal yang mengijinkan akses pengusaha swasta asing menanamkan investasinya di Indonesia. Dengan kekayaan alam dan kondisi geografis Indonesia yang subur, maka industri perkebunan menjadi Bisnis yang menjanjikan untuk dibuka. Hal ini menyebabkan penduduk Indonesia banyak tergiur untuk bekerja dengan sistem upah dan meninggalkan ladang atau lahan persawahannya. Namun tidak sedikit kuli kontrak yang bekerja di industri perkebunan merupakan korban human traficking yang dilakukan oleh para makelar.
Deli Heritage Club Source
Pada masa ini, perkebunan Deli di Sumatera Timur dibuka oleh tenaga-tenaga yang berasal dari Jawa. Mereka bertugas membuka hutan-hutan purba dengan peralatan tradisional dan dengan resiko kesehatan yang besar. Hal tersebut dikarenakan ancaman penyakit malaria, diare dan tetanus yang mengancam jiwa kuli kontrak. Menembus hutan berbulan-bulan dengan medan yang berat dan persediaan air bersih yang minim merupakan kerja otot yang teramat berat. Konflik diantara Kuli Kontrak makin tajam dengan masuknya pekerja Cina.
Para pengusaha perkebunan di Sumatera Timur yang berasal dari Belanda, Inggris, Amerika dan Cheko pada akhirnya mendatangkan buruh Cina. Kuli Kontrak yang berasal dari negeri China ini mayoritas bujangan dan usia muda, mereka digambarkan merupakan lelaki tionghoa yang berkucir, mereka hidup secara bergerombolan di dalam satu perkebunan. Dalam sejumlah referensi disebutkan sejak tahun 1870-an hingga tahun 1920, tercatat buruh China yang bekerja di perkebunan tembakau di Sumatera Timur mencapai hingga 300 ribuaan orang. Jumlah ini secara bertahap dikurangi untuk menghindari dominasi Cina di Perkebunan. Politik Ras yang diterapkan, menurut Lulofs menyebabkan terjadinya segmentasi bidang pekerjaan.
Merdeka.com source
Guna mendukung pembangunan industri perkebunan, maka pada tahun 1880 pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan yang bersifat otoriter yang merupakan landasan kontrak kerja yang telah diatur khusus bagi wilayah Sumatera Timur. Kebijakan itu dikenal sebagai koeli ordonantie (peraturan tentang kuli). Peraturan ini sebenarnya ditujukan untuk memberikan kepastian kedudukan buruh dan majikan, tetapi pada kenyataannya majikan sama sekali tidak terikat dalam perjanjian kerja tersebut. Bahkan menurut Soepomo, pihak majikan mempunyai wewenang atas pribadi tenaga buruh. Ordonansi ini menetapkan bahwa sebagai imbalan biaya pelayaran ke Deli seorang kuli diwajibkan bekerja selama tiga tahun. Untuk mengikat para kuli maka diberlakukanlah sanksi pidana (poenale sanctie) secara keras.
Demikian ulasan singkat saya, semoga dilain kesempatan saya dapat menulis lebih detail mengenai kehidupan kuli kontrak.
Terimakasih Saya Ucapkan kepada Komunitas Steemit Indonesia Khusus nya kepada Curator @aiqabrago dan @levycore, yang telah mensupport saya untuk dapat menyalurkan hobi saya kepada teman-teman Steemian di indonesia.
Follow @muftee for next post
TERIMA KASIH TELAH MEMBACA TULISAN SAYA HINGGA AKHIR
TERIMA KASIH UNTUK KOMUNITAS STEEMIT INDONESIA
SALAM KOMUNITAS STEEMIT INDONESIA
OMG! This is SUCH an AMAZING post! Thank you for sharing! I gave you a vote!!
Best regards @rewardpoolrape. Thanks for your attentions
Romusa, tanam paksa adalah salah satu sejarah kelam ketika penjajahan Belanda di Indonesia, iya kan buk dosen? @muftee
Follow and upvote steemit @faridaceh , thanks.
Ada perbedaan antara kerja paksa (dalam masa jepang di sebut romusha) dg kuli kontrak. Kewajiban kerja penduduk pribumi pada kerja paksa berbentuk kerja tanpa imbalan, sedangkan kuli kontrak adalah sistem kerja dg pengupahan. Tp ya...tetap sj, dg upah sangat kecil, dan strategi para pemilik kebun yang pandai menjerat pekerjanya dg hutang. Tiap gajian, mereka menggelar hiburan disertai judi dan pelacuran. Setiap ondernemer/pemilik perkebunan juga mencetak mata uang sendiri. Maksudnya agar kuli makun tidak dapat menggunakannya diluar perkebunan.
Novel dengan judul KULI karya ****M Hszekely Lulofs**** tersebut sepertinya memang sangat menarik untuk dibaca. Selain memberikan beberapa catatan tentang kehidupan nyata pada masa kolonial, juga menceritakan kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat. Meskipun demikian, keabsahan buku ini juga harus dikritisi jika ingin dijadikan sumber dalam penulisan sejarah (sumber lain). Karena buku ini termasuk dalam kategori novel (fiksi), yang bisa saja ditulis karena penulisnya tidak suka akan keadaan ataupun pemerintahan saat itu. @muftee
Iya betul, penggunaan sumber seperti ini perlu tehnik khusus utk dijadikan sumber sejarah. Salah satunya Kita dpt meminjam teori sastra yg juga sering digunakan dlm studi arkheologis dan etnografi. Hermeunitik juga dibekalkan sebagai pisau analisis dlm historiografi. Salam jas merah. Terimakasih attensinya @menulis sejarah. Semoga dapat saling berbagi ilmu.
Ya sama-sama @muftee. Salam Jasmerah.
Luar biasa bu dosen...semangat dalam menyampaikan keilmuannya terutama ttg sejarah..
Terimakasih banyak @armanbpulo, saya masih perlu banyak belajar
Romusa
Terima kasih abangda @bahtiarlangsa. Ada perbedaan yg mendasar antara kerja paksa dan kerja kontrak abangku. Mungkin sedikit membantu ulasannya dalam komentar saudara @faridah diatas. Terimong geunaseh....
Ceritanya sangat bersahaja. Bukunya ada sama saya, tapi dipinjam mbak reny
Saya pun pinjam punya pak hanif pak@asnawiabbas
Jangan sampai kisah tersebut dialami oleh rakyat Indonesia ya Kak @muftee.
Untuo itulah pentingnya pemerangan kebodohan di Indonesia. Agar rakyat tidak lagi dibodohi oleh mereka yang memiliki kuasa dengan memanfaat rakyat jelata.
Terima kasih sudah berbagi tulisan bermanfaat ini, Kak😊
@ettydiallova, mohon maaf, ini justru terjadi di indonesia. Dlm novel ini diceritakn bagaimana kehidupan kuli kontrak di perkebunan Deli,yg dulu disebut dg wilayah sumatra timur (skrg sumatera utara). Terimakasih telah berkunjung
Maksud saya tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Di mana perayaan kemerdekaan selalu digsungkan setiap tahun @muftee. Namun, kesejahteraan masih belum merata. Justru perbudakan masih meraja lela.