"Tradisi Berguru Di Aceh" (Acehnologi III : 28)
Assalamualaikum..
Berlanjut pada review saya yang kelima belas pada buku Acehnologi volume III bab ke-28, tentang “Tradisi Berguru Diaceh”.
Pada bab ini akan membahas tentang tradisi berguru di Aceh, tradisi berguru ini memang sudah sangat umum dilakukan, terlebih lagi di daerah Aceh. Seperti yang kita telah ketahui berguru itu memang salah satu kegiatan yang sangat penting dilakukan dalam kehidupan masyarakat. Dalam tradisi berguru ini murid tidak hanya diajarkan dalam ilmu yang bersifat Burhani dan Bayani, tetapi juga yang bersifat irfani. dan ketika ketiga hal tersebut dipahami dan dikuasain maka dia akan dilepaskan dalam masyarakat menjadi pengawal kehidupan masyarakat. Selain itu juga sang guru atau pendidik mampu mengenali sang murid karena dalam proses pengenalan tersebutlah yang menyebabkan proses transfer ilmu.
Dalam tradisi berguru ini tidak hanya memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Selain juga memberikan banyak ilmu yang sangat berguna untuk kehidupan tradisi berguru ini juga akan mengajarkan kemandirian kepada anak anak diluar Aceh yang sedang menuntut ilmu di Aceh. Tentu proses menuntut ilmu ini pun menjadi salah satu proses untuk mendapatkan jati diri serta melatih kemandirian mereka.
Lalu dalam bab ini penulis mengatakan ada beberapa hal yang harus digaris bawahi yaitu : Pertama, aceh memiliki akar sejarah tersendiri dalam membangun dunia intelektual, akar ini telah berlangsung selama ratusan tahun, dan bahkan ketika aceh itu sudah mulai bangkit, baru barat menemukan spirit intelektual aceh. Kedua, spirit intelektual di aceh telah kehilangan bentuknya, sehingga aspek kosmologi aceh yang menjadi landasan filosofis dan metafisik orang aceh yang begitu sulit ditemukan. Ketiga, pada kajian ini memperlihatkan bahwa tradisi berguru diaceh telah menghasilkan satu peradaban tersendiri, namun hal tersebut sekarang sudah menjadi tidak penting dalam dunia intelektual diaceh, dan bahkan dalam dunia pendidikan aceh pun sama sekali tidak lagi diperhitungkan baik nasional maupun dunia internasional.
Dan sekarang dapat kita lihat bahwa kenyataannya tradisi berguru ini sudah dianggap tidak terlalu penting lagi, karena kebanyakan masyarakat Aceh sudah terlalu mengikuti trend masakini untuk mencapai segala yang mereka inginkan, hingga memuaskan diri sendiri dengan mengejar kekayaan duniawi semata, dan ini semua tidak terlepas karena Aceh sudah kehilangan Spirit Intelektual nya.