"Makna Dan Peran Bahasa Aceh" (Acehnologi III : 26)

in #indonesia6 years ago

Assalamualaikum..
Berlanjut pada tugas review saya yang ke 26 pada buku Acehnologi bab ke-26 tentang “Makna Dan Peran Bahasa Aceh”
Nah didalam bab ini akan membahas serta mendiskusikan tentang persoalan penggunaan bahasa didalam kehidupan masyarakat aceh. Namun demikian bahasa aceh sendiri belum dipergunakan atau dipakai dalam mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan secara berkelanjutan di sekolah atau diperguruan tinggi. Ditambah lagi tidak ada tempat diaceh yang mencoba memahami serta mempelajari bahasa aceh secara lebih mendalam lagi. Bahkan para peminat studi bahasa juga tampak tidak begitu banyak melakukan studi mengenai Sastra Aceh, berbeda dengan bahasa bahasa lain dinusantara yaitu adanya Sastra melayu, sastra jawa, dan sastra sunda. Dan keberadaan bahasa aceh sendiri semakin hari semakin mengkhawatirkan saja, selain sering digunakan sebagai bahasa pengantar, bahasa aceh juga sudah sangat sedikit sekali karya yang ditulis dalam bahasa aceh.
Semakin miris ketika dalam penggunaan bahasa aceh ini dianggap sebagai suatu hal yang tidak terlalu penting didalam ruang publik. Bahasa ini tidak lagi digunakan dalam kegiatan formal, sehingga wujud bahasa aceh ini sendiri hanya sekedar dipergunakan sebagai bahasa rakyat bukan dipakai pada bahasa resmi protokoler. Karena telah menjadi bahasa rakyat maka kekuatan daya tawar bahasa inipun tidak memiliki dampak atau pengaruh yang cukup besar dalam tatanan berpikir orang aceh pada era modern ini. Hal ini lah yang menyebabkan salah satu persoalan dalam membahas studi ke-Aceh-an , keterlibatan bahasa aceh sebagai bahasa utama diaceh telah mulai sirna secara perlahan lahan.
Disini penulis juga menceritakan pengalaman beliau ketika beliau tinggal di desa Gunci, kecamatan Sawang, Aceh Utara. Yang mana disitu adalah tempat kakek beliau. Disini beliau menceritakan ketika beliau dimarahi oleh nenek, nenek beliau cukup membelakan matanya tanpa harus memarahi dengan bahasa kemarahan, lalu dengan begitu beliau pun tau kalau beliau sedang ditegur. Nah disini dapat kita lihat bahwa orang aceh selain penggunaan bahasa yang dikeluarkan dari mulut, bahasa tubuh pun menjadi bahasa symbol yang penting dalam tradisi masyarakat aceh.
Penggunaan bahasa aceh ini memang melalui perjalanan yang sangat panjang serta berliku liku, dan sangat dipandang tidak begitu penting bahkan pada masyarakat aceh sendiri, selain tidak diajarkan dalam ruang lingkup pendidikan bahasa inipun tidak digunakan sebagai bahasa protokoler. Berbeda dengan jawa, dijawa penggunaan bahasa jawa masih sangat sering terdengar digunakan oleh masyarakat jawa itu sendiri baik dalam acara resmi maupun acara yang tidak resmi. Dan beberapa keluarga dijawa masih menggunakan bahasa ibu mereka dalam kehidupan sehari hari. Hal ini berbanding terbalik dengan aceh, diaceh tidak lagi menggunakan bahasa ibu mereka dalam kehidupan sehari hari malah bahasa Indonesia yang sudah menjadi bahasa ibu bagi masyarakat di aceh.
Pesan saya kali untuk pembahasan ”makna dan peran bahasa aceh” ini adalah kita sebagai masyarakat aceh seharusnya bangga akan bahasa ibu kita, kita harus tetap menggunakan serta melestarikannya.