Review Acehnologi (Vol 3 Bab 29 tentang Tradisi Kepenulisan di Aceh )
Assalammua'laikum Wr...Wb kali ini saya akan me-review kembali buku Acehnologi vol 3 bab 29 tentang Tradisi Kepenulisan di Aceh.
Jika dilihat dari perspektif perbukuan, Aceh merupakan lumbung intelektual di Nusantara. Aceh telah memberikan kontribusi yang sangat penting.
Karya-karya yang berasal dari Aceh, selalu dijadikan rujukan atau pedoman utama bagi kompas keagamaan ummat islam di Nusantara. Meskipun buku tersebut lebih banyak di tulis dengan menggunakan bahasa melayu.
Dari penjelasan di atas maka timbul pertanyaan, apa saja faktor seseorang terdorong ingin menulis sebuah buku?
Nah jawaban nya adalah ada beberapa faktor yaitu : pertama, para ulama menulis buku di karenakan ingin mengisi kekosongan literature keislaman. Seperti yang kita ketahui pada zaman dulu belum ada yang mengenal internet atau lebih jelasnya semacam google untuk seorang murid belajar ilmu pengetahuan, seperti sekarang ini. Maka muncul lah keinginan guru untuk menulis. Untuk memberikan ilmu dan pencerahan bagi sang penuntut ilmu. Dalam hal ini di umpamakan dunia intelektual tanpa buku ibarat sungai tanpa air. Sebab air merupakan sumber kehidupan. Maka begitu pentingnya buku atau kitab bagi pengetahuan masyarakat.
Kedua, faktor selanjutnya karena para ulama menulis buku karena adanya permintaan dari penguasa. Alasannya karena pemimpin ingin menjadikan kitab ulama sebagai pengangan dalam menjalankan roda pemerintahannya. Ketiga, respon atau kepedulian terhadap keadaan sekarang. Karena rasa kegelisan sang penulis buku sehingga keinginan untuk menulis bisa menjadi sarana untuk menjawab sekian banyak masalah yang dihadapi oleh umat. Di daerah Aceh, kepedulian atau respon terhadap karya-karya suatu peristiwa lazim (sering) dilakukan oleh sarjana lokal. Contohnya kepedulian masyarakat Aceh setelah bergabung dengan Republik Indonesia, sehingga ada penulis yang mencoba menghubungan antara keterkaitan sejarah Indonesia dengan Aceh. Dan ada juga penulis yang ingin mengatakan bahwa Aceh bukan dari bagian Indonesia. Keempat, menulis untuk berpolemik, maksud dari pola penulisan ini adalah untuk mengisi satu diskusi keilmuan. Dan yang terakhir yaitu keenam, menulis dapat dijadikan sebagai sebuah bagian dari pekerjaan intelektual. Pola yang terakhir ini memang sudah menjadi kebiasaan (kelaziman) di dalam kalangan para penulis.
Topografi intelektual Aceh yang menyebabkan dunia perbukuan di Aceh tidak pernah berhenti.pada saat para penulis Aceh melukiskan tinta mereka mengenai bumi Serambi Mekkah, ada beberapa isu sentral yang terdapat yaitu : kerajaan, ilmu pengetahuan, ulama, peperangan, diplomasi, pengkhianatan oleh pemerintah pusat, gerakan perjuangan melawan pemerintah pusat, dan langgam budaya Aceh.