Review Acehnologi (Vol 3 Bab 25 tentang Sistem Kebudayaan Aceh)

in #indonesia6 years ago (edited)

Assalammua'laikum Wr...Wb kali ini saya akan me-review kembali buku Acehnologi vol 3 bab 25 tentang Sistem Kebudayaan Aceh.IMG-20180701-WA0039.jpg

Dalam bab ini akan dikupas tentang kebudayaan Aceh. Dua istilah tersebut memang kerap terdengar yakni baimana reproduksi kebudayaan Aceh.
Tidak sedikit pula kajian mengenai kedua hal tersebut, dimana sejak kedatangan Islam ke Aceh hingga keinginan untuk mengatifkan kembali pelabuhan di Aceh.
Jadi secara sosio-historis, tepi laut begitu strategis, sementara secara sosio-kultural, sangat dinamis. Sehingga studi Aceh (Acehnologi) tidak dapat menahan diri untuk tidak mengkaji peradaban Aceh di bibir pantai sampai ke sungai lalu berhenti di perbukitan atau pengunungan.
Ada tiga konsep mengenai kemampuan manusia Aceh di dalam memunculkan kebudayaan yaitu: I (saya), being (keberadaan), dan Action (aksi).
Didalam tradisi berfikir orang Aceh, telah ditemukan konsep ‘I’ being dan Action. Konsep-konsep tersebut paling tidak terlihat dari kata lon, “na” kemudian beberapa konsep lanjutan yang bersifat menggerakkan kehidupan rakyat Aceh. Dalam studi ini terlihat bahwa para pemikir generasi awal selalu berusaha mencari arah perkenalan diri (peuturi droe). Di dalam ini tampak mereka selalu mengaitkan antara mengenal diri sendiri dengan mengenal penciptanya. Pola yang dilakukan pemikir Aceh, ternyata hamper mirip dengan pola yang dilakukan di Barat, ketika para filosof mencoba menemukan kekuatan reason di dalamn menyerap daya tersebut terhadap kesadaran diri.
Studi ini tampak juga bagaimana kesinambungan sejarah di barat di dalam menemukan pemikiran untuk Era pencerahan.
Dalam kajian ini tampak bahwa salah satu kemampuan tersebut ditemui di dalam kebudayaan masyarakat Aceh di tepi Laut. Secara sosial-sejarah, kontribusi sistem ide-ide orang Aceh telah memberikan konsribusi yang sangat signifikan bagi dua etnik di Asia Tenggara yaitu Melayu dan Jawa.
Konteks Acehnologi pada prinsipnya ingin terlebih dahulu bekerja pada wilayah spiritual dan fondasi metafisika intelektual. Saat akar spiritual dan spiritual di ketemukan maka turunan studi Aceh dapat dijabarkan secara komprehensif. Hal ini disebabkan alam ide dan alam realitas kehidupan masyarakat tidak bisa dipisahkan. Karenanya, pencarian bagaimana ide dan kesadaran masyarakat Aceh adalah sesuatu yang muthlak untuk di teliti secara seksama. Dari hal tersebut kemudian di jabarkan bagaimana kinerja spirit intelektual orang Aceh di dalam membangun peradaban. Artinya, sesuatu yang di rencanakan dari alam pikiran dan dijaga pada alam realita ternyata telah di praktikan oleh orang Aceh. Konteks soiritual dan filsafat dengan begitu merupakan satu bingkai di dalam kehidupan kebudayaan di Aceh. Nilai-nilai Etika dan Estetika pada gilirannya akan membentuk wajah dan pemikiran ke-Aceh-an.
Inilah landasan Acehnologi ingin di bangkitkan. Selanjutnya untuk menggali kebudayaan Aceh, maka tidak dapat di pungkiri yang mutlak dilakukan. Dari kajian ini diharapkan akan terus membantu bagaimana kait kelindan kebudayaan Aceh yang telah di semai selama ratusan tahun. Bisa dibangkitkan kembali dalam konteks era modern. Dalam hal ini kontribusi Persia di Aceh di rasakan cukup signifikan, bahkan akar-akar kebudayaan Aceh ternyata sedikit banyak di pengaruhi oleh peradaban Persia. Dari sisi Agama, keberadaan Syi’ah ternyata juga telah di rasakan oleh rakyat Aceh yang kemudian di putar menjadi living tradition.