Menginspirasi Tanpa Menggurui, Perlukah?
Tidak semua orang bisa menjadi guru. Kalimat ini dulu yang harus dipahami sebagai awal menghargai jasa para guru. Kita yakin, banyak rangkaian proses yang dilalui hingga disematkan gelar guru itu sendiri bagi penerimanya.
Sadarkah kalian, teman? Di era milenial ini, ada kemudahan menguasai ilmu. Tapi, sikap terhadap "menghargai guru" semakin rendah. Banyak kok peserta didik terkesan seperti sengaja mengadu domba antara wali murid dengan wali kelasnya. Padahal, wali kelas itu juga merupakan orang tua kedua di sekolah.
Kali ini, ada perbedaan mendasar antara menginspirasi dengan menggurui. Apa saja itu?
Menggurui artinya memberi tahu bahwa mengkonsumsi narkiba tidak baik untuk kesehatan. Langkah ini dipertegas kembali dengan informasi adanya pemberian sanksi bila melanggar. Meskipun, si pemberi informasi tetap menggunakannya.
Sementara itu, menginspirasi bermakna mencontohkan dahulu melalui pengalaman langsung hingga jels bukti nyata dari apa maksud yang ingin disampaikan kepada objek ajar. Seperti peserta didik harus menghormati yang lebih tua. Dengan catatan, si pemberi informasi telah menyanyangi yang muda sedari awal.
Peserta didik zaman sekarang tidak akan senang bila si pemberi hukuman melakukan pelanggaran terhadap hukuman itu sendiri. Sama seperti reaksi kita terhadap cara kerja hukum indonesia, tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Nah, melalui "menginspirasi", kita bisa memberi contoh cara menjauhi korupsi sedini mungkin.
Sangat perlu! Itulah jawaban dari pertanyaan yang ada pada judul di atas. Mengingat peserta didik saat ini tidak lebih sopan dari generasi sebelumnya, maka sebagai pendidik kita harus berusaha agar objek ajar kita mampu mengambi inspirasi dari kita sebagai gurunya.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa segala tindak kecurangan di berbagai tempat bisa di cegah, begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, tidak salah saya rasa untuk mencoba berbagai cara untuk merealisasikannya.
Terima kasih sudah mampir.
Salam pendidik.