Aceh Hari Ini: Sayembara Kepala Teuku Umar, Hidup Atau Mati

in #indonesia7 years ago

Hari ini, Kamis, 29 Maret 2018. Dan pada tanggal yang sama di tahun 1896, Belanda membuat sayembara kepala Teuku Umar. Belanda menyediakan hadiah untuk yang bisa menangkap Teuku Umar hidup atau mati sebesar 25.000 dolar.

Di dunia ini, mungkin hanya Teuku Umar satu-satunya yang kepadanya diproklamirkan perang oleh sebuah negara. Ya, pemerintah kolonial Belanda memproklamirkan perang kepada suami Cut Nyak Dhien itu akibat peristiwa Nicero dan Hoc Canton.

Ajaibnya, hadiah sayembara itu harus diserahkan Belanda kepada Teuku Umar melalui seorang perantara. Teuku Umar benar-benar mendapat bayaran atas kepalanya sendiri. Peristiwa ini fenomenal disebut sebagai tipu Aceh, gaya Aceh menipu Belanda.

Teuku Umar dan para panglima.jpg
Teuku Umar bersama para panglima pasukannya. Foto: Collectie Tropen Museum

Kisahnya bermula ketika kapal dagang Inggris, Nicero terdampar di Teunom, Aceh Barat. Karena adanya sengketa pabean, Raja Teunom menyandera kapal tersebut. Kapten dan anak buah kapal dipenjara. Mereka baru akan dibebaskan jika kerajaan Inggris bersedia membayar tebusan 10.000 dolar.

Inggris kemudian meminta Belanda sebagai sekutunya untuk melakukan pembebasan. Komisaris Pemerintah Belanda di Aceh, Letnan Jenderal Vetter meminta bantuan Teuku Umar. Dari sinilah politik tipuan itu dimulai.

Dalam buku The Dutch Colonial War in Atjeh pada bagian The Story of Teuku Umar dijelaskan, ketika perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda menurun, Teuku Umar menjalankan politik “menyerah” dan berdamain dengan Belanda pada 30 September 1893.

Belanda menerima Teuku Umar menyerah atas saran Penasehat Pemerintah Hindia untuk Aceh, Snouck Hurgronje. Setelah menyerah, Teuku Umar dibawa ke Masjid Teuku Di Anjong di Peulanggahan, salah satu masjid tertua di Aceh. Di masjid itu Teuku Umar diminta mengucapkan sumpah setia kepada Belanda. Ia menyanggupinya.

Gegerlah Aceh, panglima perang tangguh itu telah berpihak kepada Belanda. Dan yang paling menderita atas peristiwa ini adalah Cut Nyak Dhien, istri Teuku Umar. Cut Nyak Dhien dulu bersedia menikah dengan Teuku Umar setelah suami pertamanya Tgk Ibrahim Lamnga syahid dalam perang. Kini teman hidup dan seperjuangannya itu telah jatuh dalam ketiak Belanda.

Teuku Umar mendapat berbagai fasilitas dari Belanda, termasuk sebuah rumah mewah di Lampisang dengan perabotan model Eropa. Hingga suatu hari Teungku Fakinah, ulama perempuan yang memimpin perang melawan Belanda di empat benteng pertahanan di wilayah Lamkrak, mendatangi Cut Nyak Dhien. Melalui Cut Nyak Dhien, ia menantang Teuku Umar dan pasukan kompeninya untuk berperang, Umar tinggal menyebutkan tempatnya, Teungku Fakinah dengan pasukannya akan datang.

Bagi lelaki Aceh, ditantang perempuan merupakan penghinaan yang paling besar. Ketika Cut Nyak Dhien menyampaikan hal itu kepada Teuku Umar, dan berharap Teuku Umar kembali memimpin barisan perlawanan, Teuku Umar tetap diam. Ia hanya berkata pada Cut Nyak Dhien bahwa sebuah peristiwa besar akan terjadi. Cut Nyak Dhien semakin gusar, benar-benar sebuah petaka jika Teuku Umar menjawab tantangan Teungku Fakinah tersebut.

Hingga kemudian terjadilah peristiwa kapal Nicero di Teunom. Namun bukan itu peristiwa besar yang dimaksud Teuku Umar. Itu hanya jalan pembuka ke arah peristiwa itu.

Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh Mayor Jenderal C Deijkerhoff bersama Komisaris Pemerintah Belanda di Aceh, Letnan Jenderal Vetter meminta Teuku Umar untuk memerangi raja Teunom dan membebaskan kapal Nicero, karena Inggris terus mendesak Belanda.

20180329_011957.jpg
Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh Mayor Jenderal C Deijkerhoff. Repro: The Dutch Colonial War In Aceh

Teuku Umar menyanggupinya. Tapi, ia memberi gambaran bahwa raja Teunom memiliki pasukan yang gesit dan pesenjataan yang banyak. Untuk melawannya juga harus dengan persenjataan yang seimbang.

Sejarwan Aceh yang fasih berbahasan Belanda, HM Zainuddin menjelaskan, saat itu Mayor Jenderal C Deijkerhoff dan Letnan Jenderal Vetter pun masuk dalam skenario Teuku Umar. Ia membekali pasukan Teuku Umar dengan senjata dan amunisi yang banyak.

Untuk memastikan Teuku Umar benar-benar menyerang Teunom, 32 tentara marsose asli Belanda mengawasinya dan akan ikut berperang. Mereka berangkat dari Kutaraja menuju Teunong dengan kapal Bengkulen.

Ketika memasuki wilayah perairan Teunom, Teuku Umar dan pasukannya membunuh ke-32 tentara marsose Belanda itu di atas kapal. Seluruh senjata dan amunisi dirampas. Teuku Umar kemudian memperkuat pasukan raja Teunom. Ia meminta raja Teunom untuk tidak menurunkan tuntutannya kepada Inggris dan Belanda.

Pemerintah Kolonial Belanda di Batavia dan Kerajaan Belanda terguncang. Maklumat perang terhadap pribadi Teuku Umar pun dikeluarkan. Rumah yang dibangun untuknya dibakar dan diledakkan, gelar Johan Pahlawan yang diberikan padanya juga dicabut.

20180329_012135.jpg
Lukisan peledakan rumah Teuku Umar di Lampisang. Repro: The Dutch Colonial War In Aceh

Atas peristiwa itu Pemerintah Kolonial Belanda memecat Gubernur Sipil dan Militer Hindia Belanda di Aceh, Jenderal Deijckerhoff dari jabatannya. Sebagai penggantinya diangkat Jendral Van Heutsz.

Kini Cut Nyak Dhien tersenyum. Semua orang yang pernah mencaci maki dengan sumpah serapahnya kepada Teuku Umar terkejut. Belanda akan diperangi dengan senjatanya sendiri di tangan Teuku Umar. Setelah peristiwa itu, Belanda yang terus didesak Inggris terpaksa membayar uang tebusan 10.000 gulden kepada raja Tunom, maka kapal Nicero dan 18 awaknya dibebaskan.

Sejarawan Aceh lainnya, H Muhammad Said menjelaskan, Pemerintah Belanda membuat sayembara dengan hadiah 25.000 dolar bagi siapa pun yang bisa menangkap Teuku Umar. Sayembara itu sampai kepada Kapten kapal Hoc Canton, Hansen warga negara Denmark.

H Muhammad Said menjelaskan, Hansen merupakan pisau bermata dua. Ia penyelundup ulung yang sering menyelundupkan senjata dari pasar gelap di Malaysia ke Aceh dengan kedok pedagang rempah-rempah. Ia berulang kali mampu melewati patroli Belanda dengan cara mematikan lampu kapalnya saat berlayar ke Aceh. Tapi bagi Hansen, hadiah 25.000 dolar itu sangat menggoda.

Belanda juga tahu bahwa Hansen sering berhubungan dengan kelompok-kelompok pejuang Aceh. Kedekatan Hansen dengan jaringan perdagangan senjata ke Aceh akan digunakan untuk memburu Teuku Umar.

Pada 12 Juni 1896, Hansen bersama kawannya Roaura berlayar ke Reugaih dengan kapal Hoc Canton. Keduanya beralasan ingin mengambil kapal The Eagle yang berlabuh di Reugaih. Mereka sampai di Reugaih pada 15 Juni 1896.

20180329_011912.jpg
Karikatur Teuku Umar mengucapkan selamat tinggal kepada Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh, Mayor Jenderal Deijkerhoff. Repro: The Dutch Colonial War In Aceh

Di Reugaih Hansen dan Roaura membeli rempah-rempah dari kelompok jaringan Teuku Umar. Tapi, setelah rempah-rempah dimuat, Roaura berkata bahwa Hansen ingin melakukan pembayaran di atas kapal kepada Teuku Umar. Tapi Teuku Umar menolaknya. Roaura memintanya sampai tiga kali, sampai Teuku Umar menyanggupinya.

Berangkatlan Teuku Umar dengan kapal The Eagle menjumpai Hansen di atas kapal Hoc Canton. Ketika Teuku Umar naik, ia disergap. Tapi Hansen ternyata tinggal sendiri, semua anak buah kapal sudah lebih dulu “diamankan” 40 pejuang Aceh yang menyelinap ke Hoc Canton pada malam hari.

Hadiah 25.000 gulden hilang di mata Hansen. Ia mencoba melarikan diri, tapi ditembak Teuku Umar. Masinis kepala kapal Hoc Canton, Robert Mc Gulloch bersama kepala juru kemudi Lanbeker yang berkebangsaan Jerman juga mati ditembak.

Sementara istri Hansen bersama masinis kedua John Fay dan enam awak kapal Hoc Canton disandera. Kapal Hoc Canton disita beserta isinya, diantaranya uang tunai 5.000 dolar, lima pistol, dua meriam dan enam bedil model snider.

Peristiwa itu menjadi perbincangan di Eropa, setelah koran Penang Gazatte memberitakannya. Organisasi dagang Penang Association membuat rapat khusus di Malaysia, mereka medesak Belanda di Aceh untuk membebaskan awak kapal Hoc Canton. Belanda dianggap tak mampu menguasai keadaan di Aceh.

Tak mau kehilangan reputasinya di Eropa, Belanda akhirnya membayar uang tebusan kepada Teuku Umar sebanyak 25.000 dolar. Setara dengan hadiah sayembara kepalanya. Nyonya Hansen dan awak kapal Hoc Canton pun dibebaskan. Tentang Nyonya Hansen ditahan ini akan saya ulas nanti dalam tulisan lain.

Atas segala peristiwa itu, perwira Belanda, Mayor LWA Kassier menyebut Teuku Umar sebagai de meest intellegente en zeer baschaafde Athjeher, orang Aceh yang paling cerdas dan sopan.

Sort:  

Yaaa. Memang nyak kaoy @isnorman hana ragu teuh bidang nyan. Hehe

Hana ragu jeut, asai bek terlalu percaya sehingga menambah rukun iman. Kiban sagoe Pedir brader @andifirdhaus

Selalu menarik apa yang dipaparkan abang @isnorman

Terimakasih Sis @farrohahulfa sudah singgah dan membacanya. Salam

Tipu Daya Tgk Umar tersebut sangat terkenal.. Nye urueng jameun geu kheun ngen siasat abu nawah....

Melebihi Abu Nawah, itulah Teuku Umar. Ia berhasil menjalankan taktik perang Aceh yang disebutkan dalam hadih maja, prang ngon taki khanduri ngon doa. Begitu kira-kira Brader @shofie

Benar-benar strategi perang modern yang dijalankan Teuku Umar. Selain perang fisik, juga mampu melakukan perang urat syaraf.

Ya, peristiwa itu sangat fenomenal dalam sejarah perang Aceh dengan Belanda. Teuku Umar orang yang tidak bisa ditebak jalan pemikirannya, bahkan oleh orang dekatnya.

Jaman duluu

Ya, yang namanya sejarah pasti peristiwa yang sudah lalu

bener banget bg
main juga ke blog q bg

Sip, terimakasih sudah berkunjung ke sini. Salam

Mantap. 👍👍👍👍

Thanks sudah berkunnung dan membacanya. Semoga kita bisa terus berbagi informasi